LEGAL OPINION
Question: Bagaimana bila ada orang yang berkata mau beli
kendaraan milik kami, dan sudah kami serahkan, tapi ternyata sampai kini belum
juga mau membayar harga jual-beli, dengan alasan tidak seperti kendaraan yang
ia harapkan untuk dibeli, tapi juga tidak mau mengembalikan kendaraan itu? Jika
memang mau membatalkan jual-beli, maka semestinya dibatalkan dan uang DP (down payment) tanda-jadi akan kami
anggap hangus akibat pembatalan, bukannya tetap dikuasai dengan merugikan kami
selaku pemilik kendaraan yang hendak menjual. Apakah tidak ada langkah lain
selain menggugat ingkar-janji?
JIka ingin melaporkan pidana “penggelapan”,
masalahnya belum ada gugatan perdata yang menyatakan jual-beli dibatalkan, baik
oleh kami maupun pihak pembeli, akan tetapi mengingat Pasal 372 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tentang “pidana penggelapan” memiliki unsur-unsur antara lain :
secara sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain. Bukankah itu artinya penjual hanya
punya hak gugat perdata saja berupa tuntutan agar uang harga jual-beli
dibayarkan hingga lunas, karena antara penjual dan pembeli memang sudah
tanda-tangan kontrak jual-beli dan kendaraan objek jual-beli sudah diserahkan
kepada pembeli.
Brief Answer: Menguasai barang milik orang lain tanpa hak dan
menimbulkan kerugian dengan niat buruk (mens
rea), sebagaimana tergambarkan dalam perbuatan lahiriahnya yakni berupa tidak
juga mengembalikan objek barang yang tidak dibayarkan namun juga tetap
menikmatinya, selain secara perdata dimaknai “diam-diam” menyetujui dan tidak
berkeberatan atas objek barang yang diserahkan pihak penjual, juga dalam
praktik peradilan dimaknai sebagai telah terjadinya delik pidana “penggelapan”
yang dapat diancam dengan pidana penjara.
Namun yang patut menjadi sorot perhatian pihak
korban, terdapat kelebihan maupun kekurangan terhadap opsi mempidanakan pelaku “penggelapan”.
Kelebihan utama dari mempidana pelaku, ialah barang objek kejahatan penggelapan
akan disita oleh penyidik, sebelum kemudian dinyatakan serta diperintahkan agar
Kejaksaan mengembalikan kepada pemiliknya yang semula oleh Majelis Hakim dalam
amar putusan. Kerugiannya, objek barang dapat rusak (biasanya akibat teronggok
tidak terawat) selama proses penyitaan pidana oleh penyidik maupun oleh
kejaksaan. Sementara itu, hak gugat keperdataan pasca pemidanaan hanyalah
berupa menuntut uang sewa selama masa pemakaian secara tidak berhak demikian.
Sementara bila memilih opsi menggugat secara
perdata saja (tanpa dibarengi pemidanaan), pihak tergugat dapat dituntut untuk
membayar seluruh harga jual-beli, dengan disertai sita jaminan objek jual-beli
maupun sita eksekusi terhadap harta benda milik tergugat untuk melunasi harga
jual-beli bila objek jual-beli rusak ataupun hilang selama dikuasai atau selama
berada di tangan tergugat. Karenanya, kalkulasi bisnis sangat menentukan
strategi hukum yang hendak ditempuh, apakah berupa tuntutan pidana dan perdata
diajukan secara simultan, ataukah hanya cukup menggugat secara perdata semata.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah kasus yang
cukup identik, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan
Pengadilan Negeri Pati perkara pidana register Nomor 4/Pid.B/2014/PN.Pt tanggal
09 Oktober 2014, dimana terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Terdakwa
dihadapkan di persidangan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara
alternatif yaitu kesatu melanggar pasal 378 KUHP (Penipuan) atau kedua
melanggar Pasal 372 KUHP (Penggelapan);
“Menimbang, bahwa oleh karena
dakwaan Penuntut Umum berbentuk alternatif, maka Majelis Hakim akan langsung
memilih salah satu dari pasal yang didakwakan yang sesuai dengan fakta-fakta
yang terungkap dipersidangan yaitu pada dakwaan kedua melanggar pasal 372 KUHP
yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur barang siapa;
2. Unsur dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu;
3. Unsur yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
“Menimbang, bahwa yang dimaksud
Sengaja atau dengan kesengajaan biasa disebut dengan istilah ‘OPZET’ atau ‘DOLUS’.
Opzet atau Dolus adalah sesuatu yang bersifat psikis dari perbuatan seseorang
tidak dapat dilihat secara konkrit oleh panca indera karena menyangkut niat
atau opzet atau dolus erat sekali hubungannya dengan perbuatan si pelaku tindak
pidana. Dalam Crimineel Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Tahun 1908
dicantumkan ‘Kesengajaan’ adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-Undang;
“Menimbang, bahwa tentang
pengertian ‘sengaja’ dalam Memorie van Toelichting (MvT) Menteri Kehakiman
sewaktu mengajukan Crimineel Wetboek tahun 1881 (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Indonesia tahun 1915) bahwa kesengajaan adalah dengan sadar berkehendak
untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (de bewuste richting van den wil op
een bepaald misdriff). Mengenai MvT tersebut diterangkan bahwa yang dimaksud
dengan Opzet Welen en Weten yaitu ‘seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan
dengan sengaja harus menghendaki (Willen) perbuatan itu serta harus menginsafi
atau mengerti (Weten) akan akibat dari perbuatan itu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa sekitar akhir bulan Oktober
2011, saksi SETYO UTOMO bertemu saksi LINA WIDYANTI LAEKE saat saksi LINA WIDYANTI
LAEKE menyempurnakan kapal KLM Kusuma III di dermaga kapal kayu Juwana Pati,
saat itu saksi SETYO UTOMO menanyakan kepada saksi LINA WIDYANTI LAEKE, apakah
kapal boleh disewa orang lain dan dijawab saksi LINA WIDYANTI LAEKE boleh, lalu
saksi tanya ‘siapa yang mencarter ?’, lalu dijawab Saksi Setyo Utomo ‘Bos Saya’;
“Menimbang, bahwa kemudian pada
awal bulan Nopember 2011, saksi SETYO UTOMO datang bersama Terdakwa dan
memperkenalkan diri bernama SARKOHA, SH. sebagai calon penyewa kapal, kemudian mereka
bertiga membicarakan tentang penyewaan namun sebelum terlaksana penyewaan Terdakwa
SARKOHA bahkan berminat untuk membelinya setelah melihat foto kapal dan data
kapal KLM Kusuma III;
“Menimbang, bahwa setelah ada
kesepakatan kemudian Terdakwa bersama saksi LINA WIDYANTI LAEKE datang ke
Notaris SUSIANA, SH. pada tanggal 22 Desember 2011 dan dibuatkan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Kapal Layar Niaga Kusuma III kedalam Akta ... , bahwa
dalam perjanjian pengikatan Jual Beli tersebut disepakati dengan harga Rp.
2.500.000.000,- dan Terdakwa SARKOHA, SH. akan membayar secara berkala dengan
jangka waktu selama 20 bulan, setiap bulannya sebesar Rp. 125.000.000,- dan
pembayaran akan dimulai pada bulan Januari 2012, sampai dengan bulan Agustus
2013, dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu 20 bulan, Terdakwa SARKOHA,
SH. bin SUPARYO juga belum lunas, maka diberi tambahan jangka waktu 2 (dua)
bulan, dan apabila tambahan waktu itu belum lunas, maka uang cicilan/angsuran
yang telah dibayarkan akan digunakan untuk sewa kapal perbulan dan dikenakan
pinalti sebesar 7,5%;
“Menimbang, bahwa selanjutnya penyerahan
kapal KLM Kusuma III dan surat-surat dokumen kapal dan foto copy gross akta
kapalnya dari Saksi Korban kepada Terdakwa SARKOHA,SH. bin SUPARYO dilakukan
pada tanggal 2 Desember 2011;
“Menimbang, bahwa setelah
kapal KLM Kusuma III diterima Terdakwa selang beberapa hari kemudian Terdakwa
melakukan uji coba terhadap kapal tersebut namun ada masalah dengan kapal
tersebut yaitu : saat kapal dicoba dari Juwana ke Jepara dan kapal dalam
keadaan kosong, begitu kapal sampai laut Mondoliko rusak, karena ada selang
yang pecah, dan rumah-rumahnya rusak serta kelengkapan kapal banyak yang
hilang, lalu kapal dtarik ke Banyutowo dan telah diperbaiki oleh Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
keterangan Saksi Joko Sampurna atas permintaan Terdakwa, saksi tersebut
pernah menjalankan kapal layar motor Kusuma III dengan atau tanpa muatan
dengan tujuan sebagai berikut”
1. Tanggal 25 April 2012 sekitar jam 13.00 wib kapal berangkat dari Pelabuhan
Juwana Pati menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang tanggal 25 April 2012
sekitar jam 20.00 wib, tanpa membawa muatan barang.
2. Tanggal 9 Mei 2012 dari semarang (Pelabuhan Tanjung Emas Semarang)
berangkat ke Pelabuhan Ketapang Kalimantan Barat (Pelabuhan Suka Bangun)
sekitar tanggal 11 Mei 2012 dengan membawa muatan : Makanan ternak, barang
kelontong.
3. Setelah bongkar muatan kemudian seminggu kemudian pada 18 Mei 2012
berangkat dari Ketapang menuju kepulauan Karimata Kalimantan Barat tanpa
muatan.
4. Tanggal 5 Juni 2012, berangkat dari Karimata Kalimantan Barat berangkat
lagi ke Semarang tanggal 15 Juni 2012 dengan membawa kayu kelapa (glugu).
5. Tanggal 19 Juni 2012 berangkat dari Semarang menuju Pelabuhan Kendawangan
Kalimantan Barat (tanggal 21 Juni 2012) membawa drum kosong dan bibit sawit
serta katul.
6. Tanggal 24 Juli 2012 berangkat dari Kendawangan Kalimantan Barat (tanggal
26 Juni 2012) membawa limbah CPO (limbah minyak sawit) sebanyak 801 drum.
7. Tanggal 25 Juli 2012, berangkat dari Semarang tanpa membawa muatan
menuju Juwana.
“Menimbang, bahwa berdasarkan
keterangan saksi korban bahwa sampai saat ini Terdakwa sama sekali belum
membayar kapal KLM Kusuma III ataupun mengangsur kapal tersebut sebagaimana
yang telah disepakati, keterangan saksi tersebut diakui ataupun dibenarkan
oleh Terdakwa;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
sesuai fakta yang telah majelis hakim uraikan diatas apakah perbuatan Terdakwa
dapat dikatagorikan sebagai perbuatan sengaja dan melawan hukum sebagaimana
dimaksud dalam unsur pasal ini akan dipertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, dalam perkara ini
baik Penuntut Umum maupun Terdakwa masing-masing mengajukan ahli yang
masing-masing berpendapat pada pokoknya sebagai berikut:
“Dr. WIDODO TRESNO NOVIANTO,
SH. Mhum yang diajukan oleh Penuntut Umum:
- Bahwa menurut saksi ahli perjanjian perikatan jual beli dengan akta
Notaris pada dasarnya bukan merupakan jual beli yang sah, karena obyeknya belum
sepenuhnya dimiliki oleh terlapor. Perjanjian notaris tersebut merupakan
perjanjian perikatan jual beli artinya perjanjian itu saling mengikatkan diri
antara pelapor dan terlapor mengenai jual beli yang dilakukan, perjanjian
sendiri sah menurut hukum karena memenuhi Pasal 1320 BW yaitu 1. sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. suatu
hal tertentu 4. suatu sebab yang halal, namun yang dipermasalahkan disini bukan
sahnya perjanjian tersebut, tetapi substansi perjanjiannya yang mengatur
tentang syarat jual beli itu dilakukan antara terlapor dengan pelapor dalam hal
ini antara Sdr. SARKOHA dengan Bu LINA;
- Bahwa menurut keterangan SARKOHA bahwa bahan material yang dipakai untuk
membuat kapal tidak sesuai dengan akta gross pendaftaran No. 8634 dan daya muat
kapal, adalah tidak beralasan, hal ini tidak bisa menjadi dasar alasan
yang kuat untuk tidak dilakukannya pembayaran atas kapal sebagai obyek perikatan
jual beli;
- Bahwa kapal tersebut dikembalikan dengan perhitungan bisa karena hak dari
pelapor dan terlapor, namun perikatan jual beli seperti yang dilakukan terlapor
dan pelapor dalam kasus ini tidak melindungi pelapor, karena jika terjadi
apa-apa seperti tidak ada pembayaran sama sekali dalam waktu yang sudah
ditentukan, maka pelapor tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada jaminan
sama sekali dalam pembuatan perikatan jual beli tersebut dan baru kali ini
saksi ahli melihat Notaris membuat seperti itu;
- Bahwa jika salah satu unsur tidak terpenuhi maka dakwaan tidak terbukti
dan putusan bisa bebas (vrisjpraak), akan tetapi semua itu terserah Hakim karena
Hakim yang tahu fakta-fakta di persidangan sedangkan saksi sebagai ahli disini
hanya dengan membaca berkas tidak mengikuti jalannya persidangan, jadi tidak
tahu fakta-fakta yang terungkap di persidangan selama sidang berlangsung;
- Bahwa KUHP dan BW itu jelas beda, Pasal 378 KUHP itu ada dalam ranah hukum
public, sedangkan perikatan yang diatur dalam BW itu ada dalam ranah hukum
privat, tetapi kronologis kasusnya itu berasal dari kasus jual beli;
- Bahwa Penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP dan ada dalam ranah hukum
publik, sedangkan wanprestasi ada dalam ranah hukum privat atau KUH Perdata,
Konsep wanprestasi merupakan norma hukum perdata, sedangkan penipuan merupakan
konsep hukum pidana. Penipuan dimulai dari suatu kronologis masalah lalu kita
tarik kesimpulan, Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji terjadi
apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang dijanjikan karena suatu
sebab, untuk menentukan batas pembeda antara wanprestasi dan penipuan yang
lahir dari hubungan kontraktual memerlukan suatu kajian yang mendalam, karena
karakteristik antara keduanya sulit dipisahkan;
“Prof. Dr. H. MAHMUTAROM HR.,
SH.MH, yang diajukan oleh Terdakwa menerangkan:
- Bahwa untuk mengetahui siapa yang beritikad baik dan siapa yang tidak beritikad
baik. Pada pokoknya terpenuhi atau tidak terpenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH
Perdata, maka dapat harus dilihat terlebih dahulu fakta berikut:
a). Kalau syarat yang tidak
dipenuhi meliputi syarat ke-1 dan/atau syarat ke-2 (kata sepakat dan dibuat
oleh orang yang cakap melakukan perbuatan hukum), maka perjanjian dapat
dibatalkan melalui putusan hakim perdata
b). Kalau yang tidak terpenuhi
syarat ke-3 dan/atau ke-4 (obyek tertentu dan sebab yang halal) berakibat
perjanjian batal demi hukum. Meskipun dianggap batal demi hukum, tidak serta
merta perjanjian batal dengan sendirinya, tetapi harus melalui putusan hakim,
dan itu kewenangan ada pada Hakim Perdata.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Dengan demikian, bila
sekalipun memang perjanjian jual-beli belum dilunasi harga pembeliannya oleh
pembeli, maka tidak serta-merta dimaknai perikatan menjadi otomatis “batal”
tanpa adanya putusan hakim yang menyatakan batal. Karenanya, memang perlu
diakui menjadi ambigu, ketika Jaksa Penuntut mendakwa dengan pasal pidana “penggelapan”
yang mensyaratkan barang milik orang lain, sementara secara keperdataan masih
rancu, sebenarnya telah menjadi milik siapakah objek dimaksud pasca membuat
perjanjian jual-beli?]
c). Kalau dalam perjanjian
barang yang diperjanjikan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka
perjanjian tersebut didasari oleh penipuan (bedrog). Akibat hukum dari
perjanjian yang didasari dengan penipuan, maka perjanjian dapat dibatalkan
melalui gugatan pembatalan dengan argumentasi terdapat perbuatan melanggar
hukum, dan pembatalan ini harus melalui peradilan perdata. Kalau perkara yang
berkaitan dengan persoalan hukum perdata dibawa ke ranah peradilan pidana, maka
wajib bagi Hakim untuk memutus lepas dari segala tuntutan hukum.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Idealnya, bila
kita taat pada tertib asas hukum, seyogianya pihak penjual terlebih dahulu menggugat
pembatalan perjanjian karena wanprestasi pelunasan harga jual-beli. Pasca
putusan perdata, bila pihak pembeli tidak bersedia menyerahkan kembali objek
barang, maka barulah dapat dituntut pidana “penggelapan”.]
“Menimbang, bahwa terlepas dari
pendapat kedua ahli tersebut di atas yang masing-masing secara subyektif untuk
kepentingan Penuntut Umum maupun Terdakwa, Majelis Hakim berpendapat bahwa
untuk menentukan apakah perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan pidana terletak
pada sikap batin yang ada pada diri Terdakwa yang dalam hal ini Terdakwa memang
memiliki niat dengan sengaja tidak akan pernah mau membayar barang yang telah
disepakati dibelinya tersebut tetapi niat yang sebenarnya adalah hanya
semata-mata ingin memiliki barang yang diperjanjikan tersebut dengan cara
apapun juga, bahwa niat / Sikap batin tersebut bisa muncul sebelum
terjadinya perjanjian sehingga perjanjian tersebut hanya merupakan kedok / bungkus
saja atau bagian dari modus yang dilakukan Terdakwa agar korban tergerak / mau
menyerahkan barangnya kepada Terdakwa, namun niat / sikap batin tersebut
juga bisa baru muncul setelah terjadinya penyerahan barang atau barang
yang diperjanjikan telah berada dalam kekuasaannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
fakta yang terungkap dalam persidangan sebagaimana telah Majelis Hakim uraikan
diatas bahwa Terdakwa SARKOHA, SH. bin SUPARYO setelah menerima penyerahan kapal
KLM Kusuma III dan surat-surat dokumen kapal dan foto copy gross akta kapalnya
dari Saksi Korban pada tanggal 2 Desember 2011 kemudian Terdakwa melakukan uji
coba terhadap kapal tersebut dalam keadaan tanpa muatan untuk berlayar dari
pelabuhan Juwana ke pelabuhan Jepara kapal tersebut namun mengalami kerusakan
sehingga Terdakwa mengeluarkan biaya untuk melakukan perbaikan kapal tersebut
dan telah disepakati oleh saksi korban biaya tersebut akan diperhitungkan,
selanjutnya menurut Terdakwa setelah kapal KLM Kusuma III diperbaiki sewaktu
diuji coba untuk memuat barang, daya muat kapal KLM Kusuma III tersebut
tidak sesuai dengan perjanjian yaitu bisa muat seberat 366 ton tetapi hanya
bisa memuat maksimal 155 ton selain itu menurut Terdakwa material kapal tidak
sesuai yang disebutkan dalam perjanjian;
“Menimbang, bahwa sejak kapal
KLM Kusuma III diserahkan kepada Terdakwa pada tanggal 2 Desember 2011 sampai
saat ini Terdakwa sama sekali belum pernah membayar angsuran kapal KMP Kusuma
III sesuai kesepakatan;
“Menimbang, bahwa dalam
klarifikasi terhadap permasalahan kapal tersebut yang dilakukan di ruang PPKO
Mapolres Jepara yang dipimpin oleh Wakapolres Jepara tanggal 19 Juli 2012,
Terdakwa menyatakan tidak mau bayar kapal karena kapalnya tidak sesuai
keinginannya, kalau ada kapal yang sesuai dengan keinginannya hari ini juga
Terdakwa bayar;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa meskipun Terdakwa
menyatakan kapal KLM Kusuma III tidak sesuai dengan spek yang termuat dalam
perjanjian dan telah berniat tidak akan pernah mau membayar kapal tersebut
kepada saksi korban sesuai perjanjian yang disepakati, tetapi Terdakwa juga
tidak melakukan pembatalan perjanjian jual-beli kapal tersebut dengan saksi
korban, tetapi justru Terdakwa tetap mengoperasikan Kapal KLM Kusuma III
tersebut untuk kepentingan pribadinya sehingga seolah-olah kapal
tersebut sudah merupakan miliknya sendiri yang bisa dipergunakan sekehendaknya
sendiri, hal tersebut sesuai keterangan saksi Joko Sampurno sebagai nakhoda
yang menjalankan kapal KMP Kusuma III atas permintaan Terdakwa telah melakukan
pelayaran yaitu: ...;
“Menimbang, bahwa keterangan
saksi Joko Sampurno tersebut sesuai dengan keterangan saksi Faizal Anwar bin
Fathul Jannah yang menerangkan bahwa saksi pernah menguruskan surat-surat
administrasi KLM Kusuma III ke kantor Aministrator Pelabuhan Tanjung Mas pada
tanggal 5 Mei 2011 dari Tanjung Mas Semarang Ke Ketapang, Kalimantan Barat
dengan muatan Sembako dan makanan ternak dan lain-lainnya demikian pula saksi
M.ARSAD bin H.PASONG, saksi RUSDI als.DIDI bin SAID, saksi KARYANTO als. KLIWON
bin KARNAWI ketiga saksi tersebut menerangkan bahwa pernah mengurus surat-surat
jalan maupun bongkar muatan KLM Kusuma III sebagaimana yang telah diterangkan oleh
saksi JOKO SAMPURNO;
“Menimbang, bahwa selain telah
mengoperasikan Kapal KLM Kusuma III sebagaimana diterangkan tersebut diatas saksi
JOKO SAMPURNO juga menjelaskan tentang pembagian hasil setelah mendapat muatan
barang dengan pembagian yaitu : hasil dari muat barang yang dikeluarkan untuk
biaya operasional dan sisanya dibagi dua dengan perincian yaitu 1/3 (sepertiga)
untuk ABK dan 2/3 ( dua per tiga ) untuk pemilik kapal (SARKOHA)
sedangkan untuk saksi selaku nahkoda mendapat gaji dari pemilik kapal (SARKOHA)
setiap perjalanan pulang balik (sekitar Rp 1.500.000 );
“Menimbang, bahwa berdasarkan
fakta tersebut di atas maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa setelah
kesepakatan jual beli kapal dan Terdakwa menerima penyerahan kapal KLM Kusuma
III dari saksi korban, Terdakwa merasa kecewa dengan kondisi kapal tersebut
tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya sehingga muncul niat Terdakwa untuk
tidak akan pernah mau membayar kapal tersebut, dan niat (sikap batin) Terdakwa
tersebut diwujudkan Terdakwa dalam perbuatannya yang nyata-nyata diakui sendiri
oleh Terdakwa bahwa sejak Kapan KLM Kusuma III diserahkan kepada Terdakwa
tanggal 2 Desember 2011 sampai saat ini Terdakwa sama sekali belum melakukan
pembayaran sesuai kesepakatan kepada saksi korban dan Terdakwa juga
tidak pernah melakukan upaya pembatalan perjanjian jual beli kapal tersebut
dengan saksi korban padahal menurut Terdakwa kapal tersebut tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan sehingga seharusnya Terdakwa sebagai seorang polisi dan
berpendidikan Sarjana Hukum dapat melakukan hal tersebut namun Terdakwa tidak
melakukan hal tersebut, maka dengan demikian Terdakwa telah dengan
sengaja melepaskan dirinya dari ikatan keperdataan yang mengatur hak dan
kewajiban dengan saksi korban, sehingga niat Terdakwa yang awalnya ingin
membeli berubah niatnya adalah hanya semata-mata untuk memperoleh keuntungan
ataupun kemanfaatan dari Kapal KLM III yang telah diserahkan dan dikuasai
Terdakwa dari saksi korban LINA WIDYANTI LAEKE binti H.WIRO SUGIMIN,
sehingga perbuatan Terdakwa yang secara sadar dan sengaja melepaskan diri dari
ikatan keperdataan karena niat Terdakwa untuk membeli / membayar Kapal KLM
Kusuma III sudah tidak ada lagi maka dengan adanya fakta Terdakwa masih
tetap menguasai dan mengoperasikan kapal KLM Kusuma III yang secara disadari
oleh Terdakwa kapal tersebut adalah masih sepenuhnya milik saksi korban untuk
kepentingan diri pribadi Terdakwa dengan demikian maksud penguasaan
kapal KLM Kusuma III oleh Terdakwa tersebut adalah semata-mata untuk dimiliki
secara melawan hukum berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim
berpendapat perbuatan Terdakwa yang tetap menguasai kapal KLM Kusuma III milik
saksi korban tersebut menjadi perbuatan melawan hukum di ranah hukum pidana
namun Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum bahwa yang
terbukti adalah pasal 378 KUHP (penipuan) dengan pertimbangan bahwa berdasarkan
fakta yang terungkap dipersidangan tidak adanya fakta yang menunjukkan bahwa Terdakwa
telah menggunakan rangkaian kata-kata bohong agar saksi korban tergerak
menyerahkan kapal KLM Kusuma III kepada Terdakwa namun niat Terdakwa untuk
memiliki Kapal Kusuma III secara melawan hukum tersebut baru muncul setelah
Kapal Kusuma III berada dalam kekuasaanya sehingga atas dasar pertimbangan
tersebut, maka Majelis Hakim juga tidak sependapat dengan pledoi Penasehat
Hukum Terdakwa yang menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa adalah perbuatan
diranah perdata;
“Menimbang, berdasarkan fakta
yang terungkap di persidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun
Terdakwa bahwa kapal KLM Kusuma III yang telah dikuasai dan dioperasikan untuk
kepentingan diri pribadi adalah milik saksi korban LINA WIDYANTI LAEKE yang
diserahkan kepada Terdakwa atas dasar kesepakatan jual beli namun setelah
kapal KLM Kusuma III berada dalam kekuasaan Terdakwa, Terdakwa berubah niatnya
dan tidak mau membayar kapal KLM Kusuma III tetapi tetap menguasai dan
mengoperasikan kapal untuk kepentingan pribadinya / mencari keuntungan seperti
miliknya sendiri;
“Menimbang, bahwa oleh karena
seluruh unsur dalam dakwaan tersebut di atas telah terbukti menurut hukum oleh
perbuatan Terdakwa dan Majelis Hakim berkeyakinan terhadap Terdakwa dapat
dipersalahkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan tersebut;
“Menimbang, bahwa selain
daripada itu pula dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan yang ada pada diri Terdakwa yang dapat mempengaruhi berat ringannya
pemidanaan yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa, sebagai berikut:
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa merugikan orang lain;
- Terdakwa adalah aparat hukum;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa bersikap tertib dan sopan di persidangan;
- Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
“M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa SARKOHA, SH. Bin SUPARYO telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : ‘Penggelapan’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama : 1 (satu) Tahun;
3. Menetapkan agar supaya barang bukti berupa : ... 1 (satu) unit kapal
Layar Motor Kusuma-III dengan spesifikasi panjang : ... ; dikembalikan kepada
saksi LINA WIDYANTI LAEKE Binti H. WIRO SUGIMIN.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.