LEGAL OPINION
Question: Sebetulnya jika diam-diam (tanpa izin) kantor,
ada karyawan yang menjual beberapa inventaris lama kantor ke pasar loak yang
tampaknya memang hanya sudah menjadi barang bekas teronggok di gudang kantor,
dan hasil penjualan barang-barang bekas itu ke pengepul tidak sampai puluhan
juta rupiah, apa tetap bisa ada ancaman pidananya jika dilaporkan?
Brief Answer: Dari contoh kasus yang pernah terungkap dan
terjadi dalam praktik peradilan, tampaknya menggelapkan aset perusahaan ataupun
suatu instansi yang dijual dengan nominal yang hanya beberapa juta Rupiah
sekalipun, tetap divonis pidana penjara hampir 1 tahun lamanya—sehingga tidak
boleh diremehkan ataupun disepelekan ancaman hukumannya.
Sekalipun inventaris milik institusi tersebut
menurut penilaian kita sudah tidak lagi dapat dipakai untuk operasional, namun
bukanlah menjadi alasan pembenar untuk menguasai secara ilegal atau bahkan
menjual barang milik pihak lain tanpa izin dan sepengetahuan pemiliknya.
Biasanya, pencurian maupun penggelapan bermula
dari aksi pencurian dan penggelapan secara “sedikit demi sedikit”, yang
kemudian berlanjut secara bertahap meningkat mencapai nilai nominal yang lebih
besar. Oleh karenanya, setiap aksi pencurian maupun penggelapan, tidak pernah
dapat dibenarkan oleh kesusilaan maupun oleh hukum.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang cukup mencerminkan dan patut mendapat perhatian, mengingat ancaman
sanksi vonis sebagai hukumannya, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk
putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana penggelapan register Nomor 442
K/PID/2017 tanggal 13 Juni 2017, dimana Terdakwa didakwa karena telah melakukan
dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan yang dilakukan oleh orang yang
penguasaannya terhadap barang dilakukan karena ada hubungan kerja atau karena
pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu, sebagaimana diatur dan
diancam pidana Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara dalam Dakwaan
Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah melakukan dengan sengaja dan
melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 372 KUHP.
Objek barang yang digelapkan Terdakwa merupakan Kotak Suara inventaris
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dimana Terdakwa menjadi salah satu pegawainya.
Terdakwa yang bertanggung-jawab memindahkan Kotak Suara dari gudang sewaan KPU
ke gudang yang lain untuk, justru memerintahkan pihak pengemudi truk pengangkut
Kotak Suara agar menyerahkan Kotak Suara yang diangkutnya kepada tempat penampungan
barang rongsokan rekanan Terdakwa.
Setibanya di tempat rongsokan, diturunkanlah 360 buah kotak suara dan 20
sak yang berisi sampul surat suara. Setelah dilakukan penimbangan oleh pembeli
barang, 360 buah kotak suara yang terbuat dari alumunium seberat 240 kg dihargai
senilai Rp12.000,00 per kilonya, sedangkan 20 sak yang berisi sampul surat
suara seberat 150 kg dihargai senilai Rp1.200,00 sehingga total uang yang
diterima Terdakwa dari penjualan ilegal demikian, sebanyak Rp3.060.000,00.
Beberapa tahun kemudian, ketika pihak KPU melakukan stok opname terhadap barang-barang di KPU Bojonegoro, barulah
diketahui ada barang-barang yang hilang berupa kotak suara, bilik suara, dan
surat suara, sehingga dilakukan pelaporan ke Polres Bojonegoro dan dari penyidikan,
akhirnya Terdakwa diamankan pihak berwajib.
Terhadap tuntutan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan
Negeri Bojonegoro Nomor 274/Pid.B/2016/PN.Bjn., tanggal 23 Januari 2017, dengan
pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
pledoi kuasa hukum Terdakwa poin c Majelis berpendapat bahwa Majelis sependapat
dengan pendapat yang disampaikan DR. M. Sholihuddin, S.H., M.H. yang
menerangkan bahwa perbuatan materiil sdr. DIDIK MURYANTO termasuk kategori tindak
pidana umum bukan tindak pidana korupsi, mengacu pada KUHP;
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa DIDIK MURYANTO Bin SAMAD telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘PENGGELAPAN’ sebagaimana
dakwaan Alternatif Kedua Penuntut Umum;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 9 (sembilan) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
tersebut, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur
Nomor 114/PID/2017/PT.SBY, tanggal 23 Februari 2017 yang amar lengkapnya
sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari Penasihat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut
Umum tersebut;
2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor
274/Pid.B/2016/PN.Bjn tanggal 23 Januari 2017 yang dimintakan banding tersebut;
3. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
Baik pihak Jaksa Penuntut maupun pihak Terdakwa, masing-masing mengajukan
upaya hukum kasasi. Adapun pokok keberatan yang diajukan oleh pihak Terdakwa,
ialah bahwa laporan barang yang hilang sebanyak 14.292 bilik suara, 970 kotak
suara, dan 15 karung surat suara, namun yang terungkap hanya 125 bilik suara,
sehingga ini jauh dari fakta yang sebenarnya.
Terdakwa justru menuding Pejabat KPU Bojonegoro yang korup, yang mana
menurut laporan polisi pada tanggal 22 Maret 2016, KPU Kehilangan 14.292 buah bilik
suara, 970 kotak suara dan 15 karung surat suara, sedangkan fakta yang
terungkap di persidangan bahwa Terdakwa hanya didakwa menggelapkan 300 buah
bilik suara, yang secara tidak langsung membuktikan bahwa ada kejahatan
terorganisir secara lebih besar dibalik semua fakta itu. Sedangkan pelaku yang
sebenarnya sampai sekarang tidak terungkap dan tidak diungkap. Tetap saja, selentingan
fakta yuridis demikian tidak dimaknai Terdakwa bebas untuk melakukan tindak
kejahatan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa
tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan kasasi Penuntut
Umum dan Terdakwa tidak dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:
- Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Judex
Facti Pengadilan Negeri yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan, dan menjatuhkan
pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan,
telah tepat dan telah menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya;
- Bahwa putusan Judex Facti telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan
secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di muka
sidang, yaitu Terdakwa selaku PNS yang diperbantukan pada KPU Bojonegoro telah
mengangkut beberapa truk kotak suara dan surat suara dari Gudang Kapas ke
Kantor KPU, namun dalam perjalanan ternyata Terdakwa telah menjual kotak suara
dan bungkus surat suara tersebut ke tempat barang rongsokan di Jalan ... di
sebelah utara Stadion Bojonegoro, untuk penjualan lembaran aluminium kotak
suara dan kertas wadah sampul surat suara Terdakwa memperoleh uang keseluruhannya
sebesar Rp3.060.000,00 (tiga juta enam puluh ribu rupiah);
- Bahwa selain itu alasan kasasi Penuntut Umum dan Terdakwa berkenaan dengan
penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang sesuatu kenyataan.
Hal tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa tersebut
harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / PENUNTUT UMUM pada
KEJAKSAAN NEGERI BOJONEGORO tersebut;
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa DIDIK MURYANTO
bin SAMAD tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.