LEGAL OPINION
Question: JIka memang hukum telah mengenal jenis-jenis benda
dikategorikan sebagai benda berwujud dan benda tidak berwujud, dimana keduanya
bisa saja digelapkan dan/atau dicuri, maka mengapa giro dan uang kartal yang tidak
dikembalikan oleh orang yang berhutang, tidak dikategorikan sebagai pidana penggelapan?
Mobil tidak dikembalikan oleh penyewa, dipidana penggelapan. Lalu, mengapa uang
yang dipinjam tanpa dikembalikan, tidak bisa dipidana penggelapan uang?
Brief Answer: Benar bahwa hukum perdata di Indonesia mengenal
berbagai kriteria benda / barang, dimana uang baik berbentuk fisik maupun saldo
dalam rekening dikategorikan sebagai kriteria “benda berwujud” maupun “benda
tidak berwujud”. Karenanya, secara akal sehat logis yang paling sederhana,
ketika seorang debitor menunggak atau bahkan wanprestasi melunasi
hutang-piutang sebagaimana sebelumnya telah diperjanjikan, sehingga menimbulkan
kerugian bagi pihak kreditor, maka senyatanya memang telah terjadi tindak
pidana penggelapan—karena bagaimana pun, tidak dikembalikannya dana dengan
alasan telah habis dinikmati / dipakai secara tidak produktif, atau merugi saat
digunakan sebagai modal dalam berusaha, adalah demi kepentingan pribadi sang
debitor yang bukan urusan pihak kreditor serta bukan beban tanggung-jawab
pihak kreditornya.
Terlebih bila uang dimaksud berwujud uang kartal
berupa bundel-bundel lembaran yang dititipkan dalam layanan “deposit box”, dipinjamkan, ataupun
ditabung, namun gagal untuk dikembalikan oleh pihak yang menerima titipan,
dipinjamkan, ataupun menghimpun dana dari masyarakat, secara nyata-nyata terdapat
“benda berwujud” yang memiliki nilai ekonomi yang telah dikuasai oleh pihak-pihak
tersebut tanpa dikembalikan kepada pemiliknya yang sah.
Namun, kendala sosio-antropologisnya, ketika
logika yuridis demikian benar-benar diterapkan secara tegas dan keras, maka
dapat dipastikan berbagai Lembaga Pemasyarakatan (penjara) kita di Tanah Air
tidak akan pernah cukup untuk menampung para “penjahat” yang menggelapkan dana
milik kreditornya—mengingat, separuh sengketa perdata wanprestasi yang
membanjiri pengadilan ialah seputar wanprestasi hutang-piutang ataupun
sejenisnya terkait dana yang tidak dikembalikan.
PEMBAHASAN:
Meski demikian, terdapat
beberapa karakteristik kasus dimana pelakunya dan perbuatannya tidak lagi
diberi “toleransi hukum”, untuk itu benar-benar dijerat pemidanaan sebagai “pelaku
tindak pidana penggelapan” (bila tidak dapat disebut sebagai telah “melakukan
penipuan”). Sederhananya, sekalipun pelaku dapat lolos dari kualifikasi
delik “penggelapan”, maka dirinya dapat dipastikan tidak akan lolos dari
Dakwaan Alternatif “penipuan”—sehingga dikualifikasi sebagai “penggelapan”
ataupun sebagai telah melakukan “penipuan”, tidak lagi menjadi penting, yang
terpenting ialah pelakunya diganjar hukuman demi menimbulkan “efek jera”.
Sebagai contoh guna perbandingan,
menurut Anda apakah seseorang yang menjual barang, sekalipun telah dibayarkan
sejumlah dana baik secara tunai maupun lewat transfer dana ke rekening milik
pihak penjual, namun tidak pernah kunjung menyerahkan barang yang telah dibeli
secara tunai dan lunas oleh pihak konsumen, hanya dapat digugat secara perdata
atau sekadar dipailitkan?
Jika ada di antara warga masyarakat
yang memiliki paradigma menjual barang tanpa diserahkan kepada pihak pembeli,
sekalipun telah menerima sepenuhnya dana jual-beli, tidak memiliki konsekuensi
yuridis berupa ancaman pemidanaan sebagai “pidana penggelapan”, maka ilustrasi
konkret berikut dapat memberikan gambaran real yang tidak dapat diremehkan
terlebih diabaikan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan
Pengadilan Negeri Lamongan perkara pidana register Nomor 133/Pid.B/2018/PN.Lmg tanggal 16 Agustus 2018,
dimana Terdakwa didakwa karena telah melakukan tindak pidana penipuan, ataupun
penggelapan sebagai alternatif dakwaan.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, terhadapnya Majelis Hakim membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena
Majelis Hakim berkeyakinan Dakwaan Kedua Penuntut Umum paling mendekati
perbuatan terdakwa maka Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan Kedua Penuntut
Umum yaitu melanggar Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang
unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Barang Siapa;
2. dengan Sengaja memiliki dengan Melawan hak sesuatu barang
yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain;
3. dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena Kejahatan;
“Menimbang, bahwa seorang
terdakwa baru dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagai mana yang
didakwakan kepadanya apabila semua unsur-unsur dari tindak pidana yang
didakwakan dapat dibuktikan dalam perbuatan terdakwa dan untuk itu Majelis
Hakim akan mempertimbangkan unsur-unsur tersebut sebagai berikut:
“Menimbang bahwa kesengajaan adalah
kehendak untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang atau
diharuskan oleh Undang-Undang. Hal ini berkaitan dengan segala sesuatu yang ada
dalam diri (sikap bathin) terdakwa atau dengan kata lain merupakan sikap bathin
terdakwa pada saat yang bersangkutan melakukan perbuatan pidana, sedang melawan
hukum artinya bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan;
“Menimbang, bahwa untuk
membuktikan unsur ini majelis hakim akan menghubungkannya dengan fakta hukum
yang terungkap di persidangan yaitu berawal saksi korban Muhammad Khoirun
hendak membeli mobil ... kemudian saksi korban minta tolong Sdri. Atik untuk
dicarikan sales mobil lalu Sdri. Atik memberikan nomor telepon Terdakwa Tariq
Meseriadi karena sebelumnya Sdri. Atik pernah membeli mobil lewat terdakwa dan
terealisasi;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
saksi korban Muhammad Khoirun pada tanggal 14 Juni 2017 sekira jam 10.00 wib
menghubungi Terdakwa melalui WA (whats App) menanyakan masalah mobil dan harga
mobil ... kemudian saksi korban mengatakan akan membeli mobil ... secara cash
dan terdakwa disuruh ke rumahnya saksi korban dan malam harinya terdakwa ke rumah
saksi korban untuk memastikan saksi korban akan membeli mobil ... secara cash
dengan harga Rp 125.100.000,-.
“Pada tanggal 16 Juni 2017
sekira jam 09.00 wib, Terdakwa kembali ke rumah saksi korban Muhammad Khoirun
untuk mengambil uangnya lalu Terdakwa membuatkan Form penentuan janji
penyerahan kendaraan dan Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Terdakwa dan
saksi korban Muhammad Khoirun disaksikan oleh Sdri. Ani Ernawati (istrinya
saksi korban) dan Terdakwa juga berjanji mobil ... tersebut akan dikirim ke
rumah saksi korban Muhammad Khoirun sebelum hari raya Idul Fitri tepatnya
tanggal 23 Juni 2017 akhirnya saksi korban yakin dan percaya lalu menyerahkan
uang sebesar Rp 125.100.000,- kepada Terdakwa kemudian namun sampai sekarang
mobil ... tersebut tidak dikirim oleh Terdakwa dan uangnya telah habis
digunakan oleh terdakwa untuk membayar utang dan untuk keperluan sehari-hari
terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
fakta yang diuraikan di atas, terdakwa tidak ada ijin untuk menggunakan uang
milik saksi korban Muhammad Khoirun untuk keperluan pribadi terdakwa,
dengan demikian unsur dengan sengaja memiliki dengan Melawan hak Sesuatu Barang
Yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain telah
terpenuhi secara sah menurut hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
uraian fakta hukum tersebut diatas, terdakwa memperoleh uang sebesar Rp
125.100.000,- adalah karena terdakwa mengaku sebagai sales AUTO 2000 Lamongan
yang bisa membantu saksi korban Muhammad Khoirun membeli mobil baru, dengan
demikian unsur barang itu ada dalam tangannya bukan karena Kejahatan, telah
terpenuhi secara sah menurut hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
atas uraian dan pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis Hakim berkeyakinan
seluruh unsur-unsur dari Pasal 372 KUHP, sebagaimana yang didakwakan oleh
Penuntut Umum dalam dakwaan alternatife Kedua, telah terpenuhi dan terbukti
oleh perbuatan terdakwa, sehingga terhadap terdakwa haruslah dinyatakan secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Penggelapan;
“Menimbang, bahwa dalam
persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan
pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf,
maka Terdakwa harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya;
“Menimbang, bahwa dalam perkara
ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penahanan yang sah, maka masa penahanan
tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
“Menimbang, bahwa untuk
menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih
dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;
Keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa merugikan saksi korban Muhammad Khoirun;
- Terdakwa pernah dihukum;
- Terdakwa belum memberi ganti-rugi kepada saksi korban Muhammad
Khoirun;
- Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya;
Keadaan yang meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan di persidangan sehingga memperlancar jalannya sidang;
- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi;
“M E N G A D I L I :
1. Menyatakan terdakwa TARIQ HIDAYAT bin MESERIADI terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Penggelapan’ sebagaimana dakwaan
alternatif kedua;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 3 (tiga) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) lembar Form Penentuan Janji Penyerahan
kendaraan dan 1 (satu) lembar Surat Pernyataan dikembalikan kepada Sdr.
Muhammad Khoirun.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.