Sebuah Puisi Sederhana Mengenai JATI DIRI

HERY SHIETRA, Sebuah Puisi Sederhana Mengenai JATI DIRI

Bila Anda memang seorang nasionalis,

Maka Anda tidak akan merampas hak-hak sesama anak bangsa.

Bila Anda mengaku sebagai seseorang berjiwa ksatria,

Maka Anda siap dan berani untuk bertanggung-jawab atas perbuatan Anda sendiri.

Bila Anda memandang diri Anda sebagai seseorang yang beradab,

Maka Anda haruslah mampu menghargai kebaikan hati orang lain.

Seni Tidak Kikir terhadap Diri Kita Sendiri

Seni Mengubah Petaka, menjadi Berkah

Penulis adalah pribadi yang sangat berhemat dalam hal pengeluaran keuangan. Sukar untuk menjumpai dan menemukan pria yang lebih hemat daripada penulis. Mungkin sebagian besar kalangan akan menilai bahwa penulis sedang “menyiksa diri sendiri” lewat gaya hidup penuh kesederhanaan dan kebersahajaan demikian. Namun, kemudian timbul inspirasi di benak penulis, bagaimana cara mengubah “petaka” demikian, menjadi sebentuk “berkah”? Kabar baiknya, ada seninya sebagai solusi efektif, dan akan penulis ulas secara lugas dalam kesempatan kali ini. Sebagai contoh sederhana, ketika penulis secara irasional begitu pemalas untuk melakukan sesuatu tugas tertentu, maka penulis menyusun suatu strategi manajemen diri, berupa menetapkan ataupun membuat ketetapan dalam hati, bahwa jika prosesnya betul-betul penulis jalani, maka penulis akan memberikan hadiah kepada diri penulis sendiri. Dengan begitu, penulis tidak akan berfokus pada sukarnya proses yang akan dilalui, namun berfokus pada hadiah yang berpotensi akan penulis dapatkan—meski yang akan memberikan hadiah ialah diri penulis sendiri.

Modifikasi Cuara adalah HALAL LIFESTYLE ataukah MURTAD LIFESTYLE

Inkonsistensi dan Kerancuan Umat Agama Samawi, penuh STANDAR GANDA

Kita tahu, bahwa umat muslim paling suka memposisikan dirinya sebagai Tuhan, dengan membuat “ini itu adalah haram”. Namun, gaibnya, mengapa tiada muslim yang selama ini merasa paling tahu dan paling mengenal Tuhan, tidak pernah membuat “fatwa haram” terhadap operasi tumor / kanker, asuransi jiwa / kecelakaan, maupun modifikasi cuaca, sekalipun jelas-jelas kesemua itu sifatnya ialah melawan kehendak Tuhan? Tuhan memberikan kanker / tumor ganas sekalipun, itu adalah rencana, kuasa, serta kehendak Tuhan, maka mengapa si muslim justru pergi ke dokter untuk dioperasi agar kanker / tumor ganasnya tersebut diangkat serta diterapi kemoterapi?