LEGAL OPINION
Question: Apa bisa, pemerintah secara sepihak dan seketika
mencabut izin usaha perusahaan, bila kesalahan yang dituduhkan pemerintah
senyatanya diluar kekuasaan kami, dan adalah kesalahan pihak lain pelanggaran
ini terjadi, yang hanya saja entah bagaimana bisa berdampak juga kepada
oprasional perusahaan kami secara tidak langsung sehingga tampak pada permukaan
seolah-olah perusahaan kami yang telah melanggar syarat-syarat dalam
operasional perizinan yang kami miliki?
Brief Answer: Secara prinsip, suatu pihak yang mendapat
perizinan dari pihak pemerintah, maka memiliki tanggung-jawab disamping
pemberian kewenangan untuk melakukan kegiatan usaha sesuai izin yang diberikan
pemerintah (sebagai “satu-kesatuan paket”, yakni ada hak maka ada kewajiban)
untuk mengawasi serta memastikan betul kepatuhan terkait pelaksanaan perizinan
yang dimohonkan serta telah diberikan pemerintah dan diterima oleh setiap
pelaku usaha.
Hanya saja, ada kalanya tidak tertutup
kemungkinan kesalahan dilakukan oleh pihak ketiga yang dari sudut pandang pihak
luar (termasuk pemerintah pemberi izin) merupakan kejadian “terjadinya
pelanggaran” yang dilakukan oleh sang pemegang izin usaha, yang sejatinya hanya
“salah kaprah” dan diluar kekuasaan pihak pemegang izin untuk mencegah
terjadinya hal demikian untuk dapat terjadi.
Karena itulah, dalam konteks Tata Usaha Negara, pada
tataran praktik berkembang pula konsepsi yang dipinjam dalam terminologi
perdata yakni semacam “force majeure”
ataupun dalam konsep pidana perihal “over
macht”—terjadinya diluar niat ataupun kehendak subjek hukum bersangkutan,
serta tiada terjadinya kelalaian atas kejadian pelanggaran yang terjadi
(karenanya secara kasuistik dapat menjelma sebuah “kontra legem”, alias pengecualian dari kualifikasi “telah
terjadinya pelanggaran”).
Pemerintah juga tidak dibenarkan oleh asas-asas
umum pemerintahan yang baik untuk melakukan “praduga bersalah”
dengan seketika membekukan izin kegiatan usaha tanpa melakukan “penelitian
mendalam (atas dugaan pelanggaran)” sekalipun telah ada “bukti permulaan yang
cukup” atas terjadinya peristiwa pelanggaran terhadap perizinan yang telah
diberikan.
“Bukti permulaan yang cukup” bukanlah fakta hukum
final untuk dapat dibuat penilaian secara prematur melanggar atau tidaknya,
sehingga pembekuan atau bahkan pencabutan izin usaha dapat menyerupai “praduga
bersalah” bila tiada dilakukan penelitian secara mendalam sebelum membuat
keputusan tata usaha negara berisi pembekuan ataupun pencabutan izin usaha.
Pembekuan usaha sekalipun bersifat temporer (dapat diaktifkan kembali atau
diputuskan untuk dicabut permanen), namun sifatnya tetaplah “praduga” yang
berdampak langsung terhadap subjek hukum yang dibekukan izinnya, terlebih bila
dibiarkan “menggantung” tanpa kepastian dan berlarut-larut.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
ilustrasi konkret berikut SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai cerminan
sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya sengketa
tata usaha negara register Nomor 76/G/2019/PTUN.SBY. tanggal 24 Oktober 2019,
perkara antara:
- PT. MAJU JAYA SAKTI SEJAHTERA,
sebagai Penggugat; melawan
- KEPALA KANTOR PENGAWASAN DAN
PELAYANAN BEA DAN CUKAI (KPPBC) TIPE MADYA PABEAN TANJUNG PERAK, selaku Tergugat.
Penggugat merupakan perusahaan penerima izin penyelenggaraan “gudang
berikat”, yang dibekukan izinnya karena dianggap menerima dan menampung
barang-barang diluar yang diizinkan dalam perizinan “gudang berikat” sehingga
dinilai telah melanggar izin yang telah diberikan. Tindakan Kantor Bea dan
Cukai yang “membekukan” izin kegiatan usaha Penggugat, dinilai prematur dan
sewenang-wenang, karena Penggugat sama sekali tidak pernah dimintakan
keterangan atau diverifikasi terkait dengan pelanggaran ketentuan kepabeanan
yang mana pelanggaran memang Penggugat akui terjadi namun bukan dilakukan oleh
pihak Penggugat, namun oleh pihak importir dan pengirim barang ke gudang milik
Penggugat.
Pihak pemerintah dalam sanggahannya mendalilkan bahwa setelah dilakukan “penelitian
secara mendalam” sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, maka
status pembekuan “gudang berikat” dapat berubah menjadi:
1. Sesuai Pasal 26 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011, perizinan dapat diberlakukan kembali;
2. Sesuai Pasal 27 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011, “pembekuan” dapat diubah menjadi
pencabutan.
Dengan demikian dalil yang disampaikan Penggugat tidak berkaitan dengan
objek gugatan, karena “penelitian mendalam” sesuai Pasal 33 Ayat (1) baru
dilakukan setelah proses pembekuan untuk menindak-lanjuti apakah izin akan
dicabut permanen ataukah akan diaktifkan kembali. Saat ini baru terjadi
“pembekuan” izin, sehingga keberatan Penggugat sifatnya “prematur”.
Pasal 33 dimaksud tidak terlepas dari kewenangan Tergugat dalam melakukan
fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011, Pasal 25 Ayat (1) mengatur:
(1) Izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dibekukan
oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Direktur Jenderal dalam
hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB:
a. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan
bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
1. memasukkan barang impor
yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
2. memasukkan barang yang
dilarang untuk diimpor;
3. menimbun barang asal tempat
lain dalam daerah pabean; dan/atau
4. mengeluarkan barang dengan
tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.”
Salah satu fakta hukum terpenting dalam perkara ini, ialah barang yang
dianggap melanggar perizinan dalam “Gudang Berikat” milik Penggugat, adalah
barang yang diimpor oleh pihak importir namun pihak importir telah melakuakn
kesalahan importasi dan pengiriman.
Dengan demikian yang menjadi pokok permasalahan (legal issue) terkait dengan prosedur pembekuan izin fasilitas
gudang berikat sebagaimana ketantuan Pasal 25 Ayat (1) dimaksud adalah : Apakah
untuk menentukan “bukti permulaan yang cukup”, Tergugat harus melakukan
penelitian yang mendalam?
Dimana terhadap kompleksitas isu hukum tata usaha negara demikian yang
tidak jarang terjadi dalam praktik, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta
amar putusan yang mengandung muatan kaedah hukum bentukan praktik peradilan (best practice), sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan
ketentuan Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, menyebutkan:
(1)
Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai
atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Gudang Berikat,
Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.
(2)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus
segera ditindaklajuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan
perundang-undangan.
(3)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan
dan cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindak-lajuti dengan
penyidikan sesuai ketentuan perundang-undangan.’
“Menimbang, bahwa dengan
demikian terdapat dua hal yang patut digaris-bawahi terkait dengan indikasi
pelanggaran ketentuan kepabenan dan cukai atas pemasukan dan/atau
pengeluaran barang ke dan / atau dari Gudang Berikat, yaitu Kepala Kantor
Pabean harus melakukan penelitian terhadap pelanggaran administratif
(ayat 2) dan tindak pidana (ayat 3) dengan mekanisme yang diatur lebih lanjut
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dikaitkan dengan Surat
Keputusan objectum litis yaitu berupa Pembekuan Izin Gudang Berikat atas nama
Penggugat dapat ditentukan keputusan tersebut adalah sebagai bentuk sanksi
administratif, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim menilai secara konseptual
penerapan Pasal 25 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat harus-lah pula berpedoman pada ketentuan
Pasal 33, dimana pada ketentuan tersebut berada pada Bab VIII Tentang
Pengawasan, dan dikaitkan kewenangan Tergugat dalam menetapkan pembekuan izin gudang berikat
sebagaimana dimaksud Pasal 25 (1) adalah juga dalam rangka melaksanakan fungsi
Pengawasan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian
terkait dengan penentuan bukti permulaan yang cukup terdapat adanya indikasi
pelanggaran kepabeanan sebagaimana maksud ketentuan Pasal 25 Ayaat (1)
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 tentang
Gudang Berikat harus pula dilakukan dengan penelitian yang mendalam
(Vide Pasal 33 Ayat 1), hal mana dapat ditentukan dengan memperhatikan Pasal 17
yang mengatur:
“Pengusaha Gudang Berikat atau
PDGB, dilarang:
a. memasukkan barang impor yang
tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
b. memasukkan barang yang
dilarang untuk diimpor;
c. menimbun barang asal tempat
lain dalam daerah pabean; dan/atau
d. mengeluarkan barang dengan
tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.
dimana unsur-unsurnya sama
dengan ketentuan Pasal 25 (1) sehingga dikualifisir sebagai bentuk pelanggaran
atas ketentuan kepabeanan sebagaimana diatur pada Pasal 33, bukan terkait
dengan pelanggaran terhadap kewajiban sebagai mana dimaksud Pasal 14 dan pasal
15 Juncto Pasal 24 ayat (1), artinya prosedur penelitian yang mendalam
sebagaimana dimaksud Pasal 33 (1) berlaku atas penerapan pasal 25 (1) Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 Tentang Gudang
Berikat;
“Menimbang, bahwa dalam hal ini
penerapan Pasal 33 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
: 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat dalam tataran teori berkaitan dengan
penerapan Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan yang menghendaki ‘Setiap
badan / pejabat tata usaha negara bertindak cermat dalam melakukan berbagai
aktifitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi warga Negara, apabila berkaitan dengan tindakan
pemerintah dalam mengeluarkan keputusan harus mempertimbangkan secara cermat
dan teliti semua factor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar
dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan,
serta mempertimbangkan akibat hukum yang muncul dari keputusan tata usaha
Negara tersebut, dan sebelum badan / pejabat tata usaha Negara mengambil
ketetapan, terlebih dahulu meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan
pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta
penting kurang diteliti itu berarti tidak cermat, dan pemerintah tidak boleh
dengan mudah menyimpangi nasihat yang diberi.” (Hukum Admistrasi Negara, Ridwan
H.R, tahun 2002);
“Menimbang, bahwa adapun pentingnya
untuk melakukan penelitian yang mendalam atas indikasi pelanggaran
kepabeanan sebelum Tergugat menetapkan pembekuan izin gudang berikat adalah
dalam rangka untuk mencari kebenaran materiil sehingga sampai pada kesimpulan
adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat itu benar-benar
terjadi sehingga menjadi kewajiban Tergugat untuk terlebih dahulu meneliti
semua factor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar dan mempertimbangkan
alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan khususnya Penggugat
mengingat terhadap proses penyidikan untuk menentukan terkait pembekuan izin
gudang berikat apakah dapat diperlakukan kembali ataupun dicabut
sebagaimana ketentuan Pasal 26 dan 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011
tentang Gudang Berikat tidak menentukan batas waktu penyidikan sehingga jika
tidak dilakukan penelitian yang mendalam atas penetapan pembekuan izin dapat
menimbulkan ketidak-pastian hukum bagi Penggugat, maka oleh karenanya
terhadap dalil Tergugat yang menyatakan bahwa penelitian mendalam sesuai pasal
33 ayat (1) baru dilakukan setelah proses pembekuan, adalah tidak beralasan
hukum;
“Menimbang, bahwa untuk
selanjutnya terkait dengan prosedur yang diatur pada ketentuan Peraturan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-50/BC/2011 tentang Gudang Berikat
pada pasal 38 ayat (4) menyebutkan ‘Surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan kepada Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang
Berikat dan/atau PDGB yang bersangkutan’, dikaitkan dengan dalil Tergugat yang
menyatakan objek sengketa tidak pernah dikirimkan melalui pos oleh KPPBC TMP
Tanjung Perak, melainkan diambil langsung pada tanggal 13 Desember 2018 di
KPPBC TMP Tanjung Perak oleh orang yang dikenal sebagai Pegawai PT. Maju Jaya
Sejahtera;
“Menimbang, bahwa kewajiban
Tergugat untuk menyampaikan Surat Keputusan objectum litis tersebut telah pula
diatur pada ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan, pada pasal 61 menyebutkan:
(1)
Setiap Keputusan wajib disampaikan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada
pihak-pihak yang disebutkan dalam Keputusan tersebut;
(2)
Keputusan dapat disampaikan kepada pihak yang terlibat lainnya;
(3)
Pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kuasa secara
tertulis kepada pihak lain untuk menerima Keputusan;
“Menimbang, bahwa demikian
terkait dengan tidak disampaikannya secara formal Surat Keputusan objctum litis
ataupun menurut pengakuan Tergugat telah diambil oleh orang yang dikenal
sebagai Pegawai PT. Maju Jaya Sejahtera setidak-tidaknya memiliki kuasa untuk
mewakili kepentingan Penggugat sebagaimana diatur pada pasal 61 ayat (3), maka
tindakan Tergugat memuat kekurangan juridis dalam penerapan pasal 38 ayat (4)
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-50/BC/2011 tentang Gudang
Berikat;
“Menimbang, bahwa terkait
dengan substansi / materiil mengenai adanya penindakan yang dilakukan Tergugat
(Vide Bukti T-8, T-9 dan T-11), pihak Penggugat telah berupaya melakukan upaya
untuk menanyakan kepada pihak BANLIN ENTERPRISE CO. LTD sebagaimana suratnya
yang pada intinya menyampaikan bahwa barang-barang yang diterima dengan Nomor
... pada tanggal 13 Oktober 2018 dimana dokumen-dokumen tersebut telah dikirim
oleh agen yang anda tunjuk dan yang dikirim oleh PT. Swastika Cakra Internusa,
dan setelah diperiksa bersama oleh bea dan cukai, barang-barang tersebut
ternyata bukan milik kami (Penggugat), karena bukan bagian dari sepeda sebagaimana
disebutkan pada PO kami (Vide P-12 dan terjemahan), dan terhadap surat
tersebut telah pula ditanggapi sebagaimana bukti P-12B yang pada intinya mohon
waktu untuk memeriksa dan memastikan bagian barang-barang dimaksud;
“Menimbang, bahwa memperhatikan
Bukti P-15 surat dari PT. Swastika Cakra Internusa tertanggal 13 Desember 2018
Perihal : Pemberitahuan Keberadaan Barang yang ditujukan kepada PT. Maju Jaya
Sakti Sejahtera (Penggugat), pada intinya menerangkan sehubungan dengan
importasi dengan data-data Nomor ... , Kontainer : ... dan ... disampaikan,
menunjuk informasi dari Maxsilins per-email tanggal 5 November 2018 barang
saudara masih tertinggal di Singapura dikarena terjadinya kesalahan
pengiriman barang oleh pihak agen di Singapura dan barang yang terkirim
ke Surabaya adalah barang lain, dan didalam surat pemberitahuan dari PT.
Polo Marketing juga diminta pengurusan re-export untuk mengembalikan barang salah
kirim tersebut;
“Menimbang, bahwa terkait hal
tersebut telah pula didengar keterangan saksi Teguh Cipta Wardana memberikan
keterangan dibawah sumpah yang pada intinya menerangkan Saksi bekerja pada PT. Swastika
Cakra Internusa sebagai Dokumen Manager, untuk pengapalan pertengahan 2018 yang
diterima dari Maksilin terdapat email dari pimpinan dan share copy ke Polo
Marketing bahwa ada dokumen importasi milik PT. MJSS dan saksi melihat dokumen
isi barangnya sama dengan yang dikirim pihak maksilin yaitu saprepart sepeda
dan disampaikan kepada pihak PT. MJSS bahwa kapal akan datang akhir Oktober,
namun setelah barang datang saksi mendapat informasi dari Singapura by email bahwa
barang yang terkirim itu salah setelah barang sampai di Surabaya;
“Menimbang, bahwa begitu pula
dengan klarifikasi dari pihak Polo Marketing kepada pihak PT. Swastika Cakra
Internusa (Vide Bukti P-23) Perihal : Singapore Over Stuffing, ... dan ... diberitahukan
ada kesalahan yang dibuat oleh Perusahaan Logistik Singapura dan kargo
masih menumpuk di Gudang Singapura, dan harap meminta agen lokal pelayaran pengiriman
dan pihak-pihak berwenang setempat untuk memproses dan memperlancar pengurusan
pengeksporan kembali ke Singapura;
“Menimbang, bahwa sebagaimana
fakta-fakta hukum tersebut di atas telah diakui oleh pihak PT. Polo Marketing terjadi
kesalahan pengiriman yang dibuat oleh perusahaan logistik di
Singapura, maka dengan demikian ketidak-sesuaian antara dokumen yang
diajukan Penggugat (Vide Bukti P-4) berupa pemesanan spare part sepeda kepada
BANLIN ENTERPAISE CO., LTD dengan barang yang dikirimkan bukan kesalahan
Penggugat, dan secara kasuistis kesalahan pengiriman
barang sepertin ini tidak dapat diterapkan Pasal 17 Huruf a Juncto Pasal 25
ayat (1) huruf a ke-1 yaitu memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan
izin Gudang Berikat, karena harus dibuktikan terlebih dahulu adanya
unsur kesengajaan dari pihak pemegang izin, dan dalam hal ini Majelis Hakim
menilai dengan adanya fakta hukum berupa pengakuan dari PT. Polo Marketing atas
kesalahan kirim barang milik Penggugat, maka tanggung jawab kesalahan tidak dapat
serta merta dibebankan begitu saja kepada Penggugat dengan memberikan sanksi
berupa pembekuan izin fasilitas gudang berikat;
“Menimbang, bahwa terkait
keadaan dimana terdapat kesalahan kirim barang (bukan dengan sengaja
memasukkan barang impor yang tidak sesuai pada prinsipnya telah diatur pada
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2007 pada Pasal 2 Angka 2
menyebutkan:
(2) Ekspor Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan dalam hal barang impor tersebut:
a. tidak sesuai dengan yang dipesan;
b. salah kirim;
c. rusak; dan/atau
d. oleh karena suatu ketentuan peraturan perundang-undangan tidak boleh
diimpor.
juncto Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 102/PMK.04/2019 tentang Ekspor Kembali Barang Impor;
“Menimbang, bahwa terkait
dengan hal tersebut telah pula didengar keterangan Ahli Mohamad Jafar pada
intinya menyampaikan pendapat dibawah sumpah, bahwa tidak sesuai yang dipesan
dan salah kirim sebenarnya dimungkinkan, dan itu dapat diketahui dari sejak
awal diberitahukan kepada aparat Bea & Cukai dan masih dalam kawasan
pabean, kalau sudah diberitahu dengan BC2.0, BC2.3 dan diperiksa ternyata
barang salah maka dapat dibaca di Pasal 2 butir 2 poin b (PMK 149/2007),
dikecualikan dari ketentuan ayat (1) ayat (2) berarti yang dapat dieksport,
jika telah diajukan pemberitahuan import dan dilakukan pemeriksaan fisik barang
dan telah kedapatan barang tidak sesuai;
“Menimbang, bahwa terkait
dengan pengecualian ekspor kembali atau ketentuan larangan untuk ekspor kembali
barang import sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 149/PMK.04/2007 juncto Bab II Peraturan Menteri Keuangan Nomor
102/PMK.04/2019, tidak berlaku bagi keadaan barang-barang yang tidak sesuai
dengan pesanaan ataupun salah kirim, dan adapun fakta mengenai penindakan yang
dilakukan Tergugat terhadap barang-barang yang telah diakui oleh pihak PT. Polo
Marketing (Vide Bukti P-23) terjadi salah kirim yang dibuat oleh Perusahaan
Logistik Singapura secara kasuistis pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ketentuan Pasal 2 ayat (3) khususnya huruf b tidak dapat diterapkan begitu saja
karena pembekuan izin fasilitas gudang berikat yang dilakukan karena adanya
penindakan harus melihat fakta-fakta yang relevan sehingga Tergugat dapat
memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk memperoleh barang sesuai yang
dipesannya dengan tetap memperhatikan kewajiban-kewajibannya sebagai importir;
“Menimbang, bahwa oleh karena
tidak terdapatnya unsur kesengajaan yang dilakukan Penggugat atas terjadinya
kesalahan kirim barang (Vide Bukti P- 23), maka berpedoman pada ketentuan Pasal
58 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-19/BC/2018 tentang Tata
Laksana Kawasan Berikat menyebutkan:
“Izin yang dibekukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dapat diberlakukan kembali dalam hal:
a. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan / atau PDKB
tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, berupa:
1. Dalam hal dibekukan karena memasukkan bahan baku yang tidak sesuai
dengan yang digunakan untuk produksinya setelah dilakukan penelitian ditemukan:
a. tidak ada unsur
kesengajaan dan diluar tanggung-jawabnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
seluruh fakta dan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan,
tindakan Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan Objectum litis adalah
bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan
Asas-Asas Umum Pemerinytahan yang Baik (AAUPB) yaitu Asas Kecermatan,
serta Asas Fair play dimana asas ini menghendaki agar setiap warga negara
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan
serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan
argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas
ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses
penyelesaian sengketa tata usaha negara, maka dengan demikian patut dan
adil menyatakan dalil gugatan Penggugat adalah beralasan hukum oleh karenanya
patut untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena
gugatan Penggugat dikabulkan maka terhadap Penetapan Majelis Hakim Nomor tentang
Penetapan Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan
Pelayanana Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor
... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat
PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera, dinyatakan tetap sah dan berlaku sampai dengan
sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
“Menimbang, bahwa dengan
dikabulkannya gugatan penggugat maka berpedoman pada ketentuan Pasal 97 ayat 9
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Juncto. Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004
Juncto Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
didalam amar putusan ini juga mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat
Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanana Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan
Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera;
“M E N G A D I L I :
DALAM PENUNDAAN:
- Menyatakan Penetapan Nomor ... tanggal 8 Juli 2019 tentang Penetapan
Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal
11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju
Jaya Sakti Sejahtera, tetap sah dan berlaku sampai dengan sengketa tata usaha
negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11
Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya
Sakti Sejahtera;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Kepala Kantor Pengawasan
dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya
Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang
Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.