SENI SOSIAL
Pendosa Tidak Berhak Menceramahi Pendosa Lainnya
Perihal Hidup Suci dan Baik
Question: Bukankah lucu jadinya, tidak sukses dalam karir lantas hendak menasehati dan mengajari orang lain tentang cara berbisnis? Ada juga orang yang selalu kalah besar di pasar modal, lalu hendak menulis buku tentang kiat bermain di pasar saham. Apa tidak salah?
Brief Answer: Memang, itulah delusi superioritas yang semu.
Sebelum menggurui, menghakimi, ataupun membuat penilaian terhadap orang lain,
hendaknya melakukan assessment diri serta membenahi diri sendiri terlebih
dahulu, agar tidak menjadi objek lelucon yang mengundang tawa, karena itu
menyerupai menampar dan mempermalukan wajah sendiri. Seorang guru, harus terlebih
dahulu terdidik dan bermoral sebelum menggurui dan mendidik orang lain.
Sama halnya, sebelum berupaya menolong orang
lain, kita harus terlebih dahulu menolong diri sendiri. Ibarat mencoba menolong
orang yang terjebak di dalam lumpur hisap, maka kita harus terlebih dahulu
berada di atas daratan, barulah dapat menolong orang-orang yang terjebak dengan
menarik keatas dan keluar dari lumpur hisap. Begitupula kita kita menjadi
penumpang di sebuah pesawat terbang yang mengangkasa di udara, terjadi tremor
atau turbulensi pesawat, maka kita harus terlebih dahulu memasangkan masker
oksigen kepada diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum memasangkan masker
oksigen kepada sanak keluarga terkasih kita di dalam pesawat.
PEMBAHASAN:
Sebelum menceramahi orang lain perihal
hidup suci dan baik, kita harus terlebih dahulu menjadi suci dan baik. Untuk
menyehatkan orang lain, seorang tenaga medik haruslah sehat terlebih dahulu
disamping memberikan contoh berupa teladan hidup bernama gaya hidup yang sehat.
Seorang psikolog haruslah waras dan eling terlebih dahulu sebelum mencoba
memperbaiki kondisi jiwa dan mental para pasiennya. Seorang hakim harus terlebih
dahulu bersih dari noda sebelum menghakimi orang lain. Sebaliknya, seorang
penipu tidak boleh menolak terkena tipu oleh penipu lainnya. Seorang penjahat
pun tidak boleh berkeberatan ketika diperlakukan secara jahat oleh orang-orang jahat
lainnya, karena memang sudah sepatutnya.
Sama halnya, sebelum merekrut
seorang pegawai yang kompeten serta berintegritas, seseorang perekrut (head hunter) haruslah terlebih dahulu
memiliki integritas diri serta kompeten. Namun contoh kejadian berikut ini justru
berkebalikan dengan mencoba melawan prinsip mendasar demikian, sebagaimana dapat
kita jumpai lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa pemecatan secara tidak
hormat seorang direksi, sebagaimana dapat penulis cerminkan salah satunya dalam
register Nomor 496 K/Pdt/2012 tanggal 22 Januari 2013 (maupun fakta-fakta hukum
dalam nomor perkara terpisah, dimana pihak Tergugat yang justru menggugat pihak
Penggugat karena menyalah-gunakan wewenangnya selama menjabat sebagai direksi),
antara:
- EDDY SANTOSO TJAHYA / EDDY
SANTOSO TJAHJA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
1. PERSEROAN TERBATAS (PT) JOBS
DB INDONESIA, 2. SUNG SAMUEL HAM WING (Komisaris pada PT. Jobs DB Indonesia);
3. ELVIE SAHDALENA, S.H.,M.H. (Notaris), selaku Para Termohon Kasasi, semula
selaku para Tergugat I, II, III.
Adapun yang menjadi fokus objek
pokok sengketa, ialah Akta Keputusan Rapat Perseroan tertanggal 27 Mei 2008,
oleh Tergugat III selaku notaris telah diperbaiki dan direvisi sebagaimana
dalam Akta 9 tertanggal 30 Mei 2008, yang diantaranya berbunyi:
“Menyetujui untuk memberhentikan
dengan tidak hormat Tuan Eddy Santoso Tjahja selaku direktur dalam
perseroan sejak ditandatangani keputusan rapat tersebut tanpa memberikan
tanda bebas dan lunas (no acquit at decharge).”
Demi menjaga “gengsi”, EDDY
SANTOSO TJAHYA mengklaim bahwa dirinya tidak telah pernah “dipecat secara tidak
hormat”, namun justru sebaliknya, sekadar “mengundurkan diri” (namun menuntut
pesangon?). Pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki
kewenangan prerogatif untuk sewaktu-waktu mengangkat dan memberhentikan direksi
maupun jajaran dewan komisarisnya, hak mana tidak dapat diganggu-gugat serta
tanpa memerlukan izin persetujuan yang dicopot jabatannya sebagai salah satu
organ pengurus perseroan, dan adalah wajar saja sifatnya dalam dunia korporasi
pejabat direksi dan komisaris yang silih-berganti diangkat dan diberhentikan
oleh RUPS.
Namun ketika pihak perusahaan
mendapati kenyataan bahwa EDDY SANTOSO TJAHYA telah menyalah-gunakan
wewenangnya dengan melakukan praktik ilegal yang sangat tidak manusiawi seperti
eksploitasi hingga manipulasi tenaga manusia, maka pihak pemegang saham
mayoritas lewat keputusannya baik diluar ataupun didalam forum “RUPS tatap
muka”, memutuskan untuk mengubah keputusannya dari “diberhentikan secara
hormat” menjadi “diberhentikan secara TIDAK HORMAT”, sehingga membuat EDDY
SANTOSO TJAHYA melayangkan gugatan ini, dengan harapan dapat memancing di air
keruh berupa tuntutan diberikan hal-hal semacam “pesangon” layaknya buruh atau
seorang pekerja yang di-PHK (putus hubungan kerjanya).
Sementara itu pihak Tergugat
dalam jawabannya menerangkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa
dan mengadili perkara ini karena terkait “kompetensi absolut” kewenangan
peradilan dalam memutuskan, karena Penggugat dalam gugatan ini justru menuntut
Honorarium, THR, Tunjangan Kesehatan, Biaya Transportasi, Cuti Tahunan, Bonus
Tahunan dan hak-hak lain selama bekerja pada Tergugat I dan Tergugat II,
sebesar Rp2.964.000.000,00—akan tetap disaat besamaan, Eddy Santoso Tjahja
justru memperbudak dan mengeksploitasi keringat serta darah para pegawai untuk
kepentingan pribadinya hingga ratusan jam, bahkan dengan modal kerja yang
dikeluarkan dari kantung saku pegawainya sendiri, tanpa diberi kompensasi
imbalan SEPERAK PUN dengan melanggar apa yang telah dijanjikan oleh Eddy
Santoso Tjahja (modus penipuan Eddy Santoso Tjahja dengan kedok rekruitmen).
Terhadap gugatan sang mantan
direksi yang dipecat secara tidak hormat demikian, Pengadilan Negeri Jakarta
Barat telah mengambil putusan, lewat putusan Nomor
451/Pdt.G/2008/PN.JKT.BAR.,tanggal 10 Desember 2009 yang amarnya sebagai
berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan pemecatan terhadap Penggugat Konvensi dari kedudukannya
sebagai Direktur oleh Tergugat I dan Tergugat II adalah tidak sah dan merupakan
perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan RUPSLB beserta agenda yang tidak sesuai dengan undangan
RUPSLB yang diselenggarakan pada tanggal 26 Mei 2008 tidak sah;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II serta Tergugat III untuk membayar
ganti kerugian materiil secara tanggung renteng kepada Penggugat sebesar
Rp2.964.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus enam puluh empat juta Rupiah)
dengan perincian sebagai berikut: ...;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas
permohonan para Tergugat Putusan Pengadilan Negeri di atas, telah ternyata
dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sebagaimana putusan Nomor
550/PDT/2010/PT.DKI. tanggal 30 Juni 2011, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding I semula Tergugat II dan
Pembanding II semula Tergugat I;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta barat Nomor:
451/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Bar. tanggal 10 Desember 2009, yang dimohonkan banding
tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
EDDY SANTOSO TJAHYA mengajukan
upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa dirinya merasa telah
diperlakukan secara tidak adil dan dieksploitasi (meski dirinya sendiri
melakukan perbuatan tidak beradab yang jauh lebih tidak adil dan ekploitatif,
sehingga menjadi rancu bila dirinya menolak menjadi korban sementara itu disaat
bersamaan mengorbankan tenaga manusia lainnya yang lebih lemah), menuntut upah
miliaran rupiah namun memperbudak manusia tanpa dibayar SEPESER PUN, dimana
terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai
berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa, alasan-alasan kasasi ini tidak dapat dibenarkan, karena Judex
Facti tidak salah menerapkan hukum, karena alasan –alasan kasasi ini pada
hakekatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan
tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan
tingkat kasasi, karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan
tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan hukum;
- Bahwa, tata cara dan prosedur untuk pemanggilan RUPS kepada Pegawai
adalah sah dan RUPS – LB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) yang
diselenggarakan pada tanggal 26 Mei 2008 adalah sah, karena itu tindakan
Tergugat I dan Tergugat II terhadap Pegawai adalah sah pula;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Eddy Santoso Tjahya, tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi: EDDY SANTOSO TJAHYA, tersebut.”
EPILOG:
Eddy Santoso Tjahja setelah
dipecat secara tidak hormat, kemudian mendirikan perusahaan penipuan berkedok rekruitmen
bernama AUDITSI, mengharap dapat merekrut dan menjadikan pegawai-pegawai yang
ia rekrut sebagai tenaga outsource ke
berbagai perusahaan. Ironisnya, para perusahaan pengguna jasa outsource yang dikelola dan dipimpin oleh
Eddy Santoso Tjahja tidak mengetahui bahwa Eddy Santoso Tjahja merupakan mantan
pegawai yang pernah dipecat secara tidak hormat oleh perusahaan tempatnya
dahulu bekerja dan memiliki rekam jejak memperbudak dan praktik eksploitasi
tenaga manusia secara tidak beradab.
Ironi kedua, Eddy Santoso
Tjahja yang mengaku pernah mencicipi getirnya perlakuan jahat perusahaan,
justru setelah dipecat secara tidak hormat melakukan praktik perbudakan dan
eksploitasi yang lebih jahat hingga menjadi pelaku kerja rodi dengan tidak
membayar sepeser pun upah orang-orang yang ia rekrut untuk bekerja demi
kepentingan Eddy Santoso Tjahja, praktik menghisap keringat hingga darah orang-orang
yang dimanipulasi dan dieskploitasi oleh Eddy Santoso Tjahja.
Dapat kita simpulkan,
perusahaan telah benar memecat secara tidak hormat Eddy Santoso Tjahja, karena Eddy
Santoso Tjahja sendiri telah membuktikan bahwa dirinya merupakan seorang penipu
dan manipulator yang bahkan tega merampas nasi dari piring milik orang-orang yang
ia pekerjakan, memperbudak kerja rodi tanpa dibayar seperak pun, dan tidak
dapat dipercaya karena dapat semudah itu melanggar dan mengingkari janji yang telah
ia buat dan iming-imingi—modus manipulasi lewat iming-iming yang kemudian akan
ia ingkari sendiri menjadi ciri khas penipu bernama Eddy Santoso Tjahja. Demikian
testimoni ini penulis publikasikan sebagai bagian dari gerakan melindungi masyarakat
dari modus-modus penipuan dan eksploitasi serupa oleh penipu bernama Eddy
Santoso Tjahja maupun penipu-penipu “tidak tahu malu” lainnya.