LEGAL OPINION
Question: Bukankah perusahaan seperti PT (Perseroan
Terbatas) adalah badan hukum yang artinya subjek hukum yang berdiri sendiri,
terpisah dari tanggung-jawab pemilik sahamnya? Jika secara perdata saja si pemegang
saham PT maupun pengurusnya dapat silih-berganti dan yang memiliki “hak serta
kewajiban” ialah badan hukum PT itu sendiri, bagaimana dari segi hukum
pidananya, apa bisa mengancam pribadi orang yang menjabat sebagai pengurus
ataupun sebagai pemegang saham pengendali?
Brief Answer: Kerapnya disalah-gunakan lembaga hukum seperti
Perseroan Terbatas, membuat kalangan penegak hukum mulai bersikap lebih
rasional dengan menerapkan prinsip “piercing
the corporate veil” (menyingkap tabir perseroan, sehingga konsepsi klasik
badan hukum diterobos kebekuan yuridisnya), yang bukan hanya dapat diberlakukan
dalam konteks perdata, namun juga konteks pidana bagi pihak pengurus maupun
pemilik badan hukum bersangkutan yang dijadikan “kendaraan” (wadah) bagi aksi korporasi
yang “bermanuver” bisnis secara ilegal, sekalipun secara konseptual teori
memang badan hukum dihitung sebagai subjek hukum mandiri yang manunggal.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
tepat kiranya secara relevan dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan
Mahkamah Agung RI perkara pidana korporasi register Nomor 133 K/PID.SUS/2015
tanggal 29 September 2015, dimana yang menjadi Terdakwa ialah seorang pemilik
PT. Farber Jaya Abadi, karena telah dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki ijin edar, sebagaimana
sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 197 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Bermula ketika pihak Kepolisian mendapat informasi dari
masyarakat tentang adanya pengemasan kosmetik tanpa ijin,
maka berangkat dari danya informasi tersebut, Petugas Kepolisian melakukan penyelidikan
dan mendapatkan keterangan adanya salah satu gudang di Surabaya yang digunakan
untuk pengemasan kosmetik, selanjutnya Petugas melakukan penggeledahan di dalam
gudang milik Hariyanto Wilopo selaku Terdakwa dalam perkara ini, dan
diketemukan barang bukti berupa 1.750 botol Conditioner, 1.000 botol Bath Foam,
1.275 botol Mouth, 850 botol Lotion, 25 botol Bath Foam Dehail, 69 botol Body
Lotion, ½ drum shampo kuning lavender, ¼ drum Conditioner Lavenderminth, 1 drum
Bath Gel Bening Greentea, ½ drum shampo Lavendermint, 1 drum Jojoba, 2 buah
mesin shampo alat ukur isi botol dan 1 karung botol kecil.
Dalam pemeriksaan, Terdakwa selaku
pemilik Perseroan Terbatas bernama PT. FARBER JAYA ABADI
menerangkan sebagai wiraswasta yang bergerak dalam bidang mengemas dan
mengedarkan industri kosmetik, berupa sebanyak 8 produk mulai dari Sabun,
Shampo, Conditioning Shampo, Conditioner, Bath Foam, Shower Gel, Body Lotion
dan Mothwash.
Terdakwa menerangkan bahwa
dalam mengedarkan kosmetik tersebut, tidak dilengkapi izin yang sah dari Balai
POM RI sedangkan bahan kosmetik tersebut tidak diproduksi sendiri,
melainkan Terdakwa membeli dari BUDI GINARDI GUNTORO, S.E. (dijadikan Terdakwa dalam
berkas terpisah) selaku pemilik UD. CITRA WANGI MANDIRI, maka berdasarkan keterangan
tersebut kemudian dilakukan penggeledahan terhadap UD. CITRA WANGI MANDIRI
milik BUDI GINARDI GUNTORO, S.E., yang ternyata benar didapati kegiatan proses produksi
kosmetik, adapun barang bukti yang didapat adalah 30 kg bahan baku shampo,
sebuah corong, sebuah saringan, sebuah teko plastik, sebuah gayung, sebuah
jerigen berisi 20 liter bahan setengah jadi shampo, sebuah mesin mixer, 2 dua
buah jerigen berisi shampo sudah jadi masing-masing 25 kg, sebuah Jerigen
berisi 1 kg body lotion, sebuah jerigen berisi 2 kg conditioner dan 1 karung
garam seberat 20 kg.
Keseluruh bahan tersebut dibawa
ke Polrestabes Surabaya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ahli dari
Badan POM RI menerangkan, barang bukti tersebut ternyata tidak memiliki Izin
Edar, bahkan belum terdaftar di Badan POM RI.
Dalam Dakwaan Alternatif Kedua,
Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu, sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 196 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Terhadap tuntutan yang diajukan
pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 493/Pid.B/2012/PN.Sby.
tanggal 22 Oktober 2012, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa HARIYANTO WILOPO terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana ‘TANPA IJIN MENGEDARKAN KOSMETIKA’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama
5 (lima) bulan;
3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian
hari Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana lain dalam putusan
hakim sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhir telah
melakukan perbuatan yang dapat dihukum.”
Dalam tingkat banding, yang
menjadi putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal
16 Desember 2013, menganulir “pidana masa percobaan”, dengan pertimbangan hukum
serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa namun
demikian Majelis Hakim Pengadilan Tinggi kurang sependapat mengenai pidana yang
dijatuhkan, karena terlalu ringan mengingat Terdakwa telah melakukan dengan
sengaja, agar Terdakwa menjadi jera sehingga tidak akan mengulangi lagi dan
kemungkinan besar tidak ditiru oleh orang lain;
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum;
- Merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya, tanggal 22 Oktober 2012 Nomor
493/Pid.B/2012/PN.Sby, yang dimintakan banding sekedar mengenai penjatuhan
pidananya, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa HARIYANTO WILOPO terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘§TANPA IJIN MENGEDARKAN KOSMETIKA’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara
selama 5 (lima) bulan.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa sebagaimana
terungkap dalam fakta persidangan, Terdakwa bukanlah produsen ataupun pembuat
kosmetik, melainkan hanya sekadar sebagai pihak pengemas saja sesuai dengan
permintaan konsumen (hotel-hotel berbintang) yang hanya dipakai di lingkungan
internal hotel-hotel dimaksud, sama sekali tidak dijual kepada umum / khalayak
ramai.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI) berupa tiga Laporan Pengujian BPOM,
ternyata secara keseluruhannya menyatakan bahwa terhadap isi dari produk
yang dikemas oleh Terdakwa dinyatakan “memenuhi syarat” alias layak edar
sekalipun belum dibekali izin edar, dengan kata lain tidak ditemukan suatu
kandungan yang dapat membahayakan / merugikan kesehatan manusia / para
pemakainya.
Singkatnya, urai Terdakwa, dirinya bukanlah pihak produsen, namun hanya sekadar
pihak “pengemas”, sesuai dengan pesanan hotel-hotel, serta isi dari kemasan
tersebut dinyatakan tidak berbahaya dan tidak merugikan kesehatan manusia. Terdakwa
pun menyatakan bersedia melakukan introspeksi untuk tunduk mengikuti prosedur
sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang kesehatan dan
keamanan kosmetik.
Oleh karenanya sesuai dengan tujuan hukum, salah satunya adalah melakukan
pembinaan hukum bagi masyarakat, maka dipandang sangatlah berat apabila terhadap
Terdakwa dijatuhi vonis pidana badan berupa menjalani hukuman pidana penjara,
demikian Terdakwa menguraikan pembelaan dirinya.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan korektif, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi
Pemohon Kasasi / Terdakwa tidak dapat dibenarkan walaupun Judex Facti
Pengadilan Negeri Surabaya dan Judex Facti Pengadilan Tinggi Surabaya telah
salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa;
“Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan
Tinggi Surabaya Nomor 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal 16 Desember 2013 yang
merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal
22 Oktober 2012 sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa dari pidana
penjara selama 5 (lima) bulan dengan masa percobaan 8 (delapan) bulan dalam
putusan Pengadilan Negeri Surabaya menjadi pidana penjara selama 5 (lima) bulan
dalam putusan Pengadilan Tinggi Surabaya karena Terdakwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana tanpa izin mengedarkan kosmetika, dibuat berdasarkan
pertimbangan hukum yang benar, kecuali kualifikasi tindak pidana dan
pidananya;
“Bahwa Terdakwa telah terbukti
melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang diedarkan ke
hotel-hotel pemesan dengan telah dikemas dan dilabel sesuai permintaan hotel
yang bersangkutan yang bahan sediaan farmasi tersebut diperoleh Terdakwa dari
UD. Citra Wangi Mandiri Sidoarjo milik Budi Gunardi, S.E., yang juga tidak
mempunyai ijin produksi;
“Bahwa Judex Facti salah
menerapkan hukum dalam penjatuhan pidana terhadap Terdakwa karena hanya
menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa, padahal ancaman pidana terhadap
pelanggaran Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 bersifat kumulatif,
pidana penjara dan pidana denda;
“Bahwa penjatuhan pidana dalam
perkara a quo dengan dasar pertimbangan manfaat bagi negara dan Terdakwa, lebih
tepat dijatuhi pidana percobaan dan denda yang ditentukan dalam jumlah yang
cukup sebagai hukuman atas perusahaan Terdakwa yang ilegal
yang terhindar dari kewajiban membayar pajak;
“Menimbang, bahwa dengan
demikian putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal
16 Desember 2013 yang merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 22 Oktober 2012, harus diperbaiki sekedar
mengenai pidana penjara dan pidana denda yang dijatuhkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
tersebut harus ditolak dengan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi
tersebut di atas;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa: HARIYANTO
WILOPO tersebut;
- Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 556/PID/2013/PT.SBY.
tanggal 16 Desember 2013 yang merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 22 Oktober 2012 sekedar mengenai pidana penjara
dan pidana denda yang dijatuhkan sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai
berikut:
1. Menyatakan Terdakwa HARIYANTO WILOPO terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana ‘TANPA IJIN MENGEDARKAN KOSMETIKA’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama
5 (lima) bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka
diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali
jika dikemudian hari Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana lain
dalam putusan hakim sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhir
telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum.”
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS : Menjadi pertanyaan yang cukup menarik, apakah
artinya pidana “masa percobaan” demikian hanya berlaku bagi “pidana badan”
(penjara / kurungan), ataukah juga diberlakukan terhadap “pidana denda”?
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.