JIka Agama Buddha Bagus, mengapa Jadi Agama Minoritas dan Muncul Agama Samawi?

PENDOSA Sukanya Memeluk Agama DOSA dan Benci terhadap Agama SUCI

Question: Banyak para pemeluk agama samawi, agama yang kini menjadi agama mayoritas yang menyerupai hegomoni dunia, mencoba menyerang Buddhisme dengan menuding bahwa jika Agama Buddha adalah bagus adanya, maka mengapa saat kini Agama Buddha menjadi agama minoritas di dunia, yang bahkan di Nusantara agama mayoritas nenek-moyang kita berubah atau beralih dari Buddhist menjelma pemeluk agama-agama samawi seperti islam maupun kristen?

Brief Answer: Bagaikan air, secara alaminya air mengalir ke arah bawah, bukan ke arah atas. Pendosa hanya menyukai “Agama DOSA” yang menawarkan iming-iming ideologi KORUP bernama “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN” ataupun “PENEBUSAN DOSA” (abolition of sins). Air bersenyawa dengan air, api bersenyawa dengan api. Hanya kaum ksatria dan mereka yang betul-betul suci, yang menghargai, menghayati, dan bergerak mendekati Dhamma serta hidup dalam jalan Dhamma. Tidak ada kalangan penjahat ataupun pendosa yang menyukai prinsip egaliter bernama “hukum sebab dan akibat”.

PEMBAHASAN:

Penjelasannya sangat sederhana, dimana bahkan telah lama diramalkan oleh Sang Buddha, yang sekaligus juga menjelaskan penyebab paling utama mengapa pada suatu ketika Dhamma akan punah ketika moralitas umat manusia jatuh sejatuh-jatuhnya, sebagaimana dapat kita jumpai dalam khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID III”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

157 (7) Khotbah yang Disampaikan Secara Keliru

“Para bhikkhu, sebuah khotbah disampaikan secara keliru ketika, setelah menimbang satu jenis orang terhadap jenis lainnya, khotbah itu disampaikan kepada lima jenis orang [yang tidak tepat] ini. Apakah lima ini?

Sebuah khotbah tentang keyakinan disampaikan secara keliru kepada seorang yang hampa dari keyakinan; sebuah khotbah tentang perilaku bermoral disampaikan secara keliru kepada seorang yang tidak bermoral; sebuah khotbah tentang pembelajaran disampaikan secara keliru kepada seorang yang sedikit belajar; sebuah khotbah tentang kedermawanan disampaikan secara keliru kepada seorang yang kikir; sebuah khotbah tentang kebijaksanaan disampaikan secara keliru kepada seorang yang tidak bijaksana.

(1) “Dan mengapakah, para bhikkhu, sebuah khotbah tentang keyakinan disampaikan secara keliru kepada seorang yang hampa dari keyakinan?

Ketika sebuah khotbah tentang keyakinan sedang dibabarkan, seseorang yang hampa dari keyakinan menjadi kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia tidak melihat keyakinan itu di dalam dirinya dan tidak memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang keyakinan disampaikan secara keliru kepada seorang yang hampa dari keyakinan.

(2) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang perilaku bermoral disampaikan secara keliru kepada seorang yang tidak bermoral?

Ketika sebuah khotbah tentang perilaku bermoral sedang dibabarkan, seseorang yang tidak bermoral menjadi kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia tidak melihat perilaku bermoral itu di dalam dirinya dan tidak memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang perilaku bermoral disampaikan secara keliru kepada seorang yang tidak bermoral.

(3) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang pembelajaran disampaikan secara keliru kepada seorang yang sedikit belajar?

Ketika sebuah khotbah tentang pembelajaran sedang dibabarkan, seseorang yang sedikit belajar menjadi kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia tidak melihat pembelajaran itu di dalam dirinya dan tidak memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang pembelajaran disampaikan secara keliru kepada seorang yang sedikit belajar.

(4) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang kedermawanan disampaikan secara keliru kepada seorang yang kikir?

Ketika sebuah khotbah tentang kedermawanan sedang dibabarkan, seseorang yang kikir menjadi kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia tidak melihat kedermawanan itu di dalam dirinya dan [182] tidak memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang kedermawanan disampaikan secara keliru kepada seorang yang kikir.

(5) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang kebijaksanaan disampaikan secara keliru kepada seorang yang tidak bijaksana?

Ketika sebuah khotbah tentang kebijaksanaan sedang dibabarkan, seseorang yang tidak bijaksana menjadi kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia tidak melihat kebijaksanaan itu di dalam dirinya dan tidak memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang kebijaksanaan disampaikan secara keliru kepada seorang yang tidak bijaksana.

“Sebuah khotbah disampaikan secara keliru ketika, setelah menimbang satu jenis orang terhadap jenis lainnya, khotbah itu disampaikan kepada lima jenis orang [yang tidak tepat] ini.

“Para bhikkhu, sebuah khotbah disampaikan secara benar ketika, setelah menimbang satu jenis orang terhadap jenis lainnya, khotbah itu disampaikan kepada lima jenis orang [yang tepat] ini. Apakah lima ini?

Sebuah khotbah tentang keyakinan disampaikan secara benar kepada seorang yang memiliki keyakinan; sebuah khotbah tentang perilaku bermoral disampaikan secara benar kepada seorang yang bermoral; sebuah khotbah tentang pembelajaran disampaikan secara benar kepada seorang yang terpelajar; sebuah khotbah tentang kedermawanan disampaikan secara benar kepada seorang yang dermawan; sebuah khotbah tentang kebijaksanaan disampaikan secara benar kepada seorang yang bijaksana.

(1) “Dan mengapakah, para bhikkhu, sebuah khotbah tentang keyakinan disampaikan secara benar kepada seorang yang memiliki keyakinan?

Ketika sebuah khotbah tentang keyakinan sedang dibabarkan, seseorang yang memiliki keyakinan tidak menjadi kehilangan kesabaran dan tidak menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia melihat keyakinan itu di dalam dirinya dan memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang keyakinan disampaikan secara benar kepada seorang yang memiliki keyakinan.

(2) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang perilaku bermoral disampaikan secara benar kepada seorang yang bermoral?

Ketika sebuah khotbah tentang perilaku bermoral sedang dibabarkan, seseorang yang bermoral tidak menjadi kehilangan kesabaran dan tidak menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia melihat perilaku bermoral itu di dalam dirinya dan memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang perilaku bermoral disampaikan secara benar kepada seorang yang bermoral.

(3) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang pembelajaran disampaikan secara benar kepada seorang yang terpelajar?

Ketika sebuah khotbah tentang pembelajaran sedang dibabarkan, seseorang yang terpelajar tidak menjadi kehilangan kesabaran dan tidak menjadi jengkel, melawan, dan [183] keras kepala; ia tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. Karena alasan apakah?

Karena ia melihat pembelajaran itu di dalam dirinya dan memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang pembelajaran disampaikan secara benar kepada seorang yang terpelajar.

(4) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang kedermawanan disampaikan secara benar kepada seorang yang dermawan?

Ketika sebuah khotbah tentang kedermawanan sedang dibabarkan, seseorang yang dermawan tidak menjadi kehilangan kesabaran dan tidak menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia melihat kedermawanan itu di dalam dirinya dan memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang kedermawanan disampaikan secara benar kepada seorang yang dermawan.

(5) “Dan mengapakah, sebuah khotbah tentang kebijaksanaan disampaikan secara benar kepada seorang yang bijaksana?

Ketika sebuah khotbah tentang kebijaksanaan sedang dibabarkan, seseorang yang bijaksana tidak menjadi kehilangan kesabaran dan tidak menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.

Karena alasan apakah? Karena ia melihat kebijaksanaan itu di dalam dirinya dan memperoleh sukacita dan kegembiraan dengan berdasarkan padanya. Oleh karena itu sebuah khotbah tentang kebijaksanaan disampaikan benar kepada seorang yang bijaksana.

“Para bhikkhu, sebuah khotbah disampaikan secara benar ketika, setelah menimbang satu jenis orang terhadap jenis lainnya, khotbah itu disampaikan kepada lima jenis orang [yang tepat] ini.”