LEGAL OPINION
Question: Dulu sudah pernah ada putusan dari Pengadilan
Negeri (perkara perdata), yang mana hakim memberi putusan bahwa bidang tanah
ini adalah milik keluarga kami. Saat ini bila kami hendak membuat sertifikat
tanah untuk bidang tanah ini, apa ada kemungkinan sertifikat tanah kami nantinya
digugat lagi ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) oleh mereka?
Brief Answer: Agar sebaiknya masyarakat awam hukum saat kini
dapat bersikap lebih cerdas dan arif, jangan lagi tergiur oleh harapan semu
bernama “gugat-menggugat” yang bisa jadi hanya memperkeruh keadaan yang justru “merugi
dua kali” sekaligus membuka aib pribadi. Perkara terkait hak-hak keperdataan
yang telah diberi status hukum oleh Pengadilan Negeri (perkara perdata), maka
tiada lagi dapat dibenarkan niat untuk mengamputasi putusan perkara perdata
dengan pengajukan gugatan ke hadapan PTUN dengan menggeser isu menjadi seolah
sengketa tata usaha negara. Sekalipun gugatan ke PTUN akan ditolak untuk
dikabulkan, tetap saja membuat repot pihak Tergugat.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan
konkret yang cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS
rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tata usaha negara register Nomor 483
K/TUN/2017 tanggal 7 November 2017, perkara antara:
1. MUH. SATRIA AGUNG, S.H.; 2.
Ir. FAHRIADI, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat I &
II; melawan
I. KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KOTA MAKASSAR; II. PT. CLARIMOND ASTRO MAKASSAR, selaku Termohon Kasasi I, II
dahulu Tergugat & Tergugat II Intervensi.
Penggugat mengajukan gugatan ke hadapan PTUN, dengan objek gugatan berupa
dua buah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama Tergugat II Intervensi,
yang Penggugat klaim bahwa kedua SHGB tersebut berdiri diatas bidang tanah
milik Penggugat.
Penggugat mencoba melaporkan Tergugat II Intervensi kepada pihak
berwajib, dan setelah dilakukan penyidikan, pihak kepolisian mengungkap fakta
adanya putusan perkara perdata yang sebelumnya telah terbit terkait hak atas
tanah yang dijadikan objek laporan. Meski Penggugat menyadari sepenuhnya telah
terbit putusan perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) berisi status hukum pihak yang
paling berhak atas bidang tanah, namun pihak Penggugat tetap mengajukan gugatan
ini.
Meski Tergugat I selaku Kantor Pertanahan hanya menindak-lanjuti putusan
perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap, pihak Penggugat tetap
bersikukuh hendak membatalkan kedua SHGB dimaksud. Dalam bantahannya pihak
Tergugat I menambahkan, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili
perkara ini, oleh sebab klaim pihak Para Penggugat sudah menyangkut mengenai “sengketa
kepemilikan”, perjanjian dan adanya wanprestasi, sehingga sepatutnya diperiksa
di Pengadilan Negeri.
Pihak Kantor Pertanahan untuk itu mengurip kaedah Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI Nomor 88 K/TUN/1993 tanggal 7 September 1994, yang berisi kaedah hukum:
“Meskipun sengketa itu terjadi akibat
dari adanya Surat Keputusan Pejabat,
tetapi jika dalam perkara tersebut menyangkut pembuktian hak kepemilikan atas
tanah, maka gugatan atas sengketa tersebut harus diajukan terlebih dahulu ke
peradilan umum karena jelas sudah merupakan sengketa perdata.”
Gugatan Penggugat juga dinilai rancu (obscuur
libel), sebab Para Penggugat mendalilkan adanya kesalahan administrasi
dalam proses penerbitan sertipikat yang kini menjadi objek perkara, namun
Penggugat tidak dapat merinci kesalahan mana yang telah dilanggar dalam proses
penerbitan sertipikat hak atas tanah.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar kemudian
menjatuhkan putusan sebagaimana tertuang dalam register Nomor 70/G/2016/PTUN.MKS
tanggal 28 November 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Menyatakan Eksepsi Tergugat diterima;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat I dan Penggugat II, tidak diterima.”
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Para Penggugat,
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di atas kemudian dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar lewat putusannya Nomor 50/B/2017/PT.TUN.MKS
tanggal 22 Mei 2017.
Pihak Pengguat kembali mengajukan upaya hukum berupa kasasi, dengan pokok
keberatan bahwa tindakan Tergugat I selaku Kantor Pertanahan tersebut telah
bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik khususnya, azas
ketelitian, kecermatan, kehati-hatian, serta azas kepastian hukum oleh karena
seharusnya Tergugat bertindak cermat dan berhati-hati dalam menyelidiki apakah
permohonan Sertipikat Hak Guna Bangunan dimohonkan oleh pihak yang benar-benar
berhak mengajukannya.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut
tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Judex Facti sudah benar dan tidak salah
dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan:
“Bahwa Penggugat tidak
memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan, karena hak atas tanah
sudah ditetapkan oleh putusan peradilan perdata yang berkekuatan hukum tetap;
“Bahwa di samping itu
alasan-alasan tersebut pada hakikatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang
bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa Putusan Judex Facti
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: MUH. SATRIA AGUNG, S.H.
dan kawan tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi 1 : MUH. SATRIA AGUNG, S.H. dan Pemohon Kasasi 2 : Ir.
FAHRIADI tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.