Sering kita jumpai klaim-klaim semisal : artis anu mualaf, dulu kristen lalu pindah ke muslim, atau dulu (ngakunya / KTP) Buddhist lalu pindah ke muslim / kristen, ataupun sebaliknya.
Pertanyaannya, SO WHAT gitu loh?
Agama
saya adalah Agama Buddha, bukan “agama umat”. Jika kita memeluk “agama umat”,
jadinya ya seperti itu.
Kita
pun akan kecewa, bila memeluk “agama umat” dan menemukan realita betapa
mengecewakannya sikap-sikap sesama umat agama yang sama, telah ternyata
menyimpang dari ajaran agama yang mereka peluk dan anut.
Sebagai
contoh Devadatta, mengaku ber-“Agama Buddha”, mengenakan jubah bhikkhu, namun
justru melukai Sang Buddha dan memecah belah sanggha (persamuan para bhikkhu).
Karenanya,
ketika ada kalangan kristen membuat klaim “bhikkhu anu pindah ke kristen”, maka
saya hanya tersenyum. SO WHAT gitu loh? Kamu ambil saja itu pengikut Devadatta,
saya tidak butuh.
Sebaliknya,
bilamana ada klaim-klaim “orang bule banyak yang kini memeluk Agama Buddha”,
maka saya pun juga hanya tersenyum. SO WHAT gitu loh, memangnya itu akan
membuat diri saya lebih suci mengetahui kabar berita demikian?
Bila
kita menjadikan keberadaan orang lain sebagai “gantungan keyakinan” kita, maka
ketika mereka “mualaf” jadi muslim/kristen, apakah kita juga akan ikut-ikutan
“galau” seperti mereka?
Sekalipun
99,99% penduduk dunia memeluk “AGAMA (HAPUS) DOSA” bernama islam maupun
kristen, SO WHAT gito loh, tetap saja saya adalah seorang Buddhist dan
menjalankan praktik Buddhisme.
Jangankan
itu, sekalipun Allah dalam alkitab maupun alquran mengancam-ancam lewat dogma
“akan dilempar ke neraka bila tidak menjilat bokong Allah”, SO WHAT gitu loh,
tetap saja saya adalah murid Sang Buddha dan berjalan “melawan arus”.
Sang Buddha
pernah bersabda:
128
(8) Menakjubkan (2)
“Para
bhikkhu, melalui manifestasi seorang Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang
Tercerahkan Sempurna, maka empat hal menakjubkan dan mengagumkan terjadi. Apakah
empat ini?
(1)
“Orang-orang bersenang-senang dalam kemelekatan, menikmati kesenangan di dalam
kemelekatan, bergembira di dalam kemelekatan. Tetapi ketika seorang Tathāgata
mengajarkan Dhamma tentang ketidak-melekatan, orang-orang ingin mendengar, dan
mereka menyimak dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya. Ini adalah
hal menakjubkan dan mengagumkan pertama yang terjadi melalui manifestasi
seorang Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna.
(2)
“Orang-orang bersenang-senang dalam keangkuhan, menikmati kesenangan di dalam
keangkuhan, bergembira di dalam keangkuhan. Tetapi ketika seorang Tathāgata
mengajarkan Dhamma untuk melenyapkan keangkuhan, orang-orang ingin mendengar,
dan mereka menyimak dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya. Ini
adalah hal menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang terjadi melalui manifestasi
seorang Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna.
(3)
“Orang-orang bersenang-senang dalam hal-hal yang menggairahkan (‘tanpa kedamaian’),
menikmati kesenangan di dalam hal-hal yang menggairahkan, bergembira di dalam
hal-hal yang menggairahkan. Tetapi ketika seorang Tathāgata mengajarkan Dhamma
yang menuntun menuju kedamaian, orang-orang ingin mendengar, dan mereka
menyimak dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya. Ini adalah hal
menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang terjadi melalui manifestasi seorang
Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna.
(4)
“Orang-orang tenggelam dalam ketidak-tahuan, menjadi seperti sebutir telur,
sepenuhnya terbungkus. Tetapi ketika seorang Tathāgata mengajarkan Dhamma untuk
melenyapkan ketidak-tahuan, orang-orang ingin mendengar, dan mereka menyimak
dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya.
[Kitab
Komentar : Terbungkus oleh cangkang ketidak-tahuan, telah menjadi seperti
sebutir “telur” (avijjaṇḍakosena
pariyonaddhattā aṇḍaṃ viya bhūtā ti aṇḍabhūtā).
Karenanya, “menjadi buta”.]
Ini
adalah hal menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang terjadi melalui
manifestasi seorang Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan
Sempurna.
“Ini,
para bhikkhu, adalah keempat hal menakjubkan dan mengagumkan itu yang terjadi
melalui manifestasi seorang Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang
Tercerahkan Sempurna.”
~0~
“Para
bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang
yang mengikuti arus; orang yang melawan arus; orang yang kokoh dalam pikiran;
dan orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang
berdiri di atas daratan yang tinggi.
(1)
“Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang menikmati kenikmatan
indria dan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Ini disebut orang yang
mengikuti arus.
(2)
“Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang tidak menikmati
kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Bahkan dengan
kesakitan dan kesedihan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia
menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang
melawan arus.
SUMBER
: Khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara
Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha JILID II”, Judul Asli : “The
Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012,
terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi
Wijaya dan Indra Anggara.