Agama SAMAWI Semestinya DILARANG dan Iming-Iming HAPUS DOSA Ditetapkan sebagai Ideologi TERLARANG

Jika jadi orang jahat saja, masuk surga akibat dogma “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA” agama-agama samawi, maka buat apa berbuat baik ataupun menjadi orang baik?

Jika jadi orang jahat saja, masuk surga berkat ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN DOSA” (abolition of sins), maka mengapa tidak menjadi seorang PENJAHAT alias PENDOSA PECANDU “PENGHAPUSAN DOSA”?

Pertanyaannya, itu adalah “Agama SUCI” ataukah “Agama DOSA”?

BUNG, HANYA SEORANG PENDOSA YANG BUTUH PENGHAPUSAN DOSA!

Dalam perspektif agama samawi, Tuhan lebih PRO terhadap PENDOSA. Terbukti dari Yesus memasukkan ke surga dua orang penjahat yang disalib bersama Yesus. Muhammad dalam sunnah nabi berupa hadist yang sahih, menyatakan dengan tegas, seorang muslim yang sekalipun mencuri dan berzina, masuk surga.

“Kabar gembira” bagi PENDOSA, sama artinya “kabar buruk” bagi kalangan Korban. “Juru selamat” bagi PENDOSA, sama artinya “juru petaka” bagi kalangan Korban.

Apakah ideologi fas!sme maupun k0munisme mengajarkan iming-iming KORUP semacam “PENGHAPUSAN DOSA”? Sama sekali tidak. Lantas, mengapa hanya kedua ideologi tersebut yang dilarang dan ditetapkan sebagai ideologi terlarang, sekalipun tidak lebih berbahaya daripada dogma-dogma dalam agama samawi?

Terdapat bahaya besar dibalik agama samawi, atas alasan apakah?

Pertama, umat pemeluknya menjadi seorang PEMALAS yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk mereka petik sendiri buah manisnya di kehidupan mendatang. Mereka dilatih untuk menjadi seorang penjilat yang maunya instan, tidak mau repot, dan semudah meminta, mengemis, serta memohon.

Kedua, disaat bersamaan, umat pemeluknya menjelma menjadi seorang PENGECUT yang begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah dan masih akan sedang menyakiti, melukai, maupun merugikan individu-individu lainnya. Bahkan, tidak jarang, para korbannya harus mengemis-ngemis pertanggung-jawaban dari sang PENDOSA, atau bahkan sang PENDOSA lebih galak daripada sang korban.

Mereka berbesar mulut perihal Tuhan, agama, kitab, ayat, nabi, wahyu, dogma, surga, neraka, namun perihal tanggung-jawab, NIHIL serta MISKIN. Mereka adalah PECUNDANG KEHIDUPAN.

Belum cukup sampai disitu, para PENDOSA PENJILAT PEMALAS PENGECUT PECUNDANG PECANDU PENGHAPUSAN DOSA tersebut berdelusi sebagai kaum paling superior yang memiliki “standar moral” tertinggi, yang berhak untuk menghakimi dan menggurui bangsa lain maupun menjadi “polisi moral”—sekalipun, sejatinya mereka merupakan kasta paling hina, rendah, dangkal, tercela, kotor, buruk, busuk, serta “toxic”.

Babi, HARAM.

Penghapusan Dosa (bagi PENDOSA, tentunya), HALAL.

Itulah, HALAL LIFESTYLE para pemeluk agama samawi—LIFESTYLE milik orang BUTA, alias “akal sakit milik orang sakit”.

Terhadap dosa dan maksiat, begitu kompromistik. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, begitu INTOLERAN.

Ketika masih sebagai minoritas, mereka menuntut serta menikmati toleransi beragama, beribadah, dan berkeyakinan. Namun ketika mereka telah menjelma menjadi mayoritas, mereka hendak memberangus toleransi yang semula mereka nikmati dari bangsa tersebut—selengkapnya, lihat Kitab Jawa DHARMO GHANDUL.

Pendosa, namun hendak menggurui pihak lain serta berceramah perihal hidup suci, luhur, mulia, agung, jujur, murni, baik, serta baik?

Itu ibarat ORANG BUTA, yang hendak menuntun para butawan lainnya—berbondong-bondong mereka bergerak menuju jurang nista. Neraka pun dipandang sebagai surga.

Ini dan itu, HARAM.

Ini dan itu, DOSA.

Ini dan itu, MAKSIAT.

Ini dan itu, DILARANG.

Tapi, ujung-ujungnya, yang dikampanyekan secara vulgar tanpa malu dan tanpa tabu, bahkan lewat pengeras suara, ialah iming-iming “PENGHAPUSAN DOSA”.

Mereka begitu MABUK dan KECANDUAN PENGHAPUSAN DOSA. Apakah ada, orang MABUK yang bisa melihat serta menilai secara jernih? Kesadarannya begitu lemah, sehingga tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang terpuji dan mana yang tercela.

Bahkan, dogma-dogma dalam “Kitab DOSA” pun mereka sebut dan beri label sebagai “Kitab SUCI”, memakannya serta termakan oleh sifat dungu mereka sendiri.

Sekujur tubuh ditutup busana, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, disebut sebagai “AURAT”. Namun, mereka lupa, “AURAT TERBESAR” ialah berbuat dosa seperti menyakiti, merugikan, maupun melukai individu-individu lainnya—akan tetapi dipertontonkan kepada publik lewat doa-doa delusif yang memohon PENGHAPUSAN DOSA.

Makanannya “halal”, namun coba perhatikan ucapan dan perbuatannya, begitu kasar, jorok, busuk, jahat, memecah belah, penuh gosip, manipulatif, tercela, menghasut, provokatif, penuh ujaran kebencian, mengkafir-kafirkan, mengutuk kaum lain masuk neraka, mendorong persekusi, hingga  menyelesaikan setiap masalah dengan kekerasan fisik.

Coba perhatikan, setiap harinya lewat speaker pengeras suara, para umat “Agama DOSA” tersebut berdoa memohon PENGHAPUSAN DOSA. Saat bulan “puasa”, konsumsi mereka meningkat drastis, kerja malas-malasan, menuntut dihormati, menuntut THR, aksi persekusi dengan melarang pihak lain makan maupun membuka rumah makan (sekalipun agama lain punya jadwal puasa yang berbeda), dengan motif NIAT JAHAT berupa mengharap “OBRAL PENGHAPUSAN DOSA”, dosa-dosa setahun dihapuskan.

Mereka menyebutnya “bulan SUCI penuh berkah”, yang di mata kalangan korban lebih menyerupai “bulan KORUP penuh keserakahan, kemabukan, serta petaka”.

Ketika sang PENDOSAWAN tersebut meninggal dunia, sanak keluarganya lewat speker pengeras suara berdoa memohon agar dosa-dosa alamarhum sang PENDOSAWAN dihapuskan oleh Tuhan. Tidak pernah sekalipun, para pemeluk “Agama DOSA” tersebut mendoakan ataupun memikirkan nasib kalangan korban.

Sang Buddha pernah bersabda, yang di mata orang kebanyakan tampak sebagai kenikmatan, adalah dukkha di mata seorang Buddha. Sama halnya, di mata kalangan PENDOSAWAN, agama-agama samawi tampak seperti “Agama SUCI”, sekalipun sejatinya merupakan “Agama DOSA” yang menjijikkan, memuakkan, serta tercela.

Iming-iming “PENGHAPUSAN DOSA”, menyerupai gundukan kotoran sapi, namun dimakan dan dipeluk oleh umat agama samawi. Namun bila kotoran sapi bisa dijadikan pupuk organik yang menyehatkan tumbuhan, dogma “PENGHAPUSAN DOSA” murni bersifat TOXIC yang hanya meracuni dan mencelakai.

Ada umat agama samawi yang berkoar-koar sok moralis : “HUKUM MATI KORUPTOR, POTONG TANGAN PENCURI!” Faktanya, tidak ada yang lebih buruk, lebih kotor, lebih busuk, dan lebih tercela daripada memakan dogma-dogma KORUP bernama “PENGHAPUSAN DOSA”.

Sekalipun dalam keseharian, para umat agama samawi lebih banyak disakiti oleh sesama umat agama samawi, tetap saja yang mereka benci dan kutuk masuk “neraka jahanam” ialah kalangan NON serta Yahudi.

Adakah yang lebih konyol, yang lebih tidak lucu, yang lebih beracun, serta yang lebih berbahaya daripada agama-agama samawi?

Bila memang ada yang namanya “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”, maka bukankah itu menyerupai sebentuk blangko kosong yang bisa ditulis sesukanya? Jika begitu halnya, mengapa menjadi seorang Koruptor kelas TERI, mengapa tidak menjadi Koruptor kelas HIU ataupun kelas PAUS?

Itulah yang dimaksud sebagai “MERUGI” di mata kalangan PENDOSA, yang bermakna “rugi jadi orang baik”, “rugi tidak menjadi seorang pendosa”, “rugi tidak mencandu PENGHAPUSAN DOSA”, dan “rugi tidak menjadi seorang BIADAB yang JAHAT SEJAHAT-JAHATNYA”.

Satu-satunya kesalahan nenek-moyang Nusantara yang sudah beragama Buddha sejak abad ke-1 Masehi sampai dengan abad ke-15 Masehi ialah, nenek-moyang para Buddhist ini terlampau TOLERAN terhadap agama samawi. Semestinya agama samawi DILARANG serta ditetapkan sebagai ideologi TERLARANG, serta harus diberantas sampai ke akar-akarnya sebagaimana dahulu Orde Lama menumpas PKI.

Nasionalisme dan kecintaan Anda terhadap negeri bernama Nusantara yang kini bernama Indonesia ini, diragukan jika Anda tidak menolak jauh-jauh dogma-dogma agama samawi.

Bila Anda masih juga memeluk agama samawi, sama artinya Anda telah berkhianat terhadap nenek-moyang dan bangsa Anda sendiri.

Telah ribuan artikel serta begitu banyak video yang kami publikasikan mengenai bahaya dibalik agama samawi, yakni ideologi KORUP bernama “PENGHAPUSAN DOSA”. Tidak ada satupun, umat agama samawi yang mampu membantahnya bahwa agama samawi tidak lain tidak bukan, adalah “Agama DOSA”.

Yang mencoba untuk mendebatnya, sama artinya mempermalukan dirinya sendiri dengan membuka borok dan mengungkap kekotoran batin serta kebodohannya sendiri.

Kami, tidak toleran terhadap agama samawi, namun kami berwelas-asih kepada semua manusia maupun makhluk hidup lainnya—karena itulah konten ini dibuat dan dipublikasikan, dengan harapan mereka mampu “membuka mata hati” mereka yang selama ini dikotori dan diracuni oleh ideologi KORUP demikian.