Sungguh Kasihan, Tuhan yang Butuh Dibela oleh Manusia

Yang Selama Ini Menista Tuhan, adalah Umat Agama Samawi Itu Sendiri

Dengan menjadi seorang Kristen, artinya Anda menjadi seorang NONmuslim.

Dengan menjadi seorang Muslim, artinya Anda menjadi seorang NONkristen.

Dengan menjadi seorang Sunni, artinya Anda menjadi seorang NONsyiah.

Dengan menjadi seorang Syiah, artinya Anda menjadi seorang NONsunni.

Artinya, tidak ada seorang pun, di dunia ini, yang bukan merupakan seorang NON.

Apabila ada diantara Anda yang mengklaim bukan sebagai seorang NON, maka apa agama yang Anda anut dan peluk, dan Tuhan versi manakah yang Anda sembah?

Apa pepatah, “sungguh kasihan negara yang butuh pahlawan”.

Ada masyarakat kita yang hendak menjadi “pahlawan” pembela Tuhan, seolah Tuhan butuh dibela. Menurut pendapat Anda, yang kasihan itu siapa?

Pertanyaannya, bukankah kasihan, Tuhan yang butuh dibela, terlebih merengek-rengek minta disembah?

Mereka, karena dungu, lupa bahwa mereka pun sejatinya adalah seorang NON—entah NONkristen maupun NONmuslim.

Karena dungu, mereka tidak mampu menyadari bahwa alam Neraka sejatinya merupakan “MONUMEN KEGAGALAN TUHAN".

Bila kaum NON, dilempar ke neraka, maka itu artinya seluruh umat manusia di dunia ini ketika meninggal, akan menjadi penghuni NERAKA, tanpa terkecuali—karena semua manusia notabene adalah kaum NON, tidak terkecuali Anda.

Mereka, merupakan pecandu dogma-dogma “penghapusan dosa”—sekalipun kita tahu, bahwa hanya seorang pendosa yang butuh “penghapusan dosa”, “pengampunan dosa”, “penebusan dosa”, atau apapun itu istilahnya.

Babi, mereka sebut sebagai “HARAM”—dan merasa sebagai kaum paling superior karena selama ini mengharam-halal-kan segala sesuatunya, serta mengkafir-kafirkan pihak lain.

Namun, disaat bersamaan, mereka menjadikan ideologi korup bernama “Penghapusan Dosa” sebagai “HALAL LIFESTYLE”—dan merasa bangga menjadi pecandu “Penghapusan Dosa” alias menjadi seorang PENDOSA.

“Penghapusan Dosa” mereka kampanyekan, alih-alih mempromosikan gaya hidup higienis dari dosa. Mereka tidak mau menyadari, AURAT TERBESAR ialah berbuat jahat.

Mereka, terlampau PEMALAS untuk menanam benih-benih Karma Baik, dan disaat bersamaan terlampau PENGECUT untuk bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak lain—namun masih juga berdelusi sebagai kaum paling superior yang memonopoli alam Surgawi.

Para agamais tersebut berdelusi, bahwa bencana alam adalah cobaan dari Tuhan, namun tidak menyadari, bahwa usia umat manusia sudah sama tuanya dengan umur Planet Bumi ini.

Artinya, mereka sendiri yang telah menista Tuhan sebagai “Profesor LING LUNG”.

Bencana alam, adalah natural dan alamiah saja adanya, seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, kekeringan, kesemua itu adalah “fenomena alam” dan sudah ada sejak Bumi terbentuk serta akan terus berlangsung selama planet ini terus berotasi dan berevolusi.

Para agamais tersebut seolah hendak berkata, ayam yang dipelihara si Badu, pada sore hari ini akan bertelur sekian butir, bebek si Dani pagi ini bertelur sekian butir, tikus di ladang si Rini kemarin beranak sekian ekor, semua itu harus diatur oleh Tuhan.

Jika Tuhan tidur, dunia ini akan terjungkir-balik. Bila memang begitu, maka untuk apa Tuhan menciptakan Hukum Alam dan Hukum Karma? Bukankah itu artinya Tuhan “Maha Kurang Kerjaan” serta BOS-nya Tuhan adalah UMAT MANUSIA?

Yang namanya BOS, jika mau berlibur atau pensiun sekalipun, tidak perlu minta izin siapapun.

Bila segala sesuatunya terjadi karena Tuhan, maka artinya tidak ada sportivitas dalam kompetisi sepak bola maupun persaingan usaha. Kesenjangan sosial dan ekonomi, si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin pun adalah karena kehendak Tuhan. Para pengusaha kartel harga pun meraja lela, berkat siapa, jika bukan Tuhan yang mereka sembah dan peluk sendiri?