LEGAL OPINION
Question: Hukuman berupa masa percobaan dalam vonis pidana,
itu hanya bisa dijatuhkan dalam perkara tindak pidana ringan, atau seluruh
jenis pasal kejahatan bisa juga dijatuhkan pidana masa percobaan? Apakah si
terdakwa harus bayar ganti-rugi ke korban pelapor, untuk bisa dapat putusan
pidana masa percobaan?
Brief Answer: Bila merujuk norma dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, yang menjadi patokan utama untuk “dapat” dijatuhkan pidana masa
percobaan, bukanlah besar “lamanya” ancaman hukuman penjara dalam rumusan pasal
delik yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut, namun dari besar “lamanya” vonis
pidana penjara ataupun pidana kurungan dalam amar putusan, yakni paling lama
penjara / kurungan selama satu tahun.
Yang patut disayangkan, restitusi terhadap
pemulihan hak-hak korban, menurut kaedah KUHP hanya diterapkan sebatas hakim
“dapat” menghukum terpidana masa percobaan untuk sekaligus juga diwajibkan
membayar ganti-rugi bagi korban pelapor—yang bila dimaknai dari terminologi
hukum, artinya dapat saja dihukum bayar ganti-rugi dan juga dapat saja tidak.
PEMBAHASAN:
Pasal 14A Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP):
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun
atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam
putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah
dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan
lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa
percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena
terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang
mungkin ditentukan dalam perintah itu.
(3) Jika hakim tidak menentukan
lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan
cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk
dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana,
dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan
yang menjadi alasan perintah itu.
Yang menjadi “syarat khusus”
sebagaimana dimaksud dalam pasal sebelumnya, salah satunya diurai dalam kaedah Pasal
14C Ayat (1) KUHP:
“Dengan perintah yang dimaksud
pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum
bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat
menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang
lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau
sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.”
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang cukup relevan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan
lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana pengrusakan terhadap barang register
Nomor 268 K/PID/2012 tanggal 2 Agustus 2012, dimana yang menjadi Terdakwa ialah
tujuh orang anggota Sat-Pol Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pekanbaru, dengan
dakwaan telah “di muka umum bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap barang”,
sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasrkan Pasal 170 Ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Bermula atas perintah Terdakwa I selaku Kepala Sat Pol PP Kota Pekanbaru
dengan membawa 7 Terdakwa lainnya yang merupakan Anggota Satpol PP, datang ke
areal kebun bibit tanaman kelapa sawit milik PT. Panca Surya Garden. Setibanya,
Terdakwa I marah-marah kepada pegawai PT. Panca Surya Garden karena merasa
tanah tersebut miliknya, kemudian secara bersama-sama para Terdakwa melakukan
perbuatan kekerasan terhadap barang milik PT. Panca Surya Garden berupa pondok sehingga
menjadi merusak serta mencabut dan menendang 160 bibit tanaman kelapa sawit
dengan menggunakan tangan dan kaki.
Selanjutnya para Terdakwa membawa 3 batang bibit kelapa sawit yang telah
mereka cabut tersebut, ke Kantor Sat Pol PP Pekanbaru. Akibat perbuatan para Terdakwa,
menyebabkan PT. Panca Surya Garden mengalami kerugian sekira Rp. 25.000.000.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, para Terdakwa didakwa karena
telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan
sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat
dipakai lagi atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
adalah milik orang lain, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406
ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1
KUHP.
Adapun yang menjadi tuntutan pihak Jaksa, ialah agar para Terdakwa
dihukum pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun. Meski demikian,
yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Bangkinang yang tertuang dalam
register perkara Nomor 28/Pid.B/2011/PN.Bkn., tanggal 22 Juni 2011, dengan amar
sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa I. Indra Kesuma, Terdakwa II. Muslim Bin Hasan Basri,
Terdakwa III. Jurindo Bin Roesmanoer, Terdakwa IV. Juli Saputra Bin Miswari,
Terdakwa V. Budi Febri Satria Bin Fajar Siddik Siregar, Terdakwa VI. Muhammad
Irfan Bin Abdul Muthalib dan Terdakwa VII. Poni Wahyudi Bin Darsim, telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan ‘Di
muka umum secara bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap barang’;
2. Memidana Para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara:
- Terdakwa I selama 8
(delapan) bulan;
- Terdakwa II sampai dengan
Terdakwa VII masing-masing selama 6 (enam) bulan;
3. Memerintahkan pidana tersebut tidak usah dijalani Terdakwa I,
kecuali dikemudian hari dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum yang tetap Terdakwa
I diberikan perintah lain atas alasan Terdakwa I sebelum masa percobaan 1
(satu) tahun berakhir telah bersalah melakukan tindak pidana;
4. Memerintahkan pidana tersebut tidak usah dijalani Terdakwa II
sampai dengan Terdakwa VII, kecuali dikemudian hari dengan putusan hakim yang berkekuatan
hukum yang tetap Terdakwa II sampai dengan Terdakwa VII diberikan perintah lain
atas alasan Terdakwa II sampai dengan Terdakwa VII sebelum masa percobaan 10
(sepuluh) bulan berakhir telah bersalah melakukan tindak pidana.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru
Nomor 190/PID.B/2011/PTR., tanggal 2 Nopember 2011, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum tersebut di atas;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bangkinang Nomor
28/PID.B/2011/PN.BKN tanggal 22 Juni 2011 yang dimintakan banding.”
Pihak Jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum kasasi,
dengan pokok keberatan bahwa pengadilan dalam menjatuhkan putusan “masa
percobaan” tersebut kurang memperhatikan keadaan-keadaan memberatkan yang
dilakukan para Terdakwa, sebagaimana disyaratkan kaedah Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 03 Tahun 1974, mengatur bahwa putusan-putusan Pengadilan Negeri / Tinggi
kadang-kadang yang tidak disertai dengan pertimbangan yang dikehendaki oleh
Undang-Undang, tidak atau kurang adanya pertimbangan / alasan-alasan; ataupun
alasan-alasan yang kurang jelas, sukar dimengerti ataupun bertentangan satu
sama lain, dapat menimbulkan sebagai suatu kelalaian dalam acara (vormverizium), oleh karena itu dapat
menimbulkan batalnya putusan Pengadilan Negeri / Pengadilan Tinggi oleh
Mahkamah Agung dalam putusan kasasi.
Begitu pula norma dalam yurisprudensi berupa putusan
Mahkamah Agung Regno : 24 K/Pid/1984 tanggal 17 Maret 1984, menegaskan bahwa
putusan pengadilan yang tidak memuat atau memperhatikan hal-hal tentang keadaan
yang memberatkan dan meringankan Terdakwa, bertentangan dengan norma KUHAP,
oleh karenanya batal demi hukum.
Terdakwa I menyuruh para Terdakwa lainnya datang
ke lokasi, untuk merebahkan serta mencabut tanaman sawit, sehingga kemudian para
Terdakwa menendang, mencabut dan membawa 3 batang sawit ke kantornya Terdakwa I
menyatakan 3 batang sawit tersebut untuk barang bukti, bersikap seolah-olah
diri mereka adalah seorang polisi, hakim, sekaligus eksekutornya dalam
menghadapi warga sipil.
Terdakwa I bekerja sebagai Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja dan dimana para Terdakwa lainnya bekerja sebagai Anggota Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Pekanbaru. Para Terdakwa datang ke lokasi dengan menggunakan
mobil patroli dan berpakaian dinas tanpa atribut. Sementara yang
menanam tanaman sawit tersebut adalah pihak PT. Panca Surya Garden selaku
korban pelapor.
Para Terdakwa melakukan pengrusakan tersebut di
atas lahan sawit yang ditanam oleh PT. Panca Surya Garden seluas 2 hektar dengan
cara mencabut pohon kelapa sawit. Penyebab terjadinya pengrusakan terhadap
tanaman sawit tersebut, oleh karena Terdakwa I mengklaim lahan tersebut adalah Terdakwa
I. Perbuatan main hakim sendiri dengan menyalah-gunakan wewenangnya selaku
Kepala Sat-Pol PP yang memerintahkan para anggota Sat-Pol PP Pemerintah Daerah
setempat, sudah sepatutnya dinilai sebagai faktor pemberat hukuman, disamping
perlu adanya pidana tambahan berupa pemberhentian dengan tidak hormat pihak
yang bersangkutan dari jajaran pegawai Pemda.
Adapun pengukuran terhadap lahan dilakukan pada
tanggal 25 Mei 2010 atas permohonan dari pihak Kepolisian, dimana berdasarkan hasil
pengukuran HGB tanggal 14 Agustus 1996 tersebut ternyata memang masuk ke dalam areal
Sertifikat Hak Guna Bangunan milik PT. Panca Surya Garden. Pihak PT. Panca
Surya Garden selaku pemilik kebun, tidak pernah memberikan izin kepada para
Terdakwa untuk mencabuti tanaman sawit.
Tanaman sawit yang telah tercabut tidak bisa
ditanami lagi. Akibat perbuatan para Terdakwa, pihak PT. Panca Surya Garden
mengalami kerugian. Salah satu keadaan yang semestinya turut memberatkan, ialah
para Terdakwa menyalahg-gunakan pula jabatannya selaku Satpol PP, lengkap
dengan mobil dinas dan pakaian seragam Satpol PP untuk kepentingan sengketa
pribadi terhadap korban selaku warga sipil.
Jaksa untuk itu merujuk kaedah yurisprudensi putusan
Mahkamah Agung RI tanggal 7 Januari 1979 No. 471 K/Kr/1979, yang menyatakan
bahwa seharusnya sebuah putusan dari Majelis Hakim haruslah mengandung 4 aspek,
antara lain:
-
Dari segi Edukatif, jelas hukuman yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan dinilai
belum memberikan dampak positif guna mendidik Terdakwa khususnya masyarakat
pada umumnya dalam perkara yang sama;
-
Dari segi Preventif, hukuman tersebut belum dapat dijadikan sebagai senjata
pamungkas dalam membendung Terdakwa khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
tidak mengulang kembali kejahatan ataupun pelanggaran yang sama;
-
Dari segi Korektif, hukuman yang telah dijatuhkan belum berdaya guna dan
berhasil guna bagi diri para Terdakwa khususnya dan bagi masyarakat umumnya
untuk dijadikan acuan dalam mengoreksi penyimpangan perilaku sosial yang telah
dilakukannya;
-
Dari segi Represif, hukuman tersebut belum mempunyai pengaruh untuk diri
Terdakwa supaya ia bertobat dan tidak mengulangi kembali perbuatannya.
Berbagai keadaan sesuai fakta yang terungkap dalam
persidangan, khususnya hal-hal yang memberatkan yang melatar-belakangi tindakan
atau perbuatan Terdakwa, haruslah juga menjadi acuan bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan
vonis putusan. Adapun hal-hal yang memberatkan bagi diri Terdakwa yang seharusnya
dijadikan pula sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan vonis, antara lain:
-
Perbuatan para Terdakwa merugikan masyarakat sipil serta meresahkan masyarakat;
-
Para Terdakwa sebagai Kepala dan Anggota Satuan Polisi Pamong Praja yang seyogianya
bertugas dan bertanggung-jawab menciptakan serta menjaga ketertiban umum, justru
melakukan perbuatan yang bertolak belakang dengan jabatannya tersebut, yaitu “main
hakim sendiri” hingga membuat ketertiban umum menjadi terganggu;
- Merusak
nama baik lembaga tempatnya bernaung;
-
Para Terdakwa memberi teladan yang buruk bagi masyarakat, karena “mengangkangi”
proses hukum;
-
Para Terdakwa tidak menyesali perbuatannya.
Dengan adanya keadaan-keadaan memberatkan atas
perbuatan yang dilakukan para Terdakwa, menjadi tidak patut ketika Majelis
Hakim menjatuhkan hukuman “masa percobaan” terhadap perbuatan yang telah
dilakukan para Terdakwa, maka pemidanaan demikian sama sekali tidak memberikan faedah
(tidak menimbulkan efek jera) bagi masyarakat, di mana para Terdakwa selaku
aparat penegak ketertiban umum, yaitu selaku anggota Satuan Polisi Pamong Praja
justru tidak memberikan contoh yang baik (taat hukum) bagi masyarakat.
Perbuatan para Terdakwa juga menimbulkan dampak,
yakni hilangnya penghasilan pada pekerja yang merupakan tulang punggung ekonomi
keluarganya yang bekerja menanam pohon sawit untuk PT. Panca Surya Garden, sehingga
hukuman yang sangat ringan tentunya kurang memperhatikan efek jera (kriminogen)
bagi pelakunya di masa mendatang, karena para Terdakwa maupun masyarakat awam
dengan demikian menjadi mafhum bahwa terhadap perbuatan semacam itu, hukuman pidana
yang diberikan hanya berupa pidana “masa percobaan” (bukan masuk penjara) serta
juga dikhawatirkan para Terdakwa akan mengulangi perbuatannya kembali, bahkan
bukanlah tidak mungkin vonis demikian akan menjadi “preseden buruk” yang akan
menjadi “ide segar” bagi munculnya pelaku-pelaku baru lainnya yang akan tergoda
melakukan perbuatan serupa.
Para Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan “di muka umum secara
bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap barang” sebagaimana pemidanaan
Pasal 170 Ayat (1) KUHP, yang mana ancaman hukuman maksimum-nya adalah
lima tahun enam bulan, oleh karena itu Majelis Hakim Pengadilan perlu menyadari
bahwa pidana “masa percobaan” hanya dapat diberlakukan terhadap perkara-perkara
yang ancaman hukumannya rendah maupun bila terkandung fakta-fakta yang menjadi
pertimbangan yang meringankan hukuman.
Para Terdakwa secara bersama-sama menggunakan
kekerasan terhadap barang milik korban yang mengakibatkan korban mengalami
kerugian materiil yang tidak sedikit, dimana selama persidangan para Terdakwa
tidak menunjukkan penyesalan dengan melakukan penggantian kerugian dan tidak
melakukan perdamaian (permintaan maaf) kepada pihak korban. Hakim perlu
mengakomodasi aspirasi serta kepentingan korban, dengan mempertimbangkan
keadaan maupun kerugian-kerugian yang dialami korban.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan secara sumir saja, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum, karena
telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi dasar pemidanaan dan
dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaan-keadaan yang memberatkan
dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1) f KUHAP;
“Bahwa alasan tersebut juga
tidak dapat dibenarkan, oleh karena alasan tersebut mengenai penilaian hasil
pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam
itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JAKSA PENUNTUT UMUM
pada KEJAKSAAN NEGERI BANGKINANG tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.