“Persona” (Bahasa Latin), artinya “topeng”. Lawan katanya, ialah “Otentik”, alias asli apa-adanya, transparan, tidak artifisial.
Untuk berbuat jahat, seseorang
tidak butuh diajari bagaimana menjadi penjahat ataupun cara berbuat jahat.
Aliran air, secara alamiahnya bergerak menuju ke arah bawah. Sebaliknya,
berbuat bajik, perlu dipelajari, diteladani, dan/atau diajarkan.
Ada banyak keuntungan, bila Anda bersikap “OTENTIK”. Mengapa?
Setidaknya terdapat dua alasan
mendasar, mengapa kita harus bersikap “OTENTIK”, yakni:
Pertama, orang-orang yang
berhadapan dengan kita, tidak akan berkata : “JIka dari awal saya tahu kamu adalah seorang ... , maka saya tidak akan
... kepada kamu!”
Kedua, penjahat yang beruntung
ialah penjahat yang selalu gagal menyakiti, merugikan, dan melukai orang lain.
Sebaliknya, penjahat yang sial, ialah penjahat yang selalu sukses menanam
benih-benih Karma Buruk sebalum kemudian panen raya buah “Karma Buruk”.
Lantas, bagaimana cara menjadi
individu yang “OTENTIK”?
Bila Anda adalah seorang penipu,
maka berikut inilah cara Anda memperkenalkan diri dan berkomunikasi secara
“OTENTIK”:
“Selamat siang, nama saya Eddy Santoso Tjahja. Profesi
saya ialah penipu berkedok membuka rekruitmen bagi pelamar kerja yang butuh
pekerjaan. Modus saya ialah berpura-pura membuka lowongan pekerjaan, lalu
ketika Anda tertarik melamar kerja di tempat saya, maka Anda akan saya perbudak
tanpa upah. Bagaimana, tertarik untuk melamar kerja di tempat saya?”
Bila Anda adalah seseorang yang
suka menggelapkan dana milik orang lain, maka inilah cara untuk tampil
“OTENTIK” saat melakukan pendekatan terhadap orang lain:
“Halo, nama saya Ponzi. Saya adalah manajer investasi,
hobi saya menggelapkan dana para investor saya dengan modus Skema Piramida,
dimana bagi hasil usaha yang Anda terima bersumber dari dana anggota yang baru
saja di-rekrut. Bilamana Bapak dan Ibu tertarik, dapat menghubungi nomor kontak
saya yang tertera di kartu nama saya ini.”
Bila Anda adalah seorang “pria
hidung-belang”, maka beginilah caranya berbicara ketika menghadap calon mertua
Anda:
“Met pagi, Om dan Tante. Untuk memperkenalkan diri,
akan saya ceritakan rekam jejak percintaan saya. Puteri Om dan Tante ialah pacar
ke-92 yang saya kencani. Pacar pertama saya, langsung saya putus tepat 1 minggu
setelah pacaran, karena mata saya tertarik pada gadis lain yang kemudian
menjadi pacar kedua saya. Lalu, berlanjut seperti itu terus, sampai akhirnya
berjumpa dengan puteri Om dan Tante. Setidaknya, saya tidak akan punya dua
pacar sekaligus disaat bersamaan, itulah komitmen saya. Kalaupun nanti setelah
menikah, saya kembali tertarik pada wanita lain, maka puteri Om dan Tante akan
saya ceraikan, jadi tidak akan saya ber-poligami. Mau cari dimana lagi, menantu
seperti saya?”
Bila Anda punya sifat pemarah dan
suka menganiaya istri maupun anak, maka saat PDKT dengan seorang pacar yang
akan Anda lamar, inilah kalimat bujukan yang sepertinya perlu Anda sampaikan:
“Sayangku yang manis, aku ngak bakalan selingkuh,
sumpah. Paling jauh aku hanya akan KDRT dengan memukul, menjambak, dan menampar
kamu maupun anak-anak kita. Kamu mau ngak, menikah dengan aku? Aku bersedia
kok, bikin surat perjanjian pernikahan yang isinya berjanji akan setia.”
Bila Anda seorang koruptor, maka
saat kampanye akbar, jadikan ini sebagai bahan pidato Anda:
“Wahai rakyatku yang sebodoh keledai. Nanti saat saya
menjabat, bila terpilih dalam pemilihan umum besok ini, maka akan saya korupsi
anggaran pendapatan dan belanja negara ataupun daerah, untuk membeli sembako
yang akan saya bagikan kepada Bapak dan Ibu dalam pasar murah. Pilihlah saya, Robin
SIMataDuitan dari Partai ROBINHOOD!”
Bila Anda adalah seorang murid atau
siswa yang sedang menjalani ujian tertulis akhir semester, berikut ini perlu
Anda tulis pada lembar jawaban ujian Anda di sekolah agar dapat dibaca oleh
guru Anda:
“Jawabannya ialah ... , dan itulah yang saya lihat dan
contek dari teman semeja saya di samping.”
Bila Anda orang yang suka ingkar janji,
maka saat meminta diberikan pinjaman sejumlah uang dari pihak lain, maka adalah
penting untuk membuat pernyataan berikut:
“Boleh aku pinjam sejumlah uang? Tapi arti kata
“pinjam” dalam kamus saya, artinya
diambil tanpa perlu saya kembalikan. Aku boleh pinjam berapa ratus juta rupiah
ya dari kamu?”
Bila anda seorang bankir, maka
perlu ditempel pengumuman berikut pada kantor bank Anda, agar dapat dibaca oleh
nasabah:
“Wahai masyarakat miskin, menabunglah di sini. Agar
bank kami, dapat memberikan pinjaman kepada investor, dimana nanti sang
investor akan membuka usaha dengan modal dari nasabah penabung, sehingga
orang-orang miskin seperti Anda dapat bekerja pada lapangan pekerjaan yang
dibuka oleh sang investor.”
Bila Anda adalah penjual di pasar,
maka inilah cara mempromosikan produk Anda kepada para pengunjung pasar, jika
perlu pakai speaker pengeras suara:
“Ayo silahkan dibeli, ayam ini warnanya kuning, tidak
pucat, pakai pewarna tekstil. Tahu dan mie ini memakai formalin untuk
mengawetkan orang mati, dan ikan ini mengandung merkuri serta logam berat
karena ditangkap di dekat lepas pantai kota. Kalau telur asin ini memakai
suntikan. Ayo-ayo silahkan dibeli, mumpung belum habis!”
Bila Anda seorang penjual masakan
yang tidak pernah mencuci bahan-bahan makanan maupun sayur-mayur untuk masakan
yang Anda jual, maka pasang spanduk berikut di depan kedai Anda:
“Dijual, Gado-Gado Bumbu PESTISIDA, kotoran hewan,
telur hama, larva cacing, dan air seni tikus! Tidak Higienis, Tidak Dicuci,
Jatuh Sakit akibat ‘food poisoned’, Maka Konsumen Tanggung Sendiri Resikonya!”
Bila Anda memiliki toko butik, maka
pasang keterangan berikut di label harga pakaian maupun label diskon pada meja
displai produk di butik Anda:
“DISKON 99%, tapi sudah kami naikkan dulu harganya 100%
sebelum kami diskon.”
Bila Anda seorang produsen, maka
cantumkan ini dalam kemasan produk Anda:
“Nutrition Facts : ini produk sampah, dengan membeli
produk ini artinya Anda telah memasukkan sampah ke dalam perut Anda. Tidak ada
kandungan buah asli dalam produk ini, semuanya terbuat dari kimia. Bahkan
keluarga kami sendiri kami larang mengonsumsi produk perusak ginjal ini.”
Disini, ada perbedaan perspektif
yang saling bertolak-belakang antara “Agama SUCI” dan “Agama DOSA”.
Menurut dogma-dogma “Agama DOSA”,
penjahat yang beruntung artinya penjahat yang selalu berhasil mewujudkan niat
jahatnya.
Sebaliknya, menurut pandangan
“Agama SUCI”, penjahat yang beruntung artinya penjahat yang selalu gagal
mewujudkan niat jahatnya, dan penjahat yang paling sial ialah mereka yang
selalu berhasil mewujudkan niat jahatnya.
Ironisnya, ketika disalib, Yesus
mengetahui betul bahwa kedua orang yang disalib bersama dengannya merupakan
seorang PENJAHAT, dan Yesus menghapus dosa-dosa PENJAHAT tersebut.
Menurut litelatur, penjahat yang
disalib bersama Yesus ialah seorang PENYAMUN. Kabar gembira bagi sang PENYAMUN
(PENDOSA), sama artinya kabar buruk dan duka bagi kalangan Korban dari sang
PENYAMUN.
Seolah-olah, Tuhan lebih PRO
terhadap PENDOSA alih-alih PRO terhadap Korban-Korban dari para PENDOSA
tersebut.
Karenanya, dalam perspektif
agama-agama samawi, alam surga tidak ubahnya “dunia manusia jilid ke-2”, dimana
Korban akan kembali dimangsa oleh para “manusia hewan-predator” tersebut.
Semestinya agama-agama samawi
bersikap jujur dan transparan, menjadi OTENTIK dengan tidak memasang judul atau
label pada agama mereka sebagai “Kitab SUCI” ataupun mengklaimnya sebagai
“Agama SUCI”.
Hanya “Agama DOSA” dan “Kitab DOSA”
yang justru mempromosikan dan mengkampanyekan ideologi korup berupa iming-iming
“penghapusan / pengampunan / penebusan dosa”—bagi para PENDOSA, tentunya.
BUAT DOSA, SIAPA TAKUT? ADA
“PENGHAPUSAN DOSA” (ABOLITION OF SINS).
Babi, haram.
“PENGHAPUSAN DOSA”, halal.
Bung, hanya seorang PENDOSA, yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA”!
Mereka terlampau PEMALAS untuk
menanam benih-benih Karma Baik, dan disaat bersamaan terlampau PENGECUT untuk
bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah
pernah menyakiti, melukai, maupun merugikan orang lain.
Yang paling mengerikan ialah, SURGA
pun diberi merek sebagai NERAKA, dimana NERAKA diberi label sebagai SURGA—alias
tidak OTENTIK. Itulah, bahaya dibalik agama-agama samawi, “Agama DOSA”.
Tidak heran bila Sang Buddha pernah
berkata, bahwa apa yang dipandang sebagai kenikmatan oleh kebanyakan manusia,
ialah dukkha di mata seorang Buddha.