Lempar batu, sembunyi tangan. Berani berbuat, namun tidak berani bertanggung-jawab—itu namanya PENGECUT alias PECUNDANG KEHIDUPAN.
Pernah
diberitakan, jurnalis meliput aksi persekusi yang dilakukan oleh kalangan
suporter sepakbola yang menganiaya suporter kesebelasan lainnya usai
pertandingan antar dua klub liga lokal.
Sang jurnalis kemudian diintimidasi oleh suporter yang melakukan aksi penganiayaan, bahwa jika sang jurnalis tidak menghapus rekaman video aksi mereka, maka sang jurnalis akan turut dianiaya.
Perilaku
demikian pun dilakukan para aparatur kepolisian maupun tentara kita, ketika
aksi perbuatan buruk mereka diliput media, alat perekam milik pihak reporter
dirampas dan dirusak.
Mengapa
budaya masyarakat kita, bisa seperti demikian : berani berbuat, namun tidak
berani bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatannya sendiri?
Akar
penyebab-musababnya, ialah akibat dogma-dogma “KORUPSI DOSA” berikut—kesemuanya
dikutip dari Hadis Sahih Muslim:
-
No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
-
No. 4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
-
No. 4863 : “Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
-
No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang
masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat
kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii
wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah
aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah
aku rizki).”
-
No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang
sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan
Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika
kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
Jangankan
para muslim, yang menjadi “standar moral” para muslim saja, yakni nabi rasul
Allah, telah ternyata MABUK dan MENCANDU PENGHAPUSAN DOSA—juga masih dikutip
dari Hadis Muslim:
-
No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada
Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan).’”
-
No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah
tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
-
No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
-
No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
Jadi
seperti itu, yang sering disebut oleh “ibu-ibu pengajian” sebagai manusia
paling baik, paling sempurna, paling suci, paling mulia, paling luhur, serta
paling dicintai oleh Allah?
Sibuk
menjilat (LIP SERVICE), meminta
alih-alih menanam (PEMALAS), dan memohon PENGHAPUSAN DOSA alih-alih
bertanggung-jawab (PENGECUT), disebut sebagai “ibadah”? ... ibadahnya kaum
PENDOSAWAN.
Semua
orang juga sanggup mampu, menjadi seorang PENDOSA PENJILAT PEMALAS PENGECUT
PECANDU PENGHAPUSAN DOSA.
Itu
“Agama SUCI”, ataukah “Agama DOSA” yang mempromosikan gaya hidup KORUPSI DOSA?
Itu
“Kitab SUCI” ataukah “Kitab DOSA” yang justru mengkampanyekan PENGHAPUSAN DOSA
(bagi PENDOSA, tentunya)?
Terhadap
dosa dan maksiat, begitu kompromisik. Namun terhadap kaum yang berbeda
keyakinan, begitu INTOLERAN.
Babi,
disebut haram.
Namun
terkait PENGHAPUSAN DOSA, disebut HALAL serta dijadikan “ibadah” itu sendiri.
Kalangan PENDOSA manakah, yang tidak akan senang memakan dan termakan
iming-iming KORUP demikian?
Itulah,
ritual KORUPTOR DOSA yang ibadahnya ialah dilandasi motif berupa “KORUPSI
DOSA”.
Sayangnya,
dan kabar buruk bagi para PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA alias bagi kalangan
KORUPTOR DOSA tersebut, iming-iming “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN
DOSA” adalah delusi yang “too good to be
true”.
Tidak
ada satupun perbuatan, ucapan, maupun pikiran seseorang individu, yang tidak
terekam dalam AKASHIC RECORDS dan tidak ada satupun yang dapat terhapus
sekalipun seseorang meninggal dunia dan terlahir kembali untuk kesekian
kalinya.
AKASHIC
RECORDS merupakan gudang data dalam database semesta universal, yang mencatat
setiap detail perbuatan, ucapan, serta isi pikiran setiap manusia. Biasanya
dapat diakses oleh mereka yang memiliki pencapaian meditatif ataupun oleh
mereka yang tergolong kaum “indigo”.
PENDOSA
PECANDU PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN DOSA, tapi hendak berceramah perihal hidup
suci, luhur, mulia, agung, jujur, bertanggung-jawab, baik, serta terpuji?
Itu
ibarat ORANG BUTA, namun hendak menuntun para butawan
lainnya—berbondong-bondong mereka bergerak menuju ke lembah jurang nista.
Neraka pun dipandang sebagai surga,
Ibadah
para muslim sungguh bertolak-belakang dengan ibadah dalam Buddhisme, berupa:
Ovada Patimokkha
Tidak
melakukan segala bentuk kejahatan,
senantiasa
mengembangkan kebajikan
dan membersihkan
batin;
inilah Ajaran Para Buddha.
Kesabaran adalah praktek bertapa yang paling tinggi.
“Nibbana adalah tertinggi”, begitulah sabda Para
Buddha.
Dia
yang masih menyakiti orang lain
sesungguhnya
bukanlah seorang pertapa (samana).
Tidak menghina, tidak menyakiti, mengendalikan diri
sesuai peraturan,
memiliki sikap madya dalam hal makan, berdiam di
tempat yang sunyi
serta giat mengembangkan batin nan luhur;
inilah Ajaran Para Buddha.
[Sumber: Dhammapada 183-184-185, Syair Gatha.]