LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya di Indonesia ada aturan atau undang-undang
yang melarang warga negaranya untuk berperilaku yang menunjukkan suatu sikap
permusuhan atau kebencian (diskriminasi) terkait ras, golongan, atau terhadap
etnik tertentu?
Brief Answer: Sudah lama terdapat undang-undang yang mengatur
ancaman pidana karena melakukan suatu diskriminasi ras dan etnis, meski masih
diragukan penerapan dan kesungguhan hatinya untuk melindungi ras maupun kaum
minoritas. Undang-Undang dengan ancaman pidana tersebut, tampaknya hanya tajam
untuk manuver-manuver yang menyerempet kegiatan politik semata.
Bukti sederhananya, begitu banyak perilaku yang
mempertontonkan sikap segregasi berdasarkan agama dan warna kulit di berbagai
wilayah di Indonesia, namun undang-undang tersebut tidak pernah tampil untuk
melindungi warga minoritas, sehingga motif keberlakuannya patut dipertanyakan
keseriusan serta kesungguhan hati aparaturnya—sehingga menjadi “ambigu” jika Undang-Undang
demikian justru diberlakukan terhadap tindak pidana terkait politik.
Salah satu contoh nyata warga negara Indonesia yang
pernah mengeyam pemberlakuan Undang-Undang dimaksud, ialah seorang pemuka agama
yang menyebut salah satu petinggi negara Indonesia sebagai pengikut Partai K0munis
Indonesia (PKI), dimana kita tahu bahwa PKI ialah masalah ideologi, bukan
terkait ras ataupun etnis yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan masalah
ideologi PKI namun undang-undang dan ancaman pidananya demikian tetap juga
diberlakukan—seolah tidak ada ancaman pidana dalam undang-undang terkait
pemilihan umum (Pemilu) sebagai opsi yang paling rasional dan relevan,
sekalipun fitnah demikian memang diakui harus mendapat sanksi hukuman pidana yang
menjerakan agar tidak menjadikan hoax
yang mendiskreditkan sebagai suatu kelaziman.
Hampir sukar dijumpai kasus-kasus dimana etnis
ataupun ras minoritas mem-bully kaum
mayoritas, oleh karena itu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis semetinya mengusung semangat
perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak kaum minoritas di Republik Indonesia
yang pluralistis dan majemuk latar belakangnya, namun demikian ternyata dalam
implementasinya jauh diluar espektasi—justru dijadikan semacam tindak pidana
terkait “politik”.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkret
tersebut sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah
Agung RI perkara pidana “berbau” politis, register Nomor 1167 K/PID.SUS/2018
tanggal 7 Juni 2018, dimana Terdakwa dituntut sebagai telah bersalah melakukan
perbuatan tindak pidana “ujaran kebencian” (menyebarkan hoax dapat dikategorikan sebagai “ujaran kebencian” sebagai motif
utama dibalik modus penyebaran hoax),
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis—yang mana bila kita menelisik
kronologinya, lebih tepat bila disebut sebagai pemidanaan terkait “politik”,
sama sekali tiada unsur “ras” ataupun “etnis” sebagaimana undang-undang
yang dirujuk sebagai dasar pemidanaan oleh hakim maupun oleh pihak Jaksa
Penuntut.
Terhadap tuntutan demikian,
yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 2664/Pid.Sus/2017/PN.Sby
tanggal 13 Desember 2017, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Drs. ALFIAN TANJUNG, M.Pd. alias ALFIAN alias
ALFIAN TANJUNG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana ‘Menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan
diskriminasi Ras dan Etnis’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karenanya kepada Terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun;
3. Memerintahkan Terdakwa ditahan;
4. Menetapkan lamanya masa penahanan yang pernah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Dalam tingkat Banding, yang
menjadi putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 19/PID.SUS/2018/PT.SBY
tanggal 20 Februari 2018, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum
tersebut;
2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 13 Desember
2017, Nomor 2664/Pid.Sus/2017/PN.Sby., yang dimintakan banding tersebut;
3. Memerintahkan agar masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada tahanan.”
Baik Jaksa Penuntut maupun pihak Terdakwa, sama-sama mengajukan upaya
hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi
II / Terdakwa tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
Terhadap alasan kasasi Penuntut
Umum:
“Bahwa alasan kasasi Penuntut
Umum tidak dapat dibenarkan karena judex facti telah mempertimbangkan dengan
benar dan seksama baik mengenai fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan
setelah dihubungkan dengan dakwaan Penuntut Umum maupun mengenai aspek-aspek yang
berhubungan dengan pemidanaan Terdakwa, termasuk keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan Terdakwa; oleh sebab itu judex facti tidak salah dalam
menerapkan hukum atau telah menerapkan hukum sebagaimana mestinya dan judex
facti juga telah melaksanakan peradilan menurut cara yang ditentukan
undang-undang;
“Bahwa lagi pula keberatan
kasasi Penuntut Umum pada hakikatnya berkenaan dengan berat-ringannya pidana
yang dijatuhkan kepada Terdakwa, sedangkan ukuran mengenai pidana yang
dijatuhkan tersebut merupakan wewenang judex facti untuk menentukannya dan
tidak tunduk pada penilaian pada pemeriksaan tingkat kasasi;
“Bahwa meskipun berat-ringannya
pidana yang dijatuhkan pada prinsipnya merupakan wewenang judex facti, akan
tetapi bila ada fakta relevan yang memberatkan atau meringankan Terdakwa belum dipertimbangkan
judex facti atau judex facti tidak cukup mempertimbangkan mengenai hal
tersebut, Mahkamah Agung dapat memperbaiki pidana yang dijatuhkan kepada
Terdakwa. Namun dalam perkara ini judex facti sudah cukup mempertimbangkan
mengenai hal-hal memberatkan dan meringankan sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf f
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), serta pidana yang dijatuhkan juga sudah
tepat;
Terhadap alasan kasasi Terdakwa:
“Bahwa alasan kasasi Terdakwa
tidak dapat dibenarkan karena judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum.
Judex facti telah mempertimbangkan dengan benar mengenai pembuktian unsur-unsur
tindak pidana dari dakwaan Penuntut Umum yang terbukti berdasarkan fakta-fakta
hukum yang terungkap di persidangan;
“Bahwa kata-kata dan ucapan
Terdakwa yang dilontarkan dalam ceramah di Masjid Mujahidin Jalan Perak Barat
Surabaya pada tanggal 26 Februari 2017, telah mengandung stigmatisasi
penghinaan, hasutan dan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan
ras dan etnis;
“Bahwa Terdakwa dalam
menyampaikan aspirasi tentang kebangkitan komunisme / PKI di
Indonesia melalui ceramah dengan tema menghadapi invasi PKI / PKC juga telah
menuduh orang lain termasuk menyebut beberapa tokoh tanpa disertai dan
didukung dengan bukti yang cukup dan akurat, sehingga perbuatan Terdakwa
tersebut mengandung rasa kebencian kepada pihak lain; [Note SHIETRA & PARTNERS: Yang
cukup ambigu, dimana korelasinya antara fitnah penyebutan / menuding seseorang
tokoh politik sebagai “PKI” dan diskriminasi terhadap “ras” dan “etnis”, bila
ras dan etnis si pelaku dan korbannya saja berasal dari ras dan etnis yang sama? Ras dan etnis
merupakan fakta-faktuil dari seseorang warga yang diperlakukan secara diskriminatif.
Putusan di atas seolah hendak menyatakan, bahwa betul sang tokoh yang dituding
oleh Terdakwa adalah seorang PKI, sama sekali bukan sebuah fitnah.]
“Bahwa perbuatan Terdakwa tersebut
merupakan tindak pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 16 juncto
Pasal 4 b angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis;
“Bahwa keberatan kasasi
Terdakwa juga tidak dapat dibenarkan karena perbuatan Terdakwa tersebut tidak
tepat menurut hukum untuk dinilai sebagai perbuatan yang melaksanakan perintah
undang-undang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 KUHP;
“Bahwa dengan demikian, judex
facti / Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Sidoarjo yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana ‘Menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang
lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis’, sudah tepat dan
benar dalam pertimbangan dan putusannya a quo;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut dan ternyata pula putusan judex facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi Penuntut
Umum dan Terdakwa tersebut dinyatakan ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Tanjung Perak dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa Drs. ALFIAN
TANJUNG, M.Pd. alias ALFIAN alias ALFIAN TANJUNG tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.