LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya jika kita buat perjanjian bisnis, itu daya ikatnya hanya sebatas di wilayah Indonesia ataukah juga tetap mengikat sekalipun para pihak di dalam perjanjian itu kemudian berada di luar wilayah Indonesia?
Brief Answer: Perikatan perdata bersifat lintas batas negara, karena asas pacta sunt servanda berlaku sebagai asas universal yang diakui oleh setiap negara. Sehingga, sebuah perikatan yang dbuat di dalam teritori suatu negara, sekalipun kemudian para pihak yang mengingatkan diri tersebut berada di luar teritori negara semula, perikatan tersebut tetap sah dan memiliki daya ikat memaksa.
Dasar hukumnya tidak lain ialah “kesepakatan” itu sendiri, dimana asas pacta sunt servanda menyatakan bahwa kesepakatan berlaku sebagai norma hukum perdata yang mengikat para pihak yang saling bersepakat, terlepas dari fakta empirik apakah subjek dan objeknya kini berada di dalam atau di luar negeri.
PEMBAHASAN:
Ternyata bukan hanya subjek perikatan yang bersifat extra-tertorial, namun juga terhadap objek perjanjian pun melekat perikatan sebagaimana telah diperjanjikan. Ilustrasi sederhana berikut dapat menjadi cerminan konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS representasikan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa wanprestasi register Nomor 1815 K/PDT/2015 tanggal 30 Desember 2015, perkara antara:
- PT. ASURANSI PURNA ARTHANUGRAHA (PT. ASPAN GENERAL INSURANCE), sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- PT. BINA USAHA MARITIM INDONESIA, (PT. BUMI SHIPMANAGEMENT), selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat sebagai pihak Tertanggung atas kapal MV. Amar, telah mengasuransikan kapal tersebut kepada Tergugat yang merupakan Perusahaan Asuransi, berdasarkan polis Asuransi untuk tempo waktu perlindungan selama 12 bulan, terhitung sejak tanggal 27 Desember 2005.
Tanggal 4 Agustus 2006, MV. Amar melakukan pelayaran ke Fancheng dan Huangpu di China dan pada tanggal 13 Agustus 2006 masih dalam perjalanan, kapal mendadak mengalami kebakaran di bagian ruang mesin kapal, yaitu pada salah satu mesin. Karena kebakaran itu, mesin utama diberhentikan, kemudian para Anak Buah Kapal (ABK) menyiram air ke ruang mesin dimaksud dengan menggunakan fire hoses.
Sekalipun telah dilakukan pemadaman, tetapi api terus menyala dengan mengeluarkan asap tebal ketika ruang darurat dibuka. Pihak Captain (Nakhoda) kapal setelah mengetahui nyala api tak bisa dikuasai, maka Nakhoda kapal pada tanggal 14 Agustus 2006 menyatakan kapal dalam keadaan abandoned (ditinggalkan). Lalu para ABK menyelamatkan diri dengan port lifeboat serta dibantu oleh kapal lain yang sedang berlayar di sekitar tempat kejadian. Kejadian ini kemudian diketahui oleh pihak Tergugat.
Setelah kapal di-abandoned oleh Nakhoda dan Anggotanya, beberapa waktu kemudian ada usaha penyelamatan kapal yang dilakukan oleh Tertanggung (Penggugat), yaitu dengan mengirim kapal-kapal tunda tugboats guna melakukan penyelamatan kapal (salvage operations) pada tanggal 19 Agustus 2006. Kapal berhasil ditemukan dan ditarik, hingga tiba berlabuh di Pasir Gudang Malaysia pada tanggal 21 September 2006 untuk pembongkaran muatan dan surveys (inspeksi).
Tanggal 25 September 2006, dilakukan pemeriksaan pada kapal oleh Surveyor yang ditunjuk, dan hasil pemeriksaan itu mengungkapkan serta menyimpulkan bahwa telah terjadi kerusakan yang sangat pada ruang mesin, yang diperkirakan bila dilakukan perbaikan memakan biaya USD 3,700,000.00 tidak termasuk biaya-biaya pelabuhan dan berbagai biaya insidentil lainnya.
Oleh karena kapal dianggap sebagai Commercial Total Loss dan dilakukan Abandoned Voyage pada tanggal 12 Oktober 2006 menuju pasir Gudang Malaysia untuk dilakukan pembongkaran dan penyerahan barang (cargo) (halaman 2 mengenai Summary of the Fact / Ringkasan Fakta dari Sertifikat Constructive Total Loss oleh Poseidon Adjuster (Singapore) Pte, Ltd., tertanggal 27 Juli 2012), yang telah diserahkan kepada Tergugat pada tanggal 2 Agustus 2012.
Pihak Tergugat sebagai pihak Penjamin (Penanggung) Asuransi sesungguhnya punya kewajiban memberikan kepada pihak Tertanggung asuransi (Penggugat) mengenai hasil pemeriksaan Surveyor (Salvage Association), tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Tergugat, menunjukkan iktikad buruk Tergugat untuk menghindar dari tanggung-jawabnya untuk membayar klaim asuransi kepada Penggugat yang merupakan pemegang polis.
Penggugat telah mengirim surat kepada Tergugat bahwa dimana kapal dinyatakan abandoned serta agar Tergugat membayar klaim asuransi total loss kepada Penggugat. Sebelum kapal melakukan pelayaran dan mengalami kebakaran, kapal tersebut senantiasa dikelola dan dirawat dengan baik serta kapal tersebut baru saja melaksanakan Special Surveys dan Docking di Malaysia di bawah pengawasan American Bureau of Shipping (Klasifikasi Kapal Internasional) dimana Special Surveys dilakukan setiap lima tahun sekali sesuai persyaratan maritim dan navigasi Internasional dan diberikan sertifikat oleh klasifikasi dimaksud, sehingga kapal dalam keadaan fit and proper maka laik laut.
Sesuai dengan customary maritime practices dan best practices in the maritime industry (praktek yang lazim diberlakukan di dunia maritime dan praktek yang terbaik di dalam industri maritime), karena apabila tidak gerak cepat dan hanya menunggu-nunggu dan menunda-nunda, maka kerugian akan bertambah membengkak dan keamanan serta keselamatan juga akan menjadi tambah buruk.
Pihak Poseidon Adjuster (Singapore) Pte, Ltd (Adjuster) dengan segala upaya dan kemampuan telah menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan Sertifikat Constructive Total Loss (CTL) tanggal 27 Juli 2012, yang menyebutkan kondisi kerusakan kapal dengan kerugian yaitu Constructive Total Loss, oleh karena itu Tergugat wajib segera membayar kepada Penggugat sesuai dengan kondisi Polis untuk Hull and Machinary USD 3,000,000.00 dan Disbursement and Increased Value-USD 1,000,000.00. Dengan demikian total yang harus dibayar kepada Penggugat sebesar USD 4,000,000.00.
Hingga gugatan ini diajukan selang 6 tahun sejak insiden dan permintaan pencairan klaim, pihak Tergugat tidak pernah memberikan tanggapan untuk membayar tuntutan pemilik kapal yang disampaikan oleh Adjuster dengan jumlah Contructive Total Loss, membuktikan bahwa Tergugat melakukan perbuatan cidera janji (wanprestasi) kepada Penggugat, karena itu Tergugat wajib membayar klaim asuransi Constructive Total Loss sesuai polis yang semula telah disepakati.
Terhadap gugatan pemakai jasa asuransi, Tergugat mengajukan sanggahan bahwa Conditions ke-19 yang tercantum dalam Polis secara khusus mengatur tentang pilihan hukum Inggris yang mengatur Polis: “This insurance is subject to English Law and Practice” Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut: “Asuransi ini tunduk pada praktek dan Hukum Inggris”.
Dengan demikian, para pihak dalam Polis tersebut telah setuju dan bersepakat bahwa English Law and Practice adalah satu-satunya pilihan hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara para pihak sehubungan dengan Polis. Maka, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai kompetensi untuk memeriksa perkara terkait dengan Polis yang tunduk pada hukum Inggris. [Note SHIETRA & PARTNERS: Masalahnya, hukum Negara Inggris sekalipun menganut dan mengakui asas pacta sunt servanda.]
Pihak perusahaan asuransi berkilah, bahwa kapal tersebut berbendera Singapura. Sesuai dengan asas kebangsaan, kapal tersebut berada di bawah yurisdiksi Negara bendera kapal. Dengan demikian, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai yurisdiksi mengadili terhadap hal yang berkaitan dengan kapal bersangkutan.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 359/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST., tanggal 17 Juli 2013, dengan amar sebagai berikut:
“Manimbang, ... sehingga Majelis berkesimpulan telah terbukti bahwa Kapal MV Amar yang diasuransikan telah mengalami kebakaran di bagian mesin dan merambat kebagian lambung yakni pada waktu pelayaran ke Faucheng dan Huangpu di China;
“MENIMBANG :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan ingkar janji (wanprestasi);
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat klaim asuransi Constructive Total Loss sejumlah USD 3,000,000.00 (tiga juta dolar Amerika) dan Increased Value Insured sejumlah USD 1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika) atau total USD 4,000,000.00 (empat juta dolar Amerika);
4. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga moratoir sebesar USD 1,440,000.00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu dolar Amerika);
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, Putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta lewat putusannya Nomor 306/PDT/2014/PT.DKI., tanggal 9 September 2014.
Pihak perusahaan asuransi mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa berdasarkan keterangan saksi dari pihak perusahaan asuransi, diterangkan bahwa berdasarkan beberapa kali pertemuan dan membaca laporan agen Tergugat di Johor dan Singapura, diperoleh informasi bahwa:
a. Berdasarkan survey tanggal 22 September 2006, bahwa kebakaran bukan disebabkan oleh api tetapi asap tebal yang berasal dari pipa pendingin slinder Nomor 3 (bulling Nomor 3) yang patah atau bocor. Pipa tersebut patah atau bocor karena tidak dilindungi oleh isolasi. Sementara bulling Nomor 3 berisikan bahan bakar dengan kandungan karbon yang sangat banyak dan bila mendapat tekanan lebih dari 2 bar akan menimbulkan kebakaran.
b. Akibat asap tebal yang ternyata berkarbon tinggi tersebut menyebabkan terkelupasnya kabel-kabel yang tidak di isolasi dan menimbulkan kebakaran;
c. Peralatan engine kapal MV Amar yang bersuhu lebih dari 2200 C tidak dilindungi oleh isolasi tahan panas dan hal ini melanggar SOLAS (Safety of Life at Sea);
d. Alat pemadam kebakaran kapal WV Amar, tidak berfungsi.
Keterangan demikian sama sekali tidak dipertimbangkan alias diabaikan oleh Pengadilan Negeri dalam mempertimbangkan sebab-sebab kebakaran yang memicu insiden. Tentunya harus dicari penyebab kebakaran, bukan sekadar mempertimbangkan bahwa benar ada kebakaran tanpa melihat sebab-sebab kebakaran. Sangatlah janggal bilamana penyebab kebakaran tidak diperlukan untuk menentukan pihak siapakah yang sebetulnya telah melalaikan tanggung jawab.
Bilamana memang menurut pemilik kapal tidak diperlukan penyebab kebakaran ataupun laporan kebakaran, ada kemungkinan kebakaran disebabkan oleh kelalaian dari awak kapal sendiri. Telah dikemukakan pula dalam persidangan bahwa diketemukannya beberapa rekomendasi yang berdasarkan American Bureau of Shipping, harus dilakukan perbaikan oleh Penggugat selaku pemilik kapal. Namun rekomendasi demikian ternyata tidak dilaksanakan oleh pemilik kapal, sehingga dengan tidak dilaksanakannya rekomendasi dimaksud, Kapal MV Amar tidak dalam keadaan laik untuk berlayar.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 1 April 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 7 Mei 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan Putusan Negeri Jakarta Pusat ternyata Judex Facti (Pengadilan Tinggi / Pengadilan Negeri) tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa telah terjadi Perjanjian Asuransi antara Penggugat sebagai Tertanggung dan Tergugat sebagai Penanggung;
- Bahwa Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya yaitu telah melunasi preminya;
- Bahwa telah terjadi kebakaran kapal di Cina dan terjadi pada masa perjanjian asuransi sehingga Tergugat sebagai Penanggung harus membayar claim asuransi ketika terjadi kebakaran kapal di Cina tersebut;
- Bahwa Tergugat / Pemohon Kasasi telah terbukti wanprestasi dalam Perjanjian Asuransi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi / Pengadilan Negeri) dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. ASURANSI PURNA ARTHANUGRAHA (PT. ASPAN GENERAL INSURANCE) tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. ASURANSI PURNA ARTHANUGRAHA (PT. ASPAN General Insurance), tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.