(DROP DOWN MENU)

Force Majeure Konteks PERIJINAN USAHA dari Pemerintah, sebagai Alasan Pemaaf bagi Pelaku Usaha

LEGAL OPINION
Question: Apa bisa, pemerintah secara sepihak dan seketika mencabut izin usaha perusahaan, bila kesalahan yang dituduhkan pemerintah senyatanya diluar kekuasaan kami, dan adalah kesalahan pihak lain pelanggaran ini terjadi, yang hanya saja entah bagaimana bisa berdampak juga kepada oprasional perusahaan kami secara tidak langsung sehingga tampak pada permukaan seolah-olah perusahaan kami yang telah melanggar syarat-syarat dalam operasional perizinan yang kami miliki?
Brief Answer: Secara prinsip, suatu pihak yang mendapat perizinan dari pihak pemerintah, maka memiliki tanggung-jawab disamping pemberian kewenangan untuk melakukan kegiatan usaha sesuai izin yang diberikan pemerintah (sebagai “satu-kesatuan paket”, yakni ada hak maka ada kewajiban) untuk mengawasi serta memastikan betul kepatuhan terkait pelaksanaan perizinan yang dimohonkan serta telah diberikan pemerintah dan diterima oleh setiap pelaku usaha.
Hanya saja, ada kalanya tidak tertutup kemungkinan kesalahan dilakukan oleh pihak ketiga yang dari sudut pandang pihak luar (termasuk pemerintah pemberi izin) merupakan kejadian “terjadinya pelanggaran” yang dilakukan oleh sang pemegang izin usaha, yang sejatinya hanya “salah kaprah” dan diluar kekuasaan pihak pemegang izin untuk mencegah terjadinya hal demikian untuk dapat terjadi.
Karena itulah, dalam konteks Tata Usaha Negara, pada tataran praktik berkembang pula konsepsi yang dipinjam dalam terminologi perdata yakni semacam “force majeure” ataupun dalam konsep pidana perihal “over macht”—terjadinya diluar niat ataupun kehendak subjek hukum bersangkutan, serta tiada terjadinya kelalaian atas kejadian pelanggaran yang terjadi (karenanya secara kasuistik dapat menjelma sebuah “kontra legem”, alias pengecualian dari kualifikasi “telah terjadinya pelanggaran”).
Pemerintah juga tidak dibenarkan oleh asas-asas umum pemerintahan yang baik untuk melakukan “praduga bersalah” dengan seketika membekukan izin kegiatan usaha tanpa melakukan “penelitian mendalam (atas dugaan pelanggaran)” sekalipun telah ada “bukti permulaan yang cukup” atas terjadinya peristiwa pelanggaran terhadap perizinan yang telah diberikan.
“Bukti permulaan yang cukup” bukanlah fakta hukum final untuk dapat dibuat penilaian secara prematur melanggar atau tidaknya, sehingga pembekuan atau bahkan pencabutan izin usaha dapat menyerupai “praduga bersalah” bila tiada dilakukan penelitian secara mendalam sebelum membuat keputusan tata usaha negara berisi pembekuan ataupun pencabutan izin usaha. Pembekuan usaha sekalipun bersifat temporer (dapat diaktifkan kembali atau diputuskan untuk dicabut permanen), namun sifatnya tetaplah “praduga” yang berdampak langsung terhadap subjek hukum yang dibekukan izinnya, terlebih bila dibiarkan “menggantung” tanpa kepastian dan berlarut-larut.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, ilustrasi konkret berikut SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai cerminan sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya sengketa tata usaha negara register Nomor 76/G/2019/PTUN.SBY. tanggal 24 Oktober 2019, perkara antara:
- PT. MAJU JAYA SAKTI SEJAHTERA, sebagai Penggugat; melawan
- KEPALA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI (KPPBC) TIPE MADYA PABEAN TANJUNG PERAK, selaku Tergugat.
Penggugat merupakan perusahaan penerima izin penyelenggaraan “gudang berikat”, yang dibekukan izinnya karena dianggap menerima dan menampung barang-barang diluar yang diizinkan dalam perizinan “gudang berikat” sehingga dinilai telah melanggar izin yang telah diberikan. Tindakan Kantor Bea dan Cukai yang “membekukan” izin kegiatan usaha Penggugat, dinilai prematur dan sewenang-wenang, karena Penggugat sama sekali tidak pernah dimintakan keterangan atau diverifikasi terkait dengan pelanggaran ketentuan kepabeanan yang mana pelanggaran memang Penggugat akui terjadi namun bukan dilakukan oleh pihak Penggugat, namun oleh pihak importir dan pengirim barang ke gudang milik Penggugat.
Pihak pemerintah dalam sanggahannya mendalilkan bahwa setelah dilakukan “penelitian secara mendalam” sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, maka status pembekuan “gudang berikat” dapat berubah menjadi:
1. Sesuai Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011, perizinan dapat diberlakukan kembali;
2. Sesuai Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011, “pembekuan” dapat diubah menjadi pencabutan.
Dengan demikian dalil yang disampaikan Penggugat tidak berkaitan dengan objek gugatan, karena “penelitian mendalam” sesuai Pasal 33 Ayat (1) baru dilakukan setelah proses pembekuan untuk menindak-lanjuti apakah izin akan dicabut permanen ataukah akan diaktifkan kembali. Saat ini baru terjadi “pembekuan” izin, sehingga keberatan Penggugat sifatnya “prematur”.
Pasal 33 dimaksud tidak terlepas dari kewenangan Tergugat dalam melakukan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011, Pasal 25 Ayat (1) mengatur:
(1) Izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Direktur Jenderal dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB:
a. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
1. memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
2. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
3. menimbun barang asal tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
4. mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.”
Salah satu fakta hukum terpenting dalam perkara ini, ialah barang yang dianggap melanggar perizinan dalam “Gudang Berikat” milik Penggugat, adalah barang yang diimpor oleh pihak importir namun pihak importir telah melakuakn kesalahan importasi dan pengiriman.
Dengan demikian yang menjadi pokok permasalahan (legal issue) terkait dengan prosedur pembekuan izin fasilitas gudang berikat sebagaimana ketantuan Pasal 25 Ayat (1) dimaksud adalah : Apakah untuk menentukan “bukti permulaan yang cukup”, Tergugat harus melakukan penelitian yang mendalam?
Dimana terhadap kompleksitas isu hukum tata usaha negara demikian yang tidak jarang terjadi dalam praktik, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan yang mengandung muatan kaedah hukum bentukan praktik peradilan (best practice), sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, menyebutkan:
(1) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Gudang Berikat, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklajuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindak-lajuti dengan penyidikan sesuai ketentuan perundang-undangan.’
“Menimbang, bahwa dengan demikian terdapat dua hal yang patut digaris-bawahi terkait dengan indikasi pelanggaran ketentuan kepabenan dan cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan / atau dari Gudang Berikat, yaitu Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian terhadap pelanggaran administratif (ayat 2) dan tindak pidana (ayat 3) dengan mekanisme yang diatur lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dikaitkan dengan Surat Keputusan objectum litis yaitu berupa Pembekuan Izin Gudang Berikat atas nama Penggugat dapat ditentukan keputusan tersebut adalah sebagai bentuk sanksi administratif, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim menilai secara konseptual penerapan Pasal 25 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat harus-lah pula berpedoman pada ketentuan Pasal 33, dimana pada ketentuan tersebut berada pada Bab VIII Tentang Pengawasan, dan dikaitkan kewenangan Tergugat  dalam menetapkan pembekuan izin gudang berikat sebagaimana dimaksud Pasal 25 (1) adalah juga dalam rangka melaksanakan fungsi Pengawasan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian terkait dengan penentuan bukti permulaan yang cukup terdapat adanya indikasi pelanggaran kepabeanan sebagaimana maksud ketentuan Pasal 25 Ayaat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat harus pula dilakukan dengan penelitian yang mendalam (Vide Pasal 33 Ayat 1), hal mana dapat ditentukan dengan memperhatikan Pasal 17 yang mengatur:
“Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dilarang:
a. memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
b. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
c. menimbun barang asal tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
d. mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.
dimana unsur-unsurnya sama dengan ketentuan Pasal 25 (1) sehingga dikualifisir sebagai bentuk pelanggaran atas ketentuan kepabeanan sebagaimana diatur pada Pasal 33, bukan terkait dengan pelanggaran terhadap kewajiban sebagai mana dimaksud Pasal 14 dan pasal 15 Juncto Pasal 24 ayat (1), artinya prosedur penelitian yang mendalam sebagaimana dimaksud Pasal 33 (1) berlaku atas penerapan pasal 25 (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.04/2011 Tentang Gudang Berikat;
“Menimbang, bahwa dalam hal ini penerapan Pasal 33 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat dalam tataran teori berkaitan dengan penerapan Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan yang menghendaki ‘Setiap badan / pejabat tata usaha negara bertindak cermat dalam melakukan berbagai aktifitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga Negara, apabila berkaitan dengan tindakan pemerintah dalam mengeluarkan keputusan harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua factor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, serta mempertimbangkan akibat hukum yang muncul dari keputusan tata usaha Negara tersebut, dan sebelum badan / pejabat tata usaha Negara mengambil ketetapan, terlebih dahulu meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting kurang diteliti itu berarti tidak cermat, dan pemerintah tidak boleh dengan mudah menyimpangi nasihat yang diberi.” (Hukum Admistrasi Negara, Ridwan H.R, tahun 2002);
“Menimbang, bahwa adapun pentingnya untuk melakukan penelitian yang mendalam atas indikasi pelanggaran kepabeanan sebelum Tergugat menetapkan pembekuan izin gudang berikat adalah dalam rangka untuk mencari kebenaran materiil sehingga sampai pada kesimpulan adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat itu benar-benar terjadi sehingga menjadi kewajiban Tergugat untuk terlebih dahulu meneliti semua factor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan khususnya Penggugat mengingat terhadap proses penyidikan untuk menentukan terkait pembekuan izin gudang berikat apakah dapat diperlakukan kembali ataupun dicabut sebagaimana ketentuan Pasal 26 dan 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat tidak menentukan batas waktu penyidikan sehingga jika tidak dilakukan penelitian yang mendalam atas penetapan pembekuan izin dapat menimbulkan ketidak-pastian hukum bagi Penggugat, maka oleh karenanya terhadap dalil Tergugat yang menyatakan bahwa penelitian mendalam sesuai pasal 33 ayat (1) baru dilakukan setelah proses pembekuan, adalah tidak beralasan hukum;
“Menimbang, bahwa untuk selanjutnya terkait dengan prosedur yang diatur pada ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-50/BC/2011 tentang Gudang Berikat pada pasal 38 ayat (4) menyebutkan ‘Surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB yang bersangkutan’, dikaitkan dengan dalil Tergugat yang menyatakan objek sengketa tidak pernah dikirimkan melalui pos oleh KPPBC TMP Tanjung Perak, melainkan diambil langsung pada tanggal 13 Desember 2018 di KPPBC TMP Tanjung Perak oleh orang yang dikenal sebagai Pegawai PT. Maju Jaya Sejahtera;
“Menimbang, bahwa kewajiban Tergugat untuk menyampaikan Surat Keputusan objectum litis tersebut telah pula diatur pada ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, pada pasal 61 menyebutkan:
(1) Setiap Keputusan wajib disampaikan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam Keputusan tersebut;
(2) Keputusan dapat disampaikan kepada pihak yang terlibat lainnya;
(3) Pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kuasa secara tertulis kepada pihak lain untuk menerima Keputusan;
“Menimbang, bahwa demikian terkait dengan tidak disampaikannya secara formal Surat Keputusan objctum litis ataupun menurut pengakuan Tergugat telah diambil oleh orang yang dikenal sebagai Pegawai PT. Maju Jaya Sejahtera setidak-tidaknya memiliki kuasa untuk mewakili kepentingan Penggugat sebagaimana diatur pada pasal 61 ayat (3), maka tindakan Tergugat memuat kekurangan juridis dalam penerapan pasal 38 ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-50/BC/2011 tentang Gudang Berikat;
“Menimbang, bahwa terkait dengan substansi / materiil mengenai adanya penindakan yang dilakukan Tergugat (Vide Bukti T-8, T-9 dan T-11), pihak Penggugat telah berupaya melakukan upaya untuk menanyakan kepada pihak BANLIN ENTERPRISE CO. LTD sebagaimana suratnya yang pada intinya menyampaikan bahwa barang-barang yang diterima dengan Nomor ... pada tanggal 13 Oktober 2018 dimana dokumen-dokumen tersebut telah dikirim oleh agen yang anda tunjuk dan yang dikirim oleh PT. Swastika Cakra Internusa, dan setelah diperiksa bersama oleh bea dan cukai, barang-barang tersebut ternyata bukan milik kami (Penggugat), karena bukan bagian dari sepeda sebagaimana disebutkan pada PO kami (Vide P-12 dan terjemahan), dan terhadap surat tersebut telah pula ditanggapi sebagaimana bukti P-12B yang pada intinya mohon waktu untuk memeriksa dan memastikan bagian barang-barang dimaksud;
“Menimbang, bahwa memperhatikan Bukti P-15 surat dari PT. Swastika Cakra Internusa tertanggal 13 Desember 2018 Perihal : Pemberitahuan Keberadaan Barang yang ditujukan kepada PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera (Penggugat), pada intinya menerangkan sehubungan dengan importasi dengan data-data Nomor ... , Kontainer : ... dan ... disampaikan, menunjuk informasi dari Maxsilins per-email tanggal 5 November 2018 barang saudara masih tertinggal di Singapura dikarena terjadinya kesalahan pengiriman barang oleh pihak agen di Singapura dan barang yang terkirim ke Surabaya adalah barang lain, dan didalam surat pemberitahuan dari PT. Polo Marketing juga diminta pengurusan re-export untuk mengembalikan barang salah kirim tersebut;
“Menimbang, bahwa terkait hal tersebut telah pula didengar keterangan saksi Teguh Cipta Wardana memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada intinya menerangkan Saksi bekerja pada PT. Swastika Cakra Internusa sebagai Dokumen Manager, untuk pengapalan pertengahan 2018 yang diterima dari Maksilin terdapat email dari pimpinan dan share copy ke Polo Marketing bahwa ada dokumen importasi milik PT. MJSS dan saksi melihat dokumen isi barangnya sama dengan yang dikirim pihak maksilin yaitu saprepart sepeda dan disampaikan kepada pihak PT. MJSS bahwa kapal akan datang akhir Oktober, namun setelah barang datang saksi mendapat informasi dari Singapura by email bahwa barang yang terkirim itu salah setelah barang sampai di Surabaya;
“Menimbang, bahwa begitu pula dengan klarifikasi dari pihak Polo Marketing kepada pihak PT. Swastika Cakra Internusa (Vide Bukti P-23) Perihal : Singapore Over Stuffing, ... dan ... diberitahukan ada kesalahan yang dibuat oleh Perusahaan Logistik Singapura dan kargo masih menumpuk di Gudang Singapura, dan harap meminta agen lokal pelayaran pengiriman dan pihak-pihak berwenang setempat untuk memproses dan memperlancar pengurusan pengeksporan kembali ke Singapura;
“Menimbang, bahwa sebagaimana fakta-fakta hukum tersebut di atas telah diakui oleh pihak PT. Polo Marketing terjadi kesalahan pengiriman yang dibuat oleh perusahaan logistik di Singapura, maka dengan demikian ketidak-sesuaian antara dokumen yang diajukan Penggugat (Vide Bukti P-4) berupa pemesanan spare part sepeda kepada BANLIN ENTERPAISE CO., LTD dengan barang yang dikirimkan bukan kesalahan Penggugat, dan secara kasuistis kesalahan pengiriman barang sepertin ini tidak dapat diterapkan Pasal 17 Huruf a Juncto Pasal 25 ayat (1) huruf a ke-1 yaitu memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat, karena harus dibuktikan terlebih dahulu adanya unsur kesengajaan dari pihak pemegang izin, dan dalam hal ini Majelis Hakim menilai dengan adanya fakta hukum berupa pengakuan dari PT. Polo Marketing atas kesalahan kirim barang milik Penggugat, maka tanggung jawab kesalahan tidak dapat serta merta dibebankan begitu saja kepada Penggugat dengan memberikan sanksi berupa pembekuan izin fasilitas gudang berikat;
“Menimbang, bahwa terkait keadaan dimana terdapat kesalahan kirim barang (bukan dengan sengaja memasukkan barang impor yang tidak sesuai pada prinsipnya telah diatur pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2007 pada Pasal 2 Angka 2 menyebutkan:
(2) Ekspor Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam hal barang impor tersebut:
a. tidak sesuai dengan yang dipesan;
b. salah kirim;
c. rusak; dan/atau
d. oleh karena suatu ketentuan peraturan perundang-undangan tidak boleh diimpor.
juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.04/2019 tentang Ekspor Kembali Barang Impor;
“Menimbang, bahwa terkait dengan hal tersebut telah pula didengar keterangan Ahli Mohamad Jafar pada intinya menyampaikan pendapat dibawah sumpah, bahwa tidak sesuai yang dipesan dan salah kirim sebenarnya dimungkinkan, dan itu dapat diketahui dari sejak awal diberitahukan kepada aparat Bea & Cukai dan masih dalam kawasan pabean, kalau sudah diberitahu dengan BC2.0, BC2.3 dan diperiksa ternyata barang salah maka dapat dibaca di Pasal 2 butir 2 poin b (PMK 149/2007), dikecualikan dari ketentuan ayat (1) ayat (2) berarti yang dapat dieksport, jika telah diajukan pemberitahuan import dan dilakukan pemeriksaan fisik barang dan telah kedapatan barang tidak sesuai;
“Menimbang, bahwa terkait dengan pengecualian ekspor kembali atau ketentuan larangan untuk ekspor kembali barang import sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2007 juncto Bab II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.04/2019, tidak berlaku bagi keadaan barang-barang yang tidak sesuai dengan pesanaan ataupun salah kirim, dan adapun fakta mengenai penindakan yang dilakukan Tergugat terhadap barang-barang yang telah diakui oleh pihak PT. Polo Marketing (Vide Bukti P-23) terjadi salah kirim yang dibuat oleh Perusahaan Logistik Singapura secara kasuistis pengecualian sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 2 ayat (3) khususnya huruf b tidak dapat diterapkan begitu saja karena pembekuan izin fasilitas gudang berikat yang dilakukan karena adanya penindakan harus melihat fakta-fakta yang relevan sehingga Tergugat dapat memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk memperoleh barang sesuai yang dipesannya dengan tetap memperhatikan kewajiban-kewajibannya sebagai importir;
“Menimbang, bahwa oleh karena tidak terdapatnya unsur kesengajaan yang dilakukan Penggugat atas terjadinya kesalahan kirim barang (Vide Bukti P- 23), maka berpedoman pada ketentuan Pasal 58 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-19/BC/2018 tentang Tata Laksana Kawasan Berikat menyebutkan:
“Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dapat diberlakukan kembali dalam hal:
a. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan / atau PDKB tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, berupa:
1. Dalam hal dibekukan karena memasukkan bahan baku yang tidak sesuai dengan yang digunakan untuk produksinya setelah dilakukan penelitian ditemukan:
a. tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung-jawabnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh fakta dan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan, tindakan Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan Objectum litis adalah bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerinytahan yang Baik (AAUPB) yaitu Asas Kecermatan, serta Asas Fair play dimana asas ini menghendaki agar setiap warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara, maka dengan demikian patut dan adil menyatakan dalil gugatan Penggugat adalah beralasan hukum oleh karenanya patut untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan maka terhadap Penetapan Majelis Hakim Nomor tentang Penetapan Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanana Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera, dinyatakan tetap sah dan berlaku sampai dengan sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
“Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya gugatan penggugat maka berpedoman pada ketentuan Pasal 97 ayat 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Juncto. Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara didalam amar putusan ini juga mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanana Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera;
M E N G A D I L I :
DALAM PENUNDAAN:
- Menyatakan Penetapan Nomor ... tanggal 8 Juli 2019 tentang Penetapan Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera, tetap sah dan berlaku sampai dengan sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya Nomor ... tanggal 11 Desember 2018 Perihal : Pembekuan Izin Fasilitas Gudang Berikat PT. Maju Jaya Sakti Sejahtera.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.