LEGAL OPINION
Question: Apa bisa dibenarkan, pihak pemerintah daerah yang
sudah berikan izin operasional, mendadak mencabut atau membatalkan izin itu tanpa
ada kesalahan dari pihak kami? Pihak pemerintah berdalih, bahwa itu hak mereka
untuk memberikan izin dan mencabutnya sewaktu-waktu, karena mereka yang
menerbitkan izin itu. Dunia usaha yang padat modal, butuh kepastian hukum! Bagaimana
kami dapat berinvestasi atau mengundang investor, jika tidak ada kepastian
hukum atas izin yang sebelumnya sudah didapatkan?
Brief Answer: Seringkali pihak pemerintah mendalilkan, suatu
izin dicabut atau dibatalkan sepihak karena “tumpang-tindih” (overlaping) dengan perizinan lain yang
diberikan kepada pihak ketiga. Namun hal demikian adalah kekeliruan internal
pihak pemerintah selaku penerbit izin yang tidak menerapkan asas ketelitian dan
kehati-hatian, sehingga tidak dapat dibenarkan sikap yang mencari jalan pintas
dengan mengorbankan asas kepastian hukum bagi kalangan pelaku usaha selaku
pemohon izin yang telah mendapat izin.
Upaya hukum yang dapat ditempuh ialah mengajukan
gugatan pembatan Surat Keputusan / Penetapan Pencabutan Izin. Dengan
dibatalkannya Penetapan Pencabutan Izin, maka izin kembali berlaku dan sahih
untuk digunakan oleh pemegang izin. Asas kehati-hatian dan kecermatan wajib
diberlakukan pemerintah sesaat sebelum menerbitkan izin, bukan setelah
terbitnya perizinan, agar tercipta tertib administrasi tanpa mengorbankan
kepentingan pemegang izin atas kepastian hukum.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk
putusan Mahkamah Agung RI sengketa perizinan register Nomor 321 K/TUN/2015
tanggal 13 Agustus 2015, perkara antara:
- PT. SEKAR PRATAMA MANDIRI, sebagai
Pemohon Kasasi dahulu, semula selaku Tergugat II Intervensi; melawan
- PT. KARYA WIJAYA, Termohon Kasasi
dahulu sebagai Penggugat; dan
- BUPATI HALMAHERA TENGAH, Turut
Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Yang menjadi Obyek Sengketa dalam perkara ini ialah penetaoan (beschikking) berupa Surat Keputusan yang
diterbitkan oleh Tergugat tertanggal 11 Mei 2012 tentang Pencabutan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT. Karya Wijaya.
Pencabutan Izin demikian berdampak logis timbulnya akibat hukum berupa
kerugian yang diderita oleh pihak Penggugat, yang jelas mempunyai kepentingan langsung
sebagai akibat dari penerbitan Surat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.
Penggugat memiliki kepentingan bermula dengan adanya Surat Keputusan
Bupati Halmahera Tengah tentang Persetujuan Pemberian Izin Usaha Pertambangan
(IUP) Eksplorasi kepada PT. Karya Wijaya tanggal 5 April 2010, yang diterbitkan
oleh Tergugat sendiri dan memberikan persetujuan bahkan telah memberikan
tentang revisi IUP dan revisi daftar koordinat dan peta IUP Penggugat.
Namun pada saat Penggugat mempersiapkan dan melaksanakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelaksanaan di lokasi Pertambangan, tiba-tiba Tergugat
justru menerbitkan Surat Keputusan tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan
(IUP) Eksplorasi PT. Karya Wijaya, oleh karenanya Penggugat berhak untuk
mengajukan gugatan pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara demikian yang
mengingkari izin sebelumnya.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi milik PT. Karya Wijaya memiliki
masa berlaku selama 4 tahun terhitung sejak tanggal 5 April 2010 sampai dengan
tanggal 5 April 2014, dengan demikian Penggugat mempunyai kepentingan untuk
mengajukan gugatan terhadap obyek sengketa ini (Point D’interest Point D’Action).
PT. Karya Wijaya tidak pernah menerima Surat Keputusan Pencabutan Izin
tersebut. Penggugat baru mengetahui keberadaan Surat Keputusan Bupati demikian berdasarkan
Surat Jawaban / Tanggapan Bupati Halmahera Tengah beserta lampiran daftar
koordinat dan peta pencabutan wilayah izin usaha pertambangan Penggugat.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991, tenggang
waktu untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah dihitung sejak saat pihak yang
berkepentingan mengetahui adanya obyek gugatan.
Surat Keputusan diterbitkan oleh Tergugat, dalam kapasitasnya sebagai
Badan Tata Usaha Negara yaitu Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan
Pemerintahan, sehingga dengan demikian Tergugat merupakan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (8)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Adapun yang menjadi alasan diterbitkannya Surat Keputusan Pencabutan Izin
demikian, sebagaimana tertuang dalam konsideran menetapkan diktum kedua, yang
menyatakan:
“Pencabutan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam diktum Pertama disebabkan
PT. Karya Wijaya sebagai Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
tidak memenuhi Kewajiban yang ditentukan dalam diktum Keempat, Kelima, Keenam
dan Ketujuh dan Lampiran III Keputusan Bupati Halmahera Tengah Nomor ...
tanggal 5 April 2010, yaitu:
1. Tidak melaksanakan aktivitas di lapangan;
2. Tidak melaksanakan dan menyampaikan Laporan Pematokan Batas- Batas
Wilayah IUP Operasi Produksi kepada Bupati Halmahera Tengah;
3. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi tidak membayar Iuran
Tetap / Landrent Eksplorasi menurut ketentuan yang berlaku;
4. Tidak menempatkan Jaminan Kesungguhan;
5. Tidak melaporkan Rencana Investasi;
6. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi tidak memberikan
Rencana Kerja dan Rencana Biaya (RKAB) Eksplorasi meliputi rencana tahun depan
dan Realisasi kegiatan setiap tahun berjalan kepada Bupati dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Halmahera Tengah;
7. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi tidak menyampaikan
Laporan Kegiatan setiap Triwulan kepada Bupati melalui Kepala Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Halmahera Tengah dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi.”
Penggugat mengklaim telah melaksanakan aktivitas di lapangan, dibuktikan
dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan oleh Penggugat mulai
dari Izin Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum Bahan Galian Nikel PT. Karya
Wijaya Wilayah Pulau Gebe yang dimiliki oleh Penggugat, hingga diperolehnya
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT. Karya Wijaya.
Penggugat saat itu masih memegang dan melaksanakan kegiatan Eksplorasi
sebagaimana izin yang telah dikeluarkan oleh Tergugat dan belum memiliki IUP
Operasi Produksi, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, sehingga alasan tersebut jelas tidak cermat ditujukan kepada Penggugat
sebagai alasan pencabutan IUP Eksplorasi yang dimiliki oleh Penggugat.
Direktur Jenderal Pertambangan Umum atau Pejabat yang ditunjuk, tidak
pernah mengeluarkan Surat Perintah Penyetoran Uang Jaminan Kesungguhan kepada
Penggugat. Disamping itu Tergugat juga tidak pernah menginformasikan kepada
Penggugat perihal Bank Pemerintah yang mana yang ditunjuk oleh dan atas nama
Bupati agar Penggugat membayar deposito sebagai jaminan pelaksanaan untuk
kegiatan eksplorasi Penggugat, sehingga Penggugat tidak dapat mengetahui secara
pasti Bank apa dan dikirim kepada siapa jaminan pelaksanaan / kesungguhan
dimaksud.
Oleh karena izin yang dimiliki oleh Penggugat masih merupakan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No. 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak ada kewajiban dari
Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk melaporkan Rencana
Investasi. Penggugat juga telah melaksanakan kewajiban Penggugat dengan
menyampaikan kegiatan Triwulan secara berkala sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dengan demikian pihak Tergugat dinilai telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik (Algemene beginselen van
behoorlijk bestuur), yang pertama ialah terhadap Asas Kepastian Hukum. Pencabutan
Izin secara sepihak yang dilakukan oleh Tergugat, dilakukan tanpa terlebih
dahulu memberikan surat peringatan tertulis kepada Penggugat.
Pencabutan demikian dilakuakn tanpa memperhatikan secara seksama dan
tanpa teliti dengan cermat, bahwa Penggugat telah memenuhi semua kewajibannya
untuk mengelola lahan pertambangan nikel seluas 500 hektar sebagaimana
kewajiban Penggugat yang diuraikan dalam Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha
Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT. Karya Wijaya. Jikalau pun ada kewajiban yang
belum dilaksanakan oleh Penggugat, hal ini bukanlah kesalahan dan/atau
kelalaian dari Penggugat. Tergugat secara sepihak dan tanpa memberikan
penjelasan yang layak, telah Mencabut Izin Usaha Pertambangan milik Penggugat.
Pada prinsipnya setiap Keputusan Tata Usaha Negara dianggap sah dan dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya, akan tetapi sesuai dengan ketentuan Pasal 67
Ayat (2) Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Penggugat dapat mengajukan
Permohonan agar pelaksanaan Surat Keputusan demikian dapat ditunda pelaksanaannya selama
pemeriksaan perkara di pengadilan masih berjalan sampai ada putusan yang
berkekuatan hukum tetap, dengan syarat adanya suatu keadaan yang mendesak yang
mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, karena apabila keputusan obyek sengketa
dalam perkara ini tetap dilaksanakan, maka kerugian yang diderita oleh
Penggugat adalah sangat besar.
Merujuk norma Pasal 46 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk
memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha
pertambangannya.
Begitupula berdasarkan DIKTUM KEDUA Keputusan Bupati tentang Persetujuan
Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT. Karya Wijaya
tanggal 5 April 2010, menyatakan IUP Eksplorasi Penggugat berlaku untuk jangka
waktu 4 tahun sejak 5 April 2010 sampai 5 April 2014 dan dapat diperpanjang 2 kali
untuk jangka waktu 1 tahun.
Apabila penetapan tersebut tetap dilaksanakan, maka kepentingan Penggugat
sangat dirugikan karena selain Undang-Undang telah menjamin Pemegang IUP
Eksplorasi untuk memperoleh IUP Operasi Produksi, menjamin Pemegang IUP untuk
memperoleh jangka waktu perpanjangan izin, juga dengan adanya keadaan yang
mendesak yaitu sehubungan akan berakhirnya IUP Eksplorasi yang dimiliki oleh
Penggugat dan dengan adanya Surat Edaran mengenai Penghentian Sementara
Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan, maka IUP
Eksplorasi Penggugat akan berakhir secara hukum dan Penggugat tidak akan
memperoleh izin baru lagi sampai berakhirnya Penghentian Sementara Penerbitan
IUP Baru.
Apabila penetapan tersebut tetap dilaksanakan, maka dikhawatirkan seluruh
investasi dan kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan oleh Penggugat akan
menjadi sia-sia dan menjadi terbengkalai serta mengalami kerugian yang lebih besar
lagi.
Terhadap gugatan sang pelaku usaha, Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon kemudian
menjatuhkan putusan sebagaimana tertuang dalam register Nomor 14/G/2014/PTUN.ABN.,
Tanggal 12 Agustus 2014 dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Penundaan:
- Menyatakan penundaan pelaksanaan obyek sengketa sebagaimana Penetapan
Nomor 14/G/2014/PTUN.ABN, tanggal 12 Agustus 2014 tetap berlaku sampai ada
putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap;
Dalam Pokok Sengketa:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Tergugat
berupa surat Keputusan Bupati Halmahera Tengah Nomor ... , tertanggal 11 Mei
2012, tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT. Karya
Wijaya:
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut keputusan tata usaha negara
yang diterbitkan oleh Tergugat berupa surat Keputusan Bupati Halmahera Tengah Nomor
... , tertanggal 11 Mei 2012, tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Eksplorasi PT. Karya Wijaya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat dan Tergugat II
Intervensi, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di atas kemudian dikuatkan
oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar lewat putusannya Nomor
182/B/2014/PT.TUN.MKS., Tanggal 21 Januari 2015.
Tergugat II Intervensi mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha
Negara Ambon pada Tanggal 2 April 2015, sedangkan pemberitahuan isi putusan
yang dimohonkan kasasi in casu Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Makassar Nomor 182/B/2014/PT.TUN.MKS. Tanggal 21 Januari 2015 telah dilakukan
pada Tanggal 17 Maret 2015. Dengan demikian, penerimaan permohonan kasasi tersebut
telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 46 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Oleh karena itu, permohonan kasasi dari
Pemohon Kasasi: PT. SEKAR PRATAMA MANDIRI tersebut, harus dinyatakan tidak
dapat diterima;
“Menimbang, bahwa oleh karena
permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima, maka Memori Kasasi tidak
relevan lagi untuk dipertimbangkan;
“M E N G A D I L I :
“Menyatakan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. SEKAR PRATAMA
MANDIRI, tersebut tidak dapat diterima.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.