LEGAL OPINION
Question: Saat membuka rekening tabungan, kami sudah buat
perikatan dengan pihak kantor cabang bank, bahwa yang bisa tanda-tangan slip
penarikan dana adalah dua orang penandatangan, bukan hanya satu orang penandatangan
selaku penarik dana secara kolegial. Tapi oleh pihak petugas bank, teller-nya ternyata tetap juga mencairkan
dana dalam rekening itu sekalipun itu melanggar prosedur yang semestinya hanya
bisa dicairkan bila ada penandatanganan oleh dua penarik yang berwenang.
Kesalahan oleh pihak teller kantor
cabang bank, sebenarnya menjadi tanggung-jawab atau menjadi kerugian bagi pihak
siapa, menjadi kerugian pihak nasabah pemilik dana ataukah menjadi resiko beban
kerugian pihak bank itu sendiri?
Brief Answer: Kelalaian kalangan perbankan menerapkan prinsip
kehati-hatian lazimnya SOP lembaga keuangan yang sudah berlaku secara umum dan
universal, menjadi tanggung-jawab korporasi perbankan bersangkutan, bukan
menjadi beban ataupun resiko bagi pihak nasabah penabung—sehingga dana nasabah
diasumsikan oleh hukum sebagai tetap tanpa berkurang sedikit pun atas pencairan
tidak sah demikian. Karenanya yang juga dibebani untuk menuntut secara pidana
karyawan bank bersangkutan yang menyalahi aturan hukum perbankan di Indonesia,
adalah pihak perbankan itu sendiri.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan
konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan lewat putusan Mahkamah
Agung RI perkara pidana register Nomor 946 K/Pid.Sus/2013 tanggal 13 Juli 2015,
dimana yang menjadi Terdakwa ialah pegawai Teller pada kantor cabang sebuah
perbankan “plat merah”, dengan dakwaan bahwa Terdakwa telah dengan sengaja tidak
menerapkan prinsip kehati-hatian, tidak melaksanakan langkah langkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi Bank, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
Terdakwa merupakan karyawan
dari salah satu kantor cabang Bank BRI. Sementara berdasarkan Buku Pedoman
Operasional untuk Kantor Cabang, adapun tugas pokok dan fungsi Terdakwa selaku
Teller dalam proses pemindah-bukuan antar bank atau RTGS (Real Time Gross Settlement) yaitu:
1. Memeriksa kelengkapan dan
kebenaran pengisian aplikasi RTGS yang telah ditanda-tangani oleh petugas DJS.
2. Melakukan pemeriksaan
dokumen sesuai dengan ketentuan dan prosedur pemindah-bukuan rekening
masing-masing produk.
3. Memeriksa dan mencocokkan
antara aplikasi RTGS dengan jumlah uang yang tercantum dalam Cek, BG, atau nota
pembukuan baik jumlah yang dikirim sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Memeriksa dan memvalidasi
transaksi pembukuan dari rekening Nasabah ke aplikasi RTGS yang terdiri dari
nomor rekening, dan jumlah uang yang dikirim dengan kewenangan.
5. Mencocokkan tapak validasi
dengan data pada aplikasi dan membubuhkan paraf pada akhir tapak validasi
sebagai bukti telah melakukan pencocokan.
6. Mendistribusikan aplikasi
RTGS yang telah divalidasi sesuai dengan ketentuan.
Kemudian Terdakwa selaku Teller
ternyata melakukan perbuatan dengan sengaja tidak menerapkan prinsip
kehati-hatian dan tidak melakukan tugas / kewenangannya dalam proses
pemindah-bukuan antar bank atau RTGS sebagaimana SOP internal bank yang tetap
ditetapkan pihak direksi perbankan.
Pada tanggal 22 Oktober 2010,
BRI Cabang Majalengka menerima surat berupa Surat Pemindah-bukuan (SPM) dengan
kop surat dari RSUD Cideres berisi permintaan agar Rekening Giro milik RSUD
Cideres yang ada pada Bank BRI untuk dipindah-bukukan ke rekening atas nama
Arief Frimansyah pada Bank Mandiri sebesar Rp245.500.000,00.
Setelah surat tersebut diberi
disposisi oleh Pimpinan Cabang (dalam berkas perkara terpisah dan telah diputus
oleh Pengadilan Negeri Majalengka) yang isinya untuk ditindak-lanjuti, selanjutnya
surat tersebut diserahkan kepada Asisten Manajer Operasional / AMO (dalam
berkas perkara terpisah dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Majalengka),
kemudian dilakukan proses RTGS karena sebelumnya telah di-telepon oleh seseorang
yang mengaku sebagai Direktur RSUD Cideres, setelah itu oleh pegawai lainnya
(dalam berkas perkara terpisah dan juga telah diputus oleh Pengadilan Negeri
Majalengka) dengan tidak mengecek lagi atau melakukan pemeriksaan ulang atas
kelengkapan Surat Pemindah-bukuan dimaksud (dokumen sumber seperti Cek atau BG)
atau melakukan klarifikasi secara langsung kepada Nasabah pemilik Rekening Giro.
Kemudian diserahkan kepada petugas
Dana dan Jasa untuk dibuatkan aplikasi RTGS. Selanjutnya aplikasi RTGS tersebut
beserta SPM yang ada disposisinya dari Pimpinan Cabang. Selanjutnya aplikasi
RTGS beserta SPM yang ada disposisinya, kemudian diserahkan kepada Terdakwa
selaku Teller untuk dilakukan pembukuan RTGS. [Note SHIETRA & PARTNERS:
Posisi Terdakwa selaku petugas paling bawah dan lemah, yakni Teller, memang dilematis,
karena disposisi prosesnya telah melewati rangkaian panjang proses “ACC” dan
proses disposisi menyerupai sebuah perintah dari atasan yang sukar untuk tidak
dituruti.]
Namun, Terdakwa setelah
menerima aplikasi RTGS beserta SPM yang ada disposisinya dari Pimpinan
Cabang tersebut, sempat menanyakan kelengkapan dokumen sumber kepada pihak petugas
Dana dan Jasa terkait permohonan pemindah-bukuan dana ini, karena aplikasi RTGS
ternyata tidak dilengkapi dengan dokumen sumber seperti Cek / BG, kemudian
dijawab sumir oleh pihak pemohon, akan tetapi selanjutnya Terdakwa tidak lagi
mengecek atau memeriksa secara langsung kelengkapan dan keabsahan dokumen sumber
dimaksud ataupun untuk mengecek langsung (verifikasi) kepada Nasabah Pemilik
rekening Giro.
Terdakwa sempat memeriksa atau
mencocokan tanda tangan di Speciment View Sistem (SVS) tetapi tidak bisa (blank), kemudian Terdakwa tidak lagi
mencocokkan / mengecek Kertas Contoh Tanda Tangan (KCTT) secara manual, akan
tetapi Terdakwa hanya beranggapan dan percaya begitu saja yang dikatakan
oleh petugas Dana dan Jasa, kemudian Terdakwa langsung melakukan pembukuan /
memvalidasi transaksi pemindah-bukuan aplikasi RTGS setelah mendapat override (pasword)
dari pihak pegawai lainnya dari bank (yang turut dipidana dalam perkara
terpisah) dan menanda-tangani pada aplikasi RTGS selaku Checker / Teller.
Setelah itu aplikasi RTGS
diserahkan kembali kepada pemohon untuk selanjutnya diproses secara non-monetary
atau di-entri oleh petugas Dana dan Jasa (DJS). Setelah itu aplikasi RTGS yang
sudah dibukukan oleh Terdakwa oleh petugas Dana dan Jasa untuk kemudian di-approval
selaku Signer dan telah di-approval akhir, sehingga dengan di-approval akhir
tersebut maka uang sebesar Rp245.500.000,00 telah terkirim melalui proses RTGS
dari Rekening Giro milik RSUD Cideres ke rekening atas nama Arief Frimansyah.
Untuk kedua kalinya, beberapa
waktu kemudian, pihak pemohon pemindah-bukuan yang sama mencoba modus yang sama
kembali. Kini Terdakwa setelah menerima aplikasi RTGS, kini sempat menanyakan
mengenai Nasabah / bendaharanya yang akan memindah-bukukan SPM tersebut karena
dalam dokumen permohonan tidak ada kelengkapannya seperti Cek / BG, kemudian
dijawab oleh petugas Dana dan Jasa apabila semua itu sudah dikonfirmasi oleh petugs
AMO.
Mendengar jawaban dari petugas
Dana dan Jasa tersebut, selanjutnya Terdakwa percaya begitu saja (karena sesama
karyawan internal kantor cabang bank dimaksud sesuai tupoksinya masing-masing) tidak
mengecek lagi atau melakukan pemeriksaan ulang atas kelengkapan Surat
Pemindah-bukuan dimaksud atau melakukan klarifikasi secara langsung kepada Nasabah
pemilik Rekening Giro.
Berhubung kejadian lampau
seolah menjadi “preseden”, Terdakwa sempat memeriksa atau mencocokan tanda
tangan di Speciment View Sistem (SVS) tetapi tidak bisa, kemudian Terdakwa
tidak lagi mencocokkan / mengecek Kertas Contoh Tanda Tangan (KCTT) secara manual,
selanjutnya Terdakwa beranggapan dan percaya apa yang dikatakan oleh petugas
Dana dan Jasa bahwa semua itu sudah dikonfirmasi oleh petugas AMO, oleh karena
nilai nominalnya 1 milyar lebih maka yang menjadi Signer / Approval adalah
Pimpinan Cabang.
Maka Terdakwa menghadap
pimpinan kantor cabang, akan tetapi saat itu Pinca sedang sibuk, sehingga
Terdakwa menunggunya. Tidak lama kemudian pejabat bank lainnya mendatangi meja
kerja Terdakwa dan melakukan Aproval di sistem milik bank dan menanda-tangani
aplikasi RTGS selaku Signer / Approval tanpa melakukan pemeriksaan secara
langsung mengenai kelengkapan dari aplikasi RTGS dimaksud.
Setelah dilakukan approval dan
ditanda-tangani aplikasi RTGS oleh pejabat Signer untuk proses Approval,
selanjutnya Terdakwa langsung melakukan pembukuan / memvalidasi transaksi
pemindah-bukuan aplikasi RTGS tersebut dan menanda-tangani aplikasi RTGS selaku
Checker/ Teller, selanjutnya aplikasi RTGS bersama SPM diserahkan kembali
kepada petugas Dana dan Jasa, sehingga dengan telah di approval akhir tersebut
maka dana sejumlah Rp1.250.000.000,00 telah efektif terkirim melalui proses
RTGS dari Rekening Giro milik RSUD Cideres ke rekening atas nama YULIANTI
SUMINAR.
Beberapa waktu kemudian,
bendahara Rumah Sakit Cideres melakukan pengecekan dengan “print out” rekening koran atas dana milik RSUD Cideres di Bank BRI,
ternyata saldonya telah berkurang sebesar Rp2.471.075.000,00. Pihak bendahara
dan kepala keuangan RSUD Cideres melakukan komplain karena merasa tidak pernah melakukan
pemindah-bukuan dana milik RSUD Cideres melalui RTGS ke rekening atas nama
YULIANTI SUMINAR maupun rekening atas nama Arief Frimansyah.
Dari adanya komplain demikian, pihak
BRI Cabang Majalengka menggantikan dana tersebut dengan melakukan transfer
kembali ke rekening Giro dana milik RSUD Cideres sebesar Rp2.471.075.000,00. Akibat
perbuatan Terdakwa tersebut di atas maka pihak dari PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk mengalami kerugian dengan total senilai Rp2.471.075.000,00.
Sementara dalam Dakwaan
Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan perundang undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
Yang menjadi pembelaan dari
pihak Terdakwa, bahwa Terdakwa hanyalah seorang karyawan semata, pegawai Teller
yang hanya bertugas dengan patuh menjalankan perintah dari atasannya.
Untuk itu Terdakwa mengutip kaedah norma Pasal 51 Ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana : “Orang yang melakukan
perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana.”
Disamping itu selaku Teller (pegawai
kecil) yang tidak memiliki kekuasaan untuk menolak perintah atasan, Terdakwa
juga mendalilkan dirinya terlindungi oleh norma hukum “alasan pemaaf” Pasal 48
KUHP berbunyi sebagai berikut : “Barang
siapa melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.”
Bagi Terdakwa pada khususnya,
dan juga para pekerja pada umumnya selaku bawahan, perintah atasan menimbulkan
beban atau pemaksaan secara psikis yang mendorong Terdakwa atau para pekerja
pada umumnya untuk mentaati perintah atasan, atau menimbulkan beban psikis
apabila menolak tidak melakukannya dan akan dianggap sebagai pembangkangan atau
“menolak perintah atasan” yang dapat berujung pemutusan hubungan kerja.
Beban psikologis dan “politis” kondisi
rantai komando korporasi semacam itulah yang menjadikan Terdakwa dalam posisi
dilematis yang sangat sulit, akhirnya hanya dapat patuh melaksanakan
perintah atasan tersebut. Mengingat Terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya dikarenakan adanya “daya paksa” yang datang dari luar dirinya,
serta tanpa dikehendaki oleh yang bersangkutan, dalam hal ini perintah atasan
yang tidak dapat dan tidak boleh ditolak untuk dipatuhi, yang mana hal itu
merupakan pemaksaan secara psikis bagi Terdakwa, maka perbuatan Terdakwa
tersebut memenuhi ketentuan Pasal 48 KUHP.
Karenanya, pemaksaan secara
psikis-politis akibat adanya ketimpangan status jabatan pegawai oleh atasannya terhadap
Terdakwa, merupakan alasan penghapus pidana yang mengakibatkan Terdakwa tidak
dapat dipidana atas perbuatannya yang semata sedang melaksanakan perintah
atasannya.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum maupun pembelaan pihak Terdakwa,
yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Majalengka Nomor 195/Pid.B/2011/PN.Mjl
tanggal 31 Januari 2012, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang ... Majelis Hakim mengutip
pendapat Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 166 K/Kr/1963 tanggal 07 Juli
1964, sebagai berikut : ‘Suatu perintah dari Ketua Pengadilan Negeri kepada
Panitera mengenai hal yang terletak di luar lingkungan pekerjaannya sebagai
panitera bukanlah perintah yang dimaksudkan di dalam Pasal 51 KUHP, dan
bagaimana pun juga penuntut kasasi sebagai panitera adalah satu-satunya yang
bertanggung jawab atas penggunaan uang kas Pengadilan Negeri tersebut.’;
“Sehingga walaupun memang
terbukti adanya perintah dari atasan Terdakwa dalam hal ini AMO untuk segera
membukukan ke dalam sistem tanpa harus mencocokkan tanda tangan dan mengecek
dokumen sumber, Terdakwa (semestinya) tetap melaksanakan perintah tersebut
sesuai dengan kewenangan yang melekat pada pekerjaannya. Oleh karena perintah
atasan tersebut telah menyimpang dengan kewenangan yang melekat pada pekerjaan Terdakwa,
namun Terdakwa tetap melaksanakan perintah tersebut. Majelis Hakim berpendapat
tindakan Terdakwa tersebut tidak dapat dilindungi dengan Pasal 51 KUHP;
“MENGADILI:
1. Menyatakan Terdakwa ... sebagaimana identitasnya tersebut di atas,
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Perbankan”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka harus
diganti dengan menjalani pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Bandung
Nomor 112/Pid.Sus/2012/PT.Bdg tanggal 14 Mei 2012, dengan pertimbangan serta
amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa hukuman yang
dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama terlalu berat dan tidak sebanding
atau tidak setimpal dengan perbuatan atau kesalahan Terdakwa, adalah tidak
setimpal atau tidak seimbang serta tidak adil hukuman yang dijatuhkan atas diri
Terdakwa selaku Petugas Teller yang melakukan tugas karena perintah atasan dengan
AMO (Asisten Manager Operasional), sama-sama dijatuhkan hukuman selama 3 (tiga)
tahun penjara, dalam hal ini Terdakwa bertugas selaku Teller Customer Service
yang melakukan tugas atas perintah AMO (Asisten Manager Operasional) melalui
Terdakwa Aep Saepudin bin Tjahya untuk memindah-bukukan keuangan RSUD Cideres
dan mengenai hal ini sudah Terdakwa tanyakan kepada Aep Saepudin mengenai
dokumen sumbemya, Aep Saepudin hanya mengatakan segera dibukukan saja dan Terdakwa
pun sempat menanyakan dimana nasabahnya dan dijawab tidak tahu, Bu Citra
sekarang sudah ditunggu Bu Maria (AMO) (Asisten Manager Operasional);
“Menimbang, bahwa hukuman yang
dijatuhkan kepada Terdakwa, di samping terlalu berat dan tidak setimpal dengan
perbuatannya, juga hukuman tersebut dirasa tidak memenuhi rasa keadilan,
kalau Terdakwa yang hanya bertugas selaku Teller & Customer Service
menjaiankan tugas karena perintah atasan harus dihukum seberat dengan hukuman
yang diterima oleh Ir. Maria Dafrosa Malo Kota selaku AMO (Asisten Manager
Operasional);
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa
tersebut;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Majalengka Nomor
195/Pid.B/2011/PN.Mjl tertanggal 31 Januari 2012, yang dimintakan banding
tersebut dengan perbaikan sekedar mengenai pidana / hukuman yang dijatuhkan
diri Terdakwa tersebut di atas, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai
berikut:
1. Menyatakan Terdakwa ... sebagaimana identitasnya tersebut di atas,
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Perbankan”;
2. Menjatuhkan pidana / hukuman terhadap Terdakwa ... dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun, 6 (enam) bulan, dan pidana denda sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar, maka harus diganti dengan menjalani pidana kurungan
selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangi
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Baik pihak Terdakwa maupun pihak Jaksa sama-sama mengajukan upaya hukum kasasi,
dengan pokok keberatan bahwa perintah atasan yang dimaksud Pasal 51 KUHP adalah
perintah atasan yang masih dalam lingkup pekerjaannya. Sselama melakukan proses
RTGS, Terdakwa telah memberitahukan permasalahannya kepada atasannya, dan sang
atasan tetap memerintahkan untuk tetap melanjutkan proses transaksi RTGS
dimaksud.
Terdakwa juga pernah menanyakan kepada atasan lainnya, dimana nasabahnya
dan dokumen sumbernya, akan tetapi dijawab oleh atasannya bahwa semua sudah
dikonfirmasi kepada atasan lainnya dari Terdakwa. Ketika para atasan Terdakwa
telah meng-ACC permohonan transfer dana, maka Terdakwa dapat dikategorikan
melawan perintah atasan jika tidak memprosesnya. Karena telah terdapat disposisi
oleh pihak atasan dari Terdakwa untuk menindak-lanjutinya, maka Terdakwa
melakukan proses transaksi RTGS.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang ... , Bahwa
perbuatan Terdakwa selaku Teller BRI tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan Undang-Undang
memenuhi unsur-unsur Pasal 50 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992;
“Bahwa alasan Kasasi Terdakwa
tidak dapat dibenarkan, karena melakukan proses transaksi RTGS dengan tanpa
melaksanakan kewajiban Terdakwa sebagai Teller dengan tidak memeriksa
kelengkapan dan keabsahan dokumen sumber dan tidak mencocokkan tanda-tangan
dengan SVS dan KCTT. Sebelum membukukan data ke dalam sistem merupakan tindak
pidana dan mengakibatkan BRI Cabang Majalengka mengalami kerugian kurang lebih
Rp2.471.075.000,00;
“Menimbang bahwa namun
demikian, Majelis Hakim tidak sependapat dengan Judex Facti Pengadilan Tinggi
yang telah melakukan pengurangan pidana, dengan alasan sebagai berikut:
1. Pengurangan hukuman oleh Judex Facti Pengadilan Tinggi sedangkan Judex
Facti Pengadilan Negeri telah menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan
denda sebesar Rp5.000.000.000,00 subsidair 1 (satu) bulan kurungan menurut rasa
keadilan masyarakat sudah sesuai. Disamping hal tersebut Judex Facti Pengadilan
Negeri dalam menjatuhkan hukuman telah memberikan pertimbangan yang cukup
beralasan dengan memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP;
2. Judex Facti Pengadilan Tinggi dalam hal mengurangi hukuman Terdakwa
tidak didasarkan pada alasan pertimbangan yang cukup memadai dan beralasan sehingga
putusannya bersifat onvoldoende gemotiveerd. Selain hal tersebut, Judex Facti
Pengadilan Tinggi dalam hal mengurangi hukuman Terdakwa tidak memberikan
keadaan yang meringankan dan memberatkan sebagai dasar pertimbangan untuk
mengurangi hukuman. Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang demikian itu,
tidak sesuai dengan syarat yang diwajibkan dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1)
huruf f KUHAP;
3. Alasan pertimbangan mengapa terdakwa harus dijatuhi hukuman seperti
dalam amar putusan Judex Facti Pengadilan Negeri didasarkan pada fakta hukum bahwa
Terdakwa dalam menjalankan tugas dan fungsi serta kewenangannya selaku Teller
dalam pemindah bukuan antar Bank atau RTGS (Real Time Gross Settlement), tidak
menjalankan berdasarkan prinsip kehati-hatian sebagai suatu kaidah hukum
normatif dalam pengelolan perbankan. Dalam fakta hukum persidangan, terdakwa
lebih cenderung memilik mengikuti keinginan buruk atau maksud jahat dari Sdr.
Maria Dafrosa sekalu Asisten Manager Operasional (AMO), untuk melakukan tindak
pidana perbankan. Padahal Terdakwa sesungguhnya mengerti dan mengetahui
kalau yang diperintahkan atau yang diingini oleh Sdr. Maria adalah salah dan
merupakan pelanggaran hukum, sehingga Terdakwa wajib menolak keinginan
atau perintah Sdr. Maria dengan alasan tidak sesuai dengan PROTAB Bank, serta
bertentangan dengan prinsip hukum dan ketentuan perbankan yang berlaku.
Sebagai contoh misalnya Terdakwa mengetahui dan menyadari bahwa untuk pencairan
dana tidak boleh hanya dilakukan 1 (satu) orang saja melainkan harus 2 (dua)
orang yang specimen tanda tangannya telah ada disimpan di BRI dan harus
menggunakan Bilyet Giro, cek atau dengan kuitansi model 107. Akan tetapi dalam
kenyataannya Terdakwa tidak mengindahkan protab dan ketentuan serta prinsip perbankan
sehingga kemudian Terdakwa melakukan pemidah-bukuan dana dari rekening giro
milik RSUD Cideres yang ada di BRI Cabang Majalengka, dengan cara RTGS sebanyak
3 (tiga) kali ke rekening Yulianti Suminar (Bendahara Jenderal Pelayanan Medik
Kementerian Kesehatan) sebanyak 2 (dua) kali ke bank Mandiri Jakarta Kelapa
Gading dan 1 (satu) kali ke rekening milik Arief Firmansyah (Bendahara Umum
Kementerian Kesehatan) ke Bank Mandiri Cabang Jakarta, dengan total pengiriman
yang dilakukan oleh Terdakwa melalui RTGS sebesar Rp2.471.000.000,00;
4. Bahwa penjatuhan hukuman yang ringan oleh Judex Facti Pengadilan
Tinggi terhadap perbutan Terdakwa a quo, akan sangat berbahaya dalam rangka pencegahan
tindak pidana perbankan, sebab Bank akan dapat menjadi sasaran atau
objek tindak pidana yang paling empuk sehingga dapat menjadi factor pemicu atau
pendorong para pelaku lainnya untuk mendapatkan keuangan Negara tanpa batas.
Sehingga berakibat merugikan keuangan Negara atau masyarakat;
5. Bahwa untuk mencegah agar dunia perbankan tidak menjadi sasaran
para pembobol Bank yang bekerjasama dengan pihak atau orang Bank, maka salah satu
instrument hukum yang digunakan adalah penjeraan Terdakwa dengan hukuman yang
adil dan proporsional serta dapat merampas atau menyita seluruh hartanya yang diperoleh
dari hasil tindak pidana.
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
tersebut harus ditolak dengan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi
tersebut di atas;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa : ...
tersebut;
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Jaksa / Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Majalengka tersebut;
- Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 112/Pid.Sus/2012/PT.Bdg
tanggal 14 Mei 2012 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Majalengka Nomor
195/Pid.B/2011/PN.Mji tanggal 31 Januari 2012 sehingga selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa ... , telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana ‘Perbankan’;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun dan pidana denda sebesar Rp5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar,
maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.” [Note SHIETRA & PARTNERS :
Hukum memang harus tegas dan keras dalam implementasinya, penegakan hukum demi
melindungi segenap masyarakat umum agar terhindari dari modus kejahatan serta tidak
jatuh korban serupa dikemudian hari.]
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.