LEGAL OPINION
Question: Siapa-siapa saja yang wajib ikut digugat oleh
kami sebagai warga pemilik tanah, saat hendak bersengketa besaran ganti-rugi
pembelian tanah oleh pemerintah ke hadapan pengadilan?
Brief Answer: Dalam perspektif hukum pertanahan khususnya
pembebasan lahan untuk kepentingan umum (proyek pemerintah), yang disebut
sebagai warga yang berkepentingan bukan hanya sebatas warga pemilik sertifikat
hak atas tanah (de jure) yang
dibebaskan kepemilikan bidang tanahnya oleh pemerintah, namun juga pihak-pihak
yang selama ini secara de facto
menggarap dan mengolah / mengusai objek bidang tanah.
Berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, pelaksanaan “pengadaan tanah” meliputi inventarisasi
dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah, sebelum proses penilaian serta pemberian ganti-kerugian.
Mengapa antara “penguasaan” dan
“pemilikan”, menjadi perlu dibedakan? Merujuk kaedah Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Kerugian lain yang dapat dinilai“
adalah kerugian fisik maupun non-fisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang—sebagai
contoh tanaman produktif yang “memiliki nilai” yang ditanam oleh petani
penggarap, sehingga selaku pengelola juga berhak atas ganti-rugi tanaman
produktif yang turut tergusur, sehingga juga menjadi stakeholder atas ganti-rugi.
Sementara untuk pihak Penilai
Independen serta lembaga instansi pengguna, berada dibawah supervisi Kepala
Kantor Pertanahan selaku Ketua Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah, sehingga yang
bertanggung-jawab ialah Ketua Kantor Pertanahan semata sebagai pengambilan
keputusan dan kebijakan, meski tampaknya praktik peradilan masih berkata lain,
sebagaimana contoh kasus yang SHIETRA & PARTNERS kupas pada bagian
pembahasan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang dapat dijadikan sebagai cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA &
PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa ganti-kerugian terkait “pengadaan
tanah untuk kepentingan umum” register Nomor 2714 K/Pdt/2017 tanggal 11 Oktober
2017, perkara antara:
1. SAMINEM; 2. SARIMO HADI
SUWITO; 3. SUPRAPTI; 4. PARTI RAHAYU, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula
selaku Para Pemohon Keberatan; melawan
- KEPALA KANTOR BADAN
PERTANAHAN NASIONAL KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI SELAKU KETUA
PANITIA PENGADAAN TANAH TOL RUAS SOLO – MANTINGAN DESA I SAWAHAN, KECAMATAN
NGEMPLAK BOYOLALI, selaku Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan.
Para Penggugat, masing-masing mempunyai tanah sawah dengan tanda bukti
yuridis kepemilikan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara pihak Tergugat
adalah merupakan Ketua Panitia Pengadaan Tanah Tol pada bidang tanah milik
warga yang terdampak, dalam rangka pembebasan lahan untuk kepentingan umum.
Berdasarkan penetapan harga sebagaimana rincian perhitungan penilaian
ganti-kerugian pengadaan tanah Jalan Tol Ruas Solo-Mantingan yang
pemberitahuannya disampaikan pada tanggal 17 Mei 2017 oleh Panitia Pengadaan
Tanah, Ketua Panitianya ialah Ketua Kantor Pertanahan Kabupaten setempat
(Tergugat). Namun pihak Penggugat merasa keberatan dengan nominal nilai-ganti kerugian
seperti yang tercantum dalam pengumuman dimaksud, dengan alasan bidang tanah
sawah yang terkena proyek pembebasan tanah merupakan ladang mata pencaharian
utama mereka dan tidak sesuai harga pasaran.
Penggugat telah menyampaikan keberatan atas nilai penggantian ganti-rugi
yang disampaikan pada tanggal 26 Mei 2017 pada saat sosialisasi / pemberitahuan
di Balai Desa. Oleh sebab tidak tercapainya kesepakatan perihal nominal harga antara
Para Penggugat dan Tergugat, oleh Tergugat disampaikan kepada Para Penggugat bahwa
yang tidak sepakat dengan nilai yang telah ditetapkan oleh pihak Tergugat, dipersilahkan
untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat.
Seperti lazimnya gugatan keberatan terkait besaran nominal ganti-kerugian
pembebasan lahan, penetapan besaran ganti-rugi demikian tidak akan dapat memadai
untuk membeli tanah sawah yang letak geografi dan kesuburan tanah serta nilai
ekonomis menyerupai petak tanah sawah yang dipunyai Para Penggugat saat ini.
Namun dalil yang cukup menarik oleh pihak Penggugat, jalan tol memang
sangat menguntungkan bagi para pengguna jalan yang mempermudah jarak tempuh
antara Solo dan Mantingan, akan tetapi juga perlu diingat bahwa jalan tol juga
mempunyai tujuan komersiel alias “profit oriented”
dengan mengenakan tarif tol pada pengguna jalan tol, dimana setiap tahunya ada
peningkatan untuk tarif jalan tol, gilirannya adalah demi keuntungan pihak pengelola
jalan tol, sehingga Penggugat merasa di-“korbankan”.
Terhadap gugatan sang warga pemilik tanah, Pengadilan Negeri Boyolali menilai
bahwa pihak Penilai Independen (penilai) serta pihak instansi pengguna wajib
turut digugat sehingga gugatan dikategorikan sebagai “kurang pihak”, kemudian
menjatuhkan putusan Nomor 24/Pdt.G/2017/PN.Byl. tanggal 18 Juli 2017, dengan
amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menyatakan keberatan Para Pemohon Keberatan tidak dapat diterima.”
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan
bahwa instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaannya pengadaan tanah
kepada Lembaga Pertanahan, sehingga Kepala Kantor Pertanahan selaku ketua
Panitia Pembebasan Tanah telah selaku “Ketua”, notabene mencakup pula seluruh
tanggung-jawab proses pengadaan tanah.
Pengadaan tanah pada prinsipnya dilaksanakan oleh Lembaga Pertanahan, yang
di dalam pelaksanaanya dapat mengikut-sertakan atau berkoordinasi dengan
pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten / Kota. Penetapan besarnya nilai
ganti-kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil
penilaian Jasa Penilai atau Penilai Publik. Dengan kata lain semue penetapan
ditentukan oleh Ketua Kantor Pertanahan selaku Ketua Panitia. Bukan anggota
yang seyogianya digugat, namun pihak Ketua Panitia selaku penanggung-jawab.
Sebab, pada gilirannya tetap saja pihak Ketua Panitia yang menetapkan besaran
nominal ganti-kerugian, apapun hasil penilaian pihak Penilai Independen.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan secara singkat saja, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi tersebut
tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti dengan seksama memori
kasasi tanggal 24 Juli 2017 dan kontra memori kasasi tanggal 1 Agustus 2017,
dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan
Negeri Boyolali tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai
berikut:
“Bahwa gugatan kurang pihak
(plurium litis consortium) karena sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor
3 Tahun 2016 pihak Pengguna tanah objek sengketa harus diajukan sebagai pihak
dalam gugatan / permohonan keberatan atas ganti rugi tersebut, hal ini tidak
dilakukan, sehingga gugatan cacat formil;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Negeri Boyolali
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: SAMINEM dan
kawan-kawan tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar sebagaimana di bawah
ini;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. SAMINEM, 2.
SARIMO HADI SUWITO, 3. SUPRAPTI, dan 4. PARTI RAHAYU tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.